*13

56 3 0
                                    

"Cha lo yang bayar." Perintah Alva setelah menerima permen kapas dari penjual. Alisha mendelik. "Lo dong. Masa gue, kan lo yang ngajak."

"Tapi kan lo yang makan." Ucap Alva tak mau kalah. Padahal mas-mas penjualnya lagi nungguin bayaran.

"Lo yang nawarin." Alisha kesal sendiri kalo sama Alva. Enggak dimana-dimana cowok itu selalu ngajak ribut, padahal mah perawakan udah dewasa.

"Lo aja deh cha. Cepetan sayang jangan lama-lama." Kalo Alva udah senyum ganteng kaya gini Alisha enggak bisa nolak.

"Gue ngga bawa duit." Jawab Alisha terus terang. Soalnya udah tau bakal kejadian kayak gini makanya Alisha sengaja meninggalkan dompetnya. Alva mendengus, cowok itu memberikan uang dari sakunya ke mas penjual.

"Bilang kek dari tadi. Lo bikin makin lama aja, padahal cuman beli satu doang." Kali ini Alva yang misuh-misuh.

"Bang, numpang duduk ya." Izin Alva duduk di kursi panjang samping penjual itu. Alisha juga ikut menaruh pantatnya di samping Alva.

"Lo mau Ngga?" Tanya Alisha. Soalnya cowok itu yang bayar. Kalo bukan mah nggak bakal nawarin.

"A ... " Alva membuka mulutnya dengan Alisha yang menyuapi.

"Gimana sekolahnya?" Pertanyaan itu membuat Alisha diam. Cewek berjaket biru itu suka kalau Alva udah mode serius kayak gini.

Alisha manggut-manggut. "Bagus." Tanpa cewek itu sadari Alva memahami perubahan raut wajahnya. Alisha memandangi kakinya, suasana disana ramai tapi mereka malah diem-dieman.

Alva sengaja memberi Alisha waktu buat merangkai kata. Cowok itu mengerti jika Alisha diam begini.

"Va." Panggilnya tak lama kemudian. Cowok itu baru saja memasukkan permen kapas ke mulutnya hanya menoleh. "Hmm.."

"Menurut lo kalo gue keluar Olimp gimana?" Tanya Alisha serius membuat cowok itu sedikit melebarkan mata. "Yaaaaaa.." Cowok itu mengedarkan pandangan.

"Lo udah yakin itu keputusan terbaik?" Tanya Alva menoleh memerhatikan Alisha yang sibuk menggerakkan sepatunya ke tanah. Cowok itu paham Alisha bimbang.

"Lo inget kan sekeras apa lo usaha buat masuk excellent. Lo bahkan sampe kucel gitu belajar buat jadi anak Olimp."

"Gue nggak kucel ya." Tatapan tajam Alisha membuat Alva terkekeh lalu cowok itu merangkulnya. Membuat tubuh mereka saling mendekat. "Iya sayang... Nggak kucel kok, cantik banget malah. Sampe lupa mandi malah bikin lo kayak bidadari." Katanya menyindir.

Alisha hampir saja meninju dada bidang pemuda itu jika tangan kanan Alva tak langsung menahan. "Duh, galak bener."

Cewek di samping Alva mendesau, menyenderkan kepalanya di bahu Alva. "Tujuan lo masuk Olimp apasih?"

Alisha menatap langit yang gelap. Kenapa bintang udah jarang banget ada ya?

"Gue pengen ngebuktiin sama semua orang kalo gue bisa jadi anak Olimp."

"Udah terwujud? Kalo udah berenti aja." Sahut Alva yang juga ikut melihat ke langit.

"Jangan berjuang kalo ngga ada tujuan. Jangan berharap kalo tanpa usaha. Jangan maju kalo takut. Jangan ngelakuin apapun kalo bimbang. Jangan ngambil keputusan kalo ragu."

Alva melirik Alisha yang terlihat sibuk memikirkan sesuatu. Terlihat masih risau. "Kalo masih ada yang perlu di perjuangin maju aja. Jangan takut. Apalagi kalo itu penting. Gue disini. Disamping lo. Kapan sih gue ninggalin lo? Yang penting jangan sampe lo nyesel dan nyia-nyian kesempatan hebat dalam hidup lo." Alva tersenyum kecil tanpa Alisha tau.

Glass BeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang