10. Qs. An-Nur ayat 26

4.5K 628 21
                                    

10. Qs. An-Nur ayat 26

Satu bulan telah berlalu. Sejauh ini, hubunganku dengan Nata berjalan sangat baik-baik saja. Ternyata Nata sudah banyak berubah. Dia lebih manis, lebih peka, lebih dewasa, dan lebih bisa membuatku jatuh cinta setiap harinya.

Hari ini merupakan hari minggu. Sekarang kita berada di sebuah kafe, dan tentunya bukan sedang menghabiskan waktu dengan cuma-cuma, karena Nata memanfaatkan hari libur kita untuk mengerjakan tugas masing-masing.

Dan sepertinya, aku selesai lebih cepat.

"Akhirnyaaa."

"Udah selesai?" tanya Nata, sambil menoleh menatap layar laptopku.

"Udah, cuma tugas ngarang cerita. Kakak belum?"

Laki-laki itu menggeleng dan kemudian menyandarkan punggungnya pada kepala sofa yang kami duduki.

Aku ikut bersandar sambil memasang earphone dan memutar lagu.

"Dengerin lagu apa?"

Dia bertanya, aku tak menjawab, dan memasangkan salah satu earphone di telinganya.

"Adele?"

Aku mengangguk mengiyakan.

Akhirnya, untuk sejenak, kita memilih untuk mendengarkan lagu. Milkshake dan coffee latte yang kita pesan sudah habis di atas meja, hanya tersisa kentang goreng yang masih beberapa.

"Kalau mau makan, pesen aja."

Aku menggeleng karena memang tidak ingin makan. Segelas besar milkshae dan kentang goreng sudah lebih dari cukup membuatku kenyang.

"Gak dilanjutin?" tanyaku, sambil menatap layar laptop miliknya dan buku catatan yang ada di atas meja.

"Nanti. Istirahat dulu."

Aku memandang wajahnya, matanya perlahan terpejam, seakan sengaja memamerkan bulu mata lentik yang aku sebagai wanita pun tak punya.

"Kamu mau jadi penulis?"

Entah mengapa tiba-tiba Nata menanyakan itu. Dan aku pun dengan yakinnya menjawab, "iyah."

Nata tersenyum dengan matanya yang masih terpejam. "Nanti kalau udah terbitin buku, harus aku yang pertama kali baca." Menurutku, tak ada yang seromantis kalimat itu. Kalimat yang bisa jadi dianggap sebagai gombalan oleh orang lain, menurutku adalah sebuah penyemangat dan do'a dan yang harus kuaminkan.

"Pasti."

Pria ini kembali duduk tegap, sepertinya hendak melanjutkan tugasnya yang belum selesai. Namun tak kusangka ia mengambil tangan kananku dan menggenggamnya tanpa berkata apa-apa. Sedangkan dirinya kini kembali mengetik tugas dan sesekali melihat buku catataannya.

Aku tentu saja merasa gugup, jantungku berdegup cepat. Tangan kecilku digenggam erat oleh tangan Nata yang lebih besar dariku. Tapi apakah harus bergenggaman tangan saat Nata sibuk mengerjakan tugas?

"Kak?"

"Hm?"

"Kerjain dulu tugasnya."

"Ini lagi dikerjain."

"Maksud aku, kerjain yang bener."

"Ini bener."

"Maksud aku—"

"Gak papa, kaya gini aja," Nata malah semakin menggenggam erat tanganku.

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Di Balik Patah Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang