*18-

45 1 0
                                    

Lapangan pagi itu terlihat ramai oleh anak X IPA Excellent. Jam pertama setiap hari selasa adalah jadwal mereka, memang tak seserius kelas lain karena keahlian mereka adalah akademik, hanya dua minggu sekali mereka akan diberikan materi.

Hari ini jadwal bebas, mereka akan bersenang-senang sesuka hati, seperti Angel dan Monik yang bermain bulu tangkis. Vanya, Clarissa, Eli dan Keisha bermain volli melawan Irvan, Ian, Ferro dan Vanno. Dylan, Reza, Daniel, Brian dan Andy bermain basket.

Mereka anak olimp tak banyak yang mahir Olahraga. Contohnya Angel yang membuat Monik kesusahan karena cewek itu sering kali tak mengenai kok. Angel bukan anak yang suka peduli tentang olahraga, dia hanya ingin menyenangkan hati walaupun pada akhirnya menyalahkan Monik karena dianggap tak becus melemparkan bola. Padahal dia sendiri yang tak bisa.

Vanya yang takut pada bola, cewek itu tetap ngotot ingin ikut walaupun saat bola di depannya bukannya passing malah lari atau menutupi wajah. Lain halnya dengan Clarissa yang servis tapi tak sampai ke ruang lawan. Itu membuat kelompok Ian dan kawan-kawan menang tanpa susah payah.

Kalo Brian sedang berusaha merebut bola basket dari Reza, cowok itu merentangkan tangan. Dengan sekali dorongan menjatuhkan Reza dan menguasai Bola. Tak lama Daniel dan Dylan mengejar membuatnya menyembunyikan bola ke baju olahraga dan berlari Memutari Lapangan disusul Andy yang juga menghadang Brian lalu Reza yang tiba-tiba berteriak meminta Brian bola.

lain hal dengan kelompok Keisha, Adel, Nia dan Luna yang duduk di tengah taman diatas rumput hijau. Mereka sibuk membahas trending topik di twitter, lagu kesukaan atau bahkan artis-artis mancanegara. Sesekali Adel membicarakan tentang salon langganannya.

Alisha dan callia hanya melihat sekeliling bosan. Mereka berdua sama-sama bingung melakukan apa. Masih ada waktu setengah jam yang terasa lama. Tadi sih mereka yang bermain bulu tangkis sebelum Monik dan Angel.

Karena matahari semakin panas membuat Callia tak betah di lapangan, mereka duduk pada kursi di bawah pohon rindang di taman samping lapangan. Seperti orang asing yang tak pernah mengenal, hanya keheningan yang ada. Alisha sibuk melihat yang lain di lapangan sementara Callia disamping kirinya hanya tengak-tengok tak bersemangat.

Callia yang tiba-tiba berjongkok membuat Alisha mengerut. "Kenapa Call?"

"Ssstt.." cewek itu meletakkan telunjuk di bibir membuat Alisha heran. Siswi berseragam olahraga itu mengintip dari balik kursi tempat persembunyiannya. "Anjir, sumpah-sumpah.. Sialan..! Ah!"

"Lo kenapa sih?" Ucap Alisha masih heran sambil menoleh ke arah mata Callia. Alisha mendesah pelan melihat pemuda yang berjalan mendekat. Lucas.

"Lo masih.." Alisha melongo karena Callia menghilang lalu menoleh kebelakang melihat gadis itu yang lari terbirit-birit. Cewek itu kapan sih enggak menghindari Lucas.

Takut dirinya terkena masalah juga karena dekat dengan Callia, Alisha jadi ikut berlari mengejar.

"Call kok ke toilet sih?" Alisha menatap Callia yang sedang berjongkok ketakutan. Lebay banget deh. Untung wc kosong semua.

"Gue bingung mau kemana."

"Lo kenapa sih? Masalah lagi sama Lucas? Kapan berhentinya?" Alisha berjalan mendekat. Callia menggeleng. "Itu bukan sekedar masalah Sha."

"Ya terus apa?"

"Ada insiden paling mengerikan terjadi. Gue nggak bisa bayangin muka ngamuknya dia." Matanya terlihat nelangsa.

"Insiden apa? Lo yang jelas kalo ngomong."

"Gue kemaren.... Gue... " Callia menggelengkan kepala. "Gue habis mukul Lucas." Katanya menyembunyikan wajah dengan kedua telapak tangan. Alisha yang di depannya memegang kedua lengannya mencoba membuat Callia berdiri.

"Yaudah. Tinggal minta maaf aja sih."

"Udah."

"Ya terus masalahnya apa? Lo mukulnya keras banget?"

Callia mengangguk, "Masalahnya itu.. Gue mukul... Mukul.. Itu... " Siswi berponi itu menggigit telunjuknya. Tanda dia sangat gelisah.

"Mukul apa? Pundak?" Callia menggeleng. "Gue mukul.. Itunya..."

"Apa?" Alisha makin bingung. "Kepala?"

"Bukan." Jawabnya menelan ludah.

"Terus apa dong?"

Callia mantap Alisha hampir menangis. "Harga diri gue sha. Gue mukul pantatnya Lucas." Alisha membelalakkan mata, hampir saja tertawa kalau tak melihat mata Callia yang berkaca-kaca.

"kok bisa sih?"

"kemaren pas mau ke ruang olimp bareng sama Daniel tapi dia malah jambak rambut gue sampe rontok. Sebelum ke ruangan gue ke wc dulu. Pas keluar dari toilet cewek ada cowo berdiri membelakangi gue. Gue pikir itu Daniel bakal ngajak ribut gue. Dengan percaya dirinya gue tendang pantatnya keras. Ternyata dia Lucas. Gue malu sha. Dimana harga diri gue sebagai perempuan." Cerita Callia panjang lebar lalu meremas rambutnya frustasi.

"Gue harus gimana dong? Gue bingung Sha. Sampe kapan harus terus menghindar dari dia. Mana dia tuh udah kaya setan yang menghantui hidup gue. Gue pernah bikin dosa gede apa sampe begini banget hidup gue." Callia melebih-lebihkan lagi, untung Alisha sudah paham.

Alisha menghembuskan nafas pelan. "Yaudah. Keluar deh, jangan di toilet. Nggak elit banget tau enggak curhatnya. Lo di belakang gue jalannya. Kita ke kelas aja. Ya?" Callia mengangguk.

"Jangan lupa tengak tengok Sha. Awas kalo ketemu dia." Callia sedikit merendahkan tubuhnya di belakang Alisha karena tubuhnya yang lebih tinggi.

🎬🎬🎬

Alisha menghentikan langkah membuat Callia menabrak punggungnya. "Kenapa Sha? Ada Lucas?" Bisik Callia ketakutan.

Cewek itu kemudian mengintip dari pundak Alisha karena temannya itu diam membeku yang tak lama dia juga ikut membeku.

Seorang pemuda dengan angkuh melemparkan lembaran kertas di depan siswi yang sedang menunduk. "Lo ngga bisa bikin? Nyawa lo di kelas tinggal satu. Mr.Hendra dengan gampang nendang lo dari Excellent. Lo ngga pengen mempertahankan kerja keras lo selama tiga tahun?"

Sangat jelas pundak siswi itu bergetar karena menangis. "Gue... Gue sumpah udah berusaha bikin. Gue minta bantuan lonya ngga mau."

"Terserah Mau bikin alasan apa. Siap-siap aja lo di tendang." Pemuda itu memalingkan wajah dengan tangan dilipat di dada.

Alisha dan Callia yang melihat merasa iba. Cowok itu jahat banget. Alisha menelan ludah susah payah, rasa takut ditambah khawatir akan hidupnya di Grand Master juga. Pemuda itu Ezra.

"Pungut nih kertas." Ucap Ezra menginjak kertas di samping sepatunya. Pemuda itu kemudian melangkah meninggalkan siswi yang kemarin.

Alisha paham wajah siswi dengan rambut panjang bergelombang itu meski tak tahu namanya. Siswi itu memungut kertas berceceran di koridor yang sepi ini. Alisha tak tahan, perasaannya makin tak karuan. Ezra kejam.

"Sha." Callia menyadarkan dengan menepuk pundak Alisha. "Lo ngga papa?"

"Ha?" Cewek itu kemudian merapatkan bibirnya yang sedari tadi terbuka karena tak percaya.

"Lo ngga papa? Muka lo pucet sih?" Tanya Callia kini memegang pundak Alisha.

Alisha mengangguk. "Gu-gue engga papa kok."

"Udah jangan khawatir. Ka Ezra nggak bakal gitu sama lo." Callia diam berjeda. "Semoga aja." Lanjutnya yang terlihat tak yakin.

"Gue sebenernya pernah denger Sha kalo Ka Ezra tuh pernah punya kasus parah waktu SMP. Dia ketua geng." Alisha melebarkan mata.

"Ka Ezra pernah tawuran, tukang bully, tukang palak. Pernah minum juga Sha. Kalo nggak salah, dulu dia pernah mukul temennya sendiri sampe masuk rumah sakit. Pas tawuran katanya pernah bikin lawannya mati." Cerita Callia yang terakhir agak ragu karena mata Alisha berkaca-kaca.

Siswi itu hampir saja terjatuh jika Callia tak menahannya, dia memegang pelipisnya. Alisha sangat terkejut dengan kabar itu sampai tubuhnya bergetar ketakutan. Kalau Ezra cuman pemarah sih iya. Tapi ini..

Apa Alisha bisa bertahan dengan Ezra yang begitu?

Glass BeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang