17. Belum Menyadari

3.7K 508 5
                                    

17. Belum Menyadari

Zaira dilamar.

Itu adalah kabar gembira yang mengawali pagi ini. Tapi, Zaira bilang, seharusnya ia tidak boleh menceritakan hal ini pada siapapun. Sebuah lamaran, harusnya dirahasiakan. Namun, karena kita adalah sahabatnya, Zaira jadi tidak ingin ada rahasia diantara kita. Dan tentu saja pria bernama Zaidan yang melamarnya.

Katanya, sebelum datang ke rumah, Zaidan sudah lebih dulu menghubungi Abi Zaira. Abi Zaira pun meminta persetujuan dari Zaira, dan tentu Zaira mengiyakannya. Rencananya, acara pernikahan akan digelar setelah Zaidan wisuda yang berarti kurang dari sebulan lagi.

Ya, Zaidan menepati janjinya yang mengatakan akan melamar Zaira setelah dia lulus. Dan kalau saja aku mengiyakan permintaan Nata, sudah pasti aku pun akan menikah juga tahun ini. Tapi sayangnya aku belum siap. Aku ingin selesaikan dulu kuliahku. Lagipula, ayah dan ibuku juga pasti tidak mengijinkan aku menikah sebelum lulus kuliah.

Tapi Zaira sudah berani mengambil keputusan ini. Suatu hari, Zaira pernah berkata, kalau menikah adalah sunah dari Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam. Dan kalau suatu hari ada pria baik yang mengerti dengan sunah dan datang melamarnya, maka Zaira siap menikah muda. Sepertinya Tuhan telah mengabulkan keinginan Zaira yanng mulia.

Ngomong-ngomong tentang wisuda, Nata juga akan di wisuda. Bukankah Nata pernah berkata akan merintis karirnya sendiri?! Sayangnya, hal itu tidak bisa menjadi kenyataan. Karena kakak perempuan Nata yang harusnya mengambil alih perusahaan ayahnya malah tidak mau menjadi penerus. Ia lebih memilih menjadi guru dengan gaji yang tak seberapa.

Jadi, Nata akhirnya tak memiliki pilihan lain. Ia tidak bisa membangun karirnya sendiri dari nol, karena ia hanya tinggal melanjutkan saja. Dan bukankah itu lebih baik? Jadi dia tidak harus cape-cape merintis semuanya dari awal. Tapi mungkin seperti kata orang, sesuatu yang dibangun dari nol dan lahir dari setiap tetes keringat diri adalah sebuah pencapaian yang sebenarnya.

Sore ini, aku berjalan-jalan mengitari danau buatan di taman kota sembari menggandeng lengan Nata yang dengan setia berjalan di sisiku.

"Kamu tahu Zaira?"

"Sahabat kamu yang selalu pakai baju syar'i itu?"

"Iyah. Dia dilamar, loh."

Aku tidak sedang memberi kode.

"Aku juga harusnya udah lamar kamu. Kamunya gak mau."

"Bukan gak mau. Tapi belum siap," ralatku.

Dia hanya tersenyum geli. "Dia dilamar sama pacarnya?"

Aku menggeleng. "Dia gak pernah pacaran."

"Jadi dijodohin?"

"Enggak juga."

"Gak pernah pacaran, gak dijodohin, terus nikah sama siapa?"

"Sama Zaidan, dia lulus bareng kamu tahun ini. Mereka gak pernah saling kenal sebelumnya. Katanya Zaidan udah suka sama Zaira sejak hari pertama ospek. Terus sekalinya nyapa, Zaidan nanya ke Zaira udah siap nikah atau belum. Abis itu minta nomor Abi nya Zaira."

"Abis itu dia lamar Zayra?"

"Iyah. Dia udah janji setelah lulus mau lamar Zaira."

"Aneh. Mereka belum saling kenal tapi udah berani buat menikah."

"Menurutku, lebih aneh orang-orang yang udah saling kenal, tapi gak nikah-nikah."

Aku jadi merasa tersindir dengan kalimatku sendiri.

Dan kemudian, kami saling pandang sambil menahan tawa.

"Kenapa kamu jadi nyindir kita?"

"Keceplosan."

Kita hanya tertawa setelahnya. Bukannya menyadari kalau yang kita lakukan adalah salah.

Di Balik Patah Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang