23. Kenapa?

3.6K 480 14
                                    

23. Kenapa?

"Kamu kenapa gak sama Raga aja?"

Kalimat berupa pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Padahal aku mendengarnya dua hari lalu. Namun, karena ibuku yang namanya Harum yang bertanya seperti itu, aku jadi sulit melupakannya.

Lebih lengkapnya, ibu berkata seperti ini, "Mamah kira kamu pacaran sama Raga. Ternyata cuma temen. Kamu kenapa gak sama Raga aja? Dia kan baik. Kalian juga udah temenan sejak SMA. Siapa tahu jodoh."

Beruntungnya, aku tidak serangan jantung saat mendengar ibuku berkata seperti itu.

Jujur saja, aku tidak pernah membayangkan kalau aku dan Raga menjalin hubungan selain persahabatan. Aku sudah nyaman dengan zona ini, zona teman. Jadi rasanya tidak mungkin kalau berubah jadi sepasang kekasih. Pasti akan aneh.

Sore ini, aku dipaksa Raga untuk pergi bersamanya. Aku pun mau dengan syarat tidak nonton film horor dan harus mampir ke toko buku. Dia pun setuju. Yasudah, akhirnya aku ikut saja.

Tapi memang dasarnya dia penipu.

Kini, aku duduk pada kursi bioskop dengan wajah tertekuk-tekuk. Kesal sekali. Sangat kesal. Ternyata nonton film horor. Tadinya aku sudah mau kabur saat tiba di depan pintu masuk teater, tapi Raga menahanku dan menarikku masuk ke dalam.

Tadinya aku mau meronta, tapi karena masih punya rasa malu, akhirnya dengan pasrah aku masuk ke dalam dan duduk di sampingnyaa.

"Sumpah, deh, ini gak serem film nya."

"Gak usah ngomong, aku gak mau temenan sama kamu."

"Masa?"

Aku diam. Benar-benar merasa kesal.

Raga juga tidak berniat membujukku sampai akhirnya lampu dimatikan dan filmnya dimulai. Jiwa penakutku pun bangkit dan mulai meronta-ronta.

Sound effect menegangkan membuat bulu kudukku meremang. Raga, semoga nanti malam kamu tidur ditemani semua hantu yang kamu sukai ini. Tolong aminkan.

"Gak takut?"

Dia bertanya sambil menoleh melihatku yang bersiap menutup wajah. Aku mendelik padanya.

Kenapa sih, aku masih bertahan menjadi sahabat pria menyebalkan ini? Aku pun bertanya-tanya, atau mungkin karena Raga yang tak pernah sekalipun canggung menyapa meski terkadang kita tak saling berkabar sampai beberapa bulan lamanya. Entahlah.

"Kamu kenapa sih, takut sama film horor? Mereka tuh cuma artis yang di make up!"

"Tapi tetep aja serem!"

Perdebatan pun dimulai. Aku yakin ada orang-orang yang akan terusik karena perdebatan unfaedah ini.

"Serem gimana? Mereka juga manusia."

"Tapi kan ceritanya mereka setan," gemasku padanya. Ya aku juga tahu kalau mereka manusia yang di make up, tapi tetap saja menyeramkan.

"Itu kan cuma cerita, Ta"

"Ya tetep aja, ih!" Aku sudah terbawa emosi.

"Ssstttt."

Tuh kan, ada yang merasa terusik. Pokoknya salah Raga.

"Kamu, sih, berisik."

Raga malah menyalahkanku. Aku hanya menunjukkan kepalan tanganku padanya, seperti hendak meninjunya dan memang sangat ingin sekali meninjunya. Tapi Raga malah menarik tanganku, memeluknya dan berbisik padaku, "tidur aja kalau gak mau nonton. Nanti kalau udah selesai aku bangunin."

Dan saran itu pun langsung aku lakukan. Aku tidur bersandar di pundak Raga yang sosoknya memeluk satu tanganku dan menggenggam tanganku yang lain untuk menyalurkan kehangatan. Harum parfum Raga dapat kucium, dan rasanya menenangkan.

Jadi, kenapa aku tidak dengan Raga saja?

Tentu jawabannya tetap tidak. Menurutku, kita lebih cocok menjadi sepasang saudara daripada sepasang kekasih.

Aku lebih cocok menjadi adiknya daripada kekasihnya.

Dan Raga juga pasti berpikiran sama seperti yang aku pikirkan.

Di Balik Patah Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang