7. Realita Selalu Tak Sesuai Ekspetasi

2.1K 200 56
                                    

HATI-HATI RANJAU TYPO BERTEBARAN DI MANA-MANA

HAPPY READING GUYS😚

VOTE, HEH, VOTE! COMMENTNYA JANGAN LUPA, HEH! DOSA LOH, YA, GAK VOTE!😌

°°°

Pikiran awalku mengatakan, jika states pediatri akan menyenangkan. Tetapi, di mana-mana realita selalu tak seindah ekspetasi. Sekejap saja pikiran positif itu hilang, berganti dengan pikiran negatif. States pediatri sungguh menjengkelkan. Amarah di kuras habis. Suara tangisan bayi tiap hari menghiasi gendang telinga. Bukan hanya itu. Dokter Rere selaku Konsulen stase pediatri yang ku pikir hatinya lemah lembut, ternyata sekasar kulit durian.

Sekarang beliau tengah berpidato. Kami selaku Koas di suruh mendengarkan secara baik pesan moral yang ia sampaikan. Dia berkeliling ke sana ke mari. Langkahnya mengitari kami bak penyelidik handal.

"Oke, pagi menjelang siang gini enaknya kita refreshing otak dulu. Saya lihat-lihat, Koas di sini pada pinter semua. Saya mau dong, menguji kepinteran kalian itu." bibir Dokter Rere membentuk senyuman lebar.

Bulu kuduk ku langsung berdiri semua. Ku rasa senyuman itu tak baik. Di balik senyumannya yang manis, banyak menyimpan kesengsaran bagi kami. Sebentar lagi Dokter Rere akan merefreshing otak kami. Ah, ralat sedikit. Maksudnya menguras otak kami.

"Begini, Koas yang pinter. Saya mau minta pendapat dari kalian masing-masing, nih. Saya mempunyai pasien Anak laki-laki berusia 2 tahun. Baru dilarikan ke rawat inap sore kemarin. Pasien punya keluhan 1 tahun terakhir lemas dan tidak mau makan. Pasien mendapatkan penanganan ASI ekslusif selama 6 bulan. Pada usia 8 bulan, pasien diberi MPASI bubur biskuit yang tak pernah dihabiskan. Di muntahkannya. Pasien tidak suka makan daging dan sayuran."

"Pemeriksaan fisik konjuntiva anemis, lain-lain dbn. Pemeriksaan lab di dapatkan Hb, 9,4 g/dl, Leukosit 5100, Trombosit 300.000, Hct 30%, Mcv 58%, Mch 26% MCHC 17%. Jadi, Koas, menurut kalian bagaimanakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien?" sambungnya.

Tak satu pun kelima dari kami yang menjawab. Semuanya terdiam. Kepala menunduk ke bawah. Lantai marmer berwarna putih ini lebih terasa menarik, di banding Dokter Rere. Aku pun sama. Padahal biasanya aku sedikit mengetahui materi yang diberikan. Namun sekarang, otakku terasa menghilangkan semua memori pikiran.

"Eh, kok diem? Tadi saat praktek lapangan pada aktif semua melebihi cacing kepanasan." Dokter Rere sepertinya sedang menyindir salah satu dari kami. "Pinternya udah ngalah-ngalahin Spesialis. Udah salah, ngelotot benar pula. Buat malu banget."

Sindiran ini diberikan kepada Karina. Wanita itu salah memasang intubasi. Ukuran intubasi yang ia berikan terlalu besar untuk seukuran pasien Dokter Rere. Bayi berumur 3 hari itu terlahir prematur dengan baru 1 Kg. Begitu kecil mulutnya jika dimasukkan intubasi pemberian Karina yang berukuran besar.

"Gak ada yang jawab juga? Mana nih, Koas yang pinter tadi? Kok, diem-diam aja?" sahut Dokter Rere. Intonasi suaranya menggema ke seluruh ruangan. Ketukan high heels Dokter Rere juga mendominasi ketegangan.

Baby take my hand...

I want you to be my husband...

Cause you my Ironman...

And then love you 3000...

Nada dering yang berasal dari ponsel Dokter Rere, mengalihkan atmosfer ruangan. Sekilas Dokter Rere menatap ponselnya yang berada di atas nakas. Wajahnya masih datar. Dia lalu beralih memandang kami lagi. Dering panggilan telepon dia acuhkan. Sebelah high heels Dokter Rere mengetuk-ngetuk lantai.

Assalamualaikum Pangeran Syurgaku (TERBIT CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang