11. No Kissing Before Marriege

4.8K 552 10
                                    

11. No Kissing Before Marriege

"Gimana penampilan aku?"

Laki-laki di hadapanku memperhatikan penampilanku dari atas sampai bawah. Hari ini aku memakai gaun berwarna pastel dengan panjang di bawah lutut dan menutup sampai lengan.

"Harusnya gak perlu dandan?"

"Kenapa? Jelek, yah?"

"Bukan gitu. Di rumahku banyak sepupu yang dateng, kalau mereka suka sama kamu, gimana?"

Aku tersipu mendengarnya.

"Aku pamit dulu sama orang tua kamu, yah. Mungkin kita pulang agak malem."

Aku pun mengangguk, lalu memanggil ibuku keluar. ibuku yang namanya Harum ini memang sudah tahu perihal hubunganku dengan Nata. Dia juga sudah mengenal Nata sejak aku dan Nata masih SMA.

"Hati-hati di jalan, yah. Jangan ngebut-ngebut!" kata ibuku saat kami pamit mencium punggung tangannya. Aku juga berpesan agar ibu memintakan ijin pada ayah yang biasanya pulang malam. Dan kalau bisa, aku harus pulang lebih dulu dari ayah.

Saat keluar dari pagar pembatas rumah, aku melihat sebuah Honda Jazz merah terparkir cantik di depanku.

"Bawa mobil, Kak?"

"Iyah. Hadiah ulang tahun dari Papa."

Aku baru tau itu. Dan kenapa kalau ke kampus tidak memakai mobil saja supaya aku tidak kerepotan naik di motor besarnya?

"Tapi aku lebih suka bawa motor daripada mobil."

Oke, itu menjawab rasa bingungku.

***

Jujur, meski dulu sempat berpacaran dengan Nata, namun baru kali ini aku datang ke rumahnya. Beda dengan Nata yang sering datang ke rumah untuk menjemputku atau sekedar apel malam minggu.

"Nanti dulu." Aku menahan tangan Nata yang menggenggam tanganku dan menuntunku untuk masuk melewati dua pintu rumahnya itu.

"Kenapa?"

"Aku mau siapin mental dulu."

Nata tersenyum geli menatapku, lalu dia mundur kembali dan bersandar di body mobilnya. Aku lihat ada beberapa mobil yang terparkir di pelataran rumahnya yang luas ini.

"Emang ada acara apa, sih?"

"Gak ada acara khusus. Cuma kumpul-kumpul aja."

"Emang sering kaya gini?"

"Iyah, biar hubungan keluarga bisa tetep terjaga. Setiap tiga bulan sekali kita selalu kumpul-kumpul."

Tapi dulu dia tidak pernah mengajakku. Sudahlah, Ta, yang lalu biarlah berlalu.

"Mentalnya udah siap?"

Aku tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai jawabannya. Padahal sejujurnya aku belum siap. Namun mau tidak mau aku harus tetap masuk ke dalam.

"Nanti kalau sepupu aku ngomong macem-macem, gak usah didengerin!"

Aku menganggukkan kepala saja. Memang apa yang akan dibicarakan para sepupunya?

Aku terus menyusuri rumah mewah nan megah ini. Mungkin mereka menjadikan taman belakang sebagai tempat untuk berkumpul. Aku pun hanya mengikuti kemana Nata menuntunku.

Suara bising mulai terdengar. Ada canda tawa yang belum kulihat manusia-manusianya.

"Rame, yah?"

"Lumayan," kata Nata.

Aku semakin erat menggandeng lengannya. Entahlah, aku hanya merasa gugup. Nata yang merasakan itu segera mengusap lembut tanganku, menenangkan. "Gak papa, Sayang."

Di Balik Patah Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang