JILID XV [HOLD ME TIGHT]

463 74 10
                                    

[XV] HOLD ME TIGHT

I’m running—it’s starting count down with determination to be pricked by your rose—like embrace, I’ll hold you.


***

“Tidak bisa! Tidak ada perintah lain yang kami dapat selain membawamu menghadap direktur dan mengembalikan Kim Taehyung ke dalam selnya. Hukuman yang ditanggungnya akan berlipat ganda karena berusaha melarikan diri!” 

Kim Doyoung—seseorang yang satu tingkat dengan Kim Mingyu itu kembali bicara. Kembali menggeretak Junhee, sedikit bernegosiassi agar mereka tidak sampai harus menggunakan kekerasan.

“Dia tidak melarikan diri! Aku yang membawanya lari. jadi, jangan pernah menyalahkannya!” Junhee balas berteriak.

Tidak terima dengan putusan sepihak seseorang atas dia dan Kim Taehyung. Taehyung tidak bersalah di matanya.

Beraninya mereka…, beraninya…

Doyoung mendecih, “Kau pikir itu berarti? Nam Junhee kau terlalu naïf, kau mungkin akan tetap di posisimu—kau mungkin hanya akan mendapat teguran, namun semua orang akan berpikir bahwa pria itulah yang memaksamu untuk melakukannya. Dunia sudah terlanjur tahu siapa Kim Taehyung dan siapa dirimu. Siapa penjahat dan siapa pahlawan. Kau tidak akan bisa merubahnya. Jadi, turuti perkataanku dan hukuman atasnya akan berkurang.”

Junhee menarik tangan Taehyung, membuat pria itu dua langkah maju—semakin mendekat padanya. “Dunia ini sudah gila,” desisnya. Pandangannya semakin mengabur karena air mata yang menggenang di sana, tapi Junhee tidak akan merubah keputusannya.

“Jun, lepaskan. Ikutlah dengan mereka, dengan begitu kau akan terhindar dari masalah,” Taehyung kembali bersuara, sekali lagi berusaha untuk membuat Junhee merubah rencananya. Dia tahu sejak awal bahwa ini tidak akan berhasil.

Bukan karena Taehyung takut dihukum, bukan karena Taehyung takut masa tahanannya akan diperpanjang, dia hanya takut semuanya berimbas lebih jauh bahkan lebih buruk pada Junhee.

Setidaknya, jika Junhee baik-baik saja, Taehyung akan merasa lega. Itu saja.

“Lalu aku akan mendapat masalah baru—dan itu adalah tanpamu? Kau pikir aku mau? Jangan banyak bermimpi. Melepaskan tidak semudah itu Kim Taehyung. Kukira kau sepaham denganku, ah, kau membuatku kecewa,” Junhee bicara sambil terisak. Namun beruntung dia membelakangi Taehyung, sehingga pria itu tidak bisa melihat airmatanya. Junhee tidak mau terlihat lemah di depannya.

“Sebagai hukuman karena sudah membuatku kecewa, yang harus kau lakukan saat ini hanya satu—genggam tanganku seerat mungkin.”

“Jun—“

“Kau tidak mau? Baiklah, biar aku yang menggenggammu dengan lebih erat kalau begitu.”

Napas gadis itu semakin memberat di setiap helanya. Jika harus seperti ini, baiklah, tidak ada cara lain selain menyerang lebih dulu.

“Maafkan aku,” dan terangkatlah lagi senjata itu ke arah mereka yang berada di depannya.

Sontak mereka berjajar di depannya ikut mengangkat senjata. “Kau harus membayar mahal atas semua ini Nam Junhee. Karir yang susah payah kau bangun akan runtuh dalam sekejap.”

“Terima kasih sudah mengingatkan, tapi itu tidak cukup mampu untuk membuatku mundur,” kata Junhee. Gadis itu benar-benar keras kepala. Junhee bahkan berhasil membuat Kinan tersentak dan semakin keras memberontak—meminta Jungkook melepaskan genggaman atasnya dan membiarkannya berlari ke arah Junhee.

DOR!!!

Taehyung kembali dibuat terkejut. Satu buah peluru melesat—menggores lengan Junhee, membuatnya jas yang dikenakannya robek dan beberapa tetes darah membasahi lengan bajunya. Beberapa orang yang semula ada di lantai atas kini turun—ikut mengepung Junhee dan Taehyung.

Semua orang mengalihkan pandangannya pada Jeonghan dan petugas lain, mereka turun dengan keadaan yang cukup mengejutkan.

Beberapa luka memar mulai tercetak, bahkan sebagian dari mereka melupakan topi mereka yang mungkin terjatuh di lantai tiga saat menghadang Junhee.

Dalam hati Junhee bersyukur, matanya bahkan menatap Jeonghan penuh rasa syukur—bersyukur karena pria itu masih terlihat baik-baik saja meski perban yang semula menempel di wajahnya sudah terlepas akibat serangannya.

“Maaf, Bu. Tapi, anda harus dihentikan.”

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Junhee, gadis itu bahkan seakan mati rasa—tidak mengindahkan luka tembak juga darah yang mengalir dari lukanya itu.

Tangan kanannya tetap menggenggam erat Taehyung, dan tangan kirinya tetap terangkat dengan senjata. Junhee hanya menatap Jeonghan, bibirnya tidak mampu berkata apapun untuk saat ini. dan Doyoung menggunakan kesempatan itu untuk melumpuhkan Junhee.

Kim Doyoung—pria dengan tubuh tinggi dan kurus itu mampu bergerak tanpa suara, dan tahu-tahu dia sudah menyerang Junhee—memukul tangan Junhee—membuat senjata yang semula dia genggam erat terlepas—terlempar ke sembarang arah.

Junhee mundur beberapa langkah, namun masih tetap balas menyerang, tanpa sadar dia melepaskan genggamannya atas Taehyung. Satu lawan tiga mungkin terlihat tidak sepadan, namun melihat gerakan lincah Junhee, dia mampu meyakinkan pada semua yang ada di sana bahwa dia bisa mengimbangi.

Beberapa pukulan dan tendangan dia dapat. Sudut bibirnya sudah berdarah karena kepalan tangan Kim Doyoung. Dan di saat itulah Taehyung yang semula berharap Junhee bisa dilumpuhkan kini maju—melindungi Junhee dengan tubunya.

Taehyung mendorong Junhee ke samping, membuat dirinya berdiri berhadapan dengan Kim Doyoung.

“RINGKUS DIA!” teriak Doyoung. Jeonghan dan kelima rekannya maju untuk meringkus Taehyung yang sama sekali tidak memberontak.

Tanpa diduga Junhee kembali bangkit dan berteriak lantang, “lepaskan dia.” Bukannya mendatangi Doyoung, Junhee bergerak menuju Taehyung—berusaha melepaskan pria itu dari dua orang penjaga yang mengapit tubuhnya erat.

“Lepaskan. Lepaskan dia! Ini perintah! Kubilang lepaskan dia!”

Dan kini giliran Lee Taeyeong dan Nakamoto Yuta yang maju untuk meringkus Junhee. Kedua pria itu menarik Junhee agar sedikit menjauh.

“LEPAS.” Junhee terus meronta—minta dilepaskan. Tubuhnya terus bergerak tidak teratur, membuat kedua orang itu sedikit kesulitan dan tidak punya cara lain selain menghentikan gerakan itu dengan cara menendang lutut bagian belakang Junhee agar gadis itu jatuh terduduk.

Bagai tertembak peluru mematikan, Kim Taehyung ikut roboh saat itu juga.

Terduduk dengan posisi menyedihkan—kedua tangan terangkat dan kepala menunduk.

“Aku menyerah. Tapi tolong lepaskan dia, jangan melukainya,” ucap Taehyung. Para petugas penjara khusus langsung mengawal Taehyung—membuat pria itu kembali berdiri dengan tubuh yang ditahan oleh dua orang.

“Tidak. Kau tidak boleh menyerah! Lepaskan aku! Lepaskan!” Junhee terus meronta.

“Lepaskan aku! Jun!” Kinan yang sejak tadi diam dan hanya menjadi penonton kini berteriak cukup keras, namun tidak cukup membuat membuat mereka berpaling dari Junhee dan Taehyung.

Mendengar suara Kinan, Junhee tersenyum dalam posisi terduduknya. “Im, katakan padaku; apa tindakanku salah? Bukankah aku berhak memperjuangkan sesuatu yang kuanggap berharga?”

Kinan melemas, Jungkook melepaskan genggamannya pada Kinan dan membiarkan gadis itu maju beberapa langkah ke depan—meski tidak sampai ke tempat di mana Junhee berdiri.

“Jun, a—“

“Bukankah jika kau tidak bersama dengan seseorang yang kau cintai semua jadi tidak berarti? Jangan halangi aku, biarkan aku membuktikannya.

Aku tahu, bahwa setiap kali kau menginginkan sesuatu kau bisa saja kehilangan sesuatu yang sudah kau miliki, bisa dibilang itu adalah harga yang harus kau bayar untuk membeli sesuatu yang kau inginkan. Bukankah begitu?

Bahkan setiap peluru melesat, dia akan melepaskan proyektil dari dalam selosong yang dihasilkan oleh ledakan mesiu yang terkandung di dalamnya agar dapat melesat lebih jauh, dan mengenai targetnya.

Aku tidak peduli akan kehilangan sesuatu yang sudah kumiliki, asal aku bisa mendapatkannya.”

Kinan tersenyum namun matanya berair, mungkin ini juga salahnya karena sudah memprovokasi Junhee agar mau memperjuangkan apa yang dia mau.

Tapi, Kinan sama sekali tidak menyangka jika Junhee akan memilih jalan pintas seperti ini. Dia memang tidak sabaran dan ceroboh, Junhee pasti akan dipecat jika dia bekerja sebagai ahli strategi.

Kinan menghampiri Junhee, dan memposisikan tubuhnya agar sejajar dengannya. “Bodoh,” Kinan berujar pelan. kedua pasang mata itu saling beradu pandang, dan saat Kinan memberikan seulas senyum tipis meyakinkan, Junhee tahu bahwa Kinan akan mendukungnya.

Ya. Junhee tidak butuh dimengerti oleh semua orang, bahkan jika yang mengerti hanya bisa dihitung dengan jari jumlahnya, Junhee akan tetap merasa senang.

Gadis itu bangkit, dan menatap ketiga orang di depannya dengan tatapan dingin.

Tanpa rasa takut Im Kinan ikut mengangkat senjata, gadis itu mengarahkannya pada Kim Doyoung dan kedua rekannya. “Tapi, aku akui kau hebat. Kau ingin keluar lewat mana, Jun? mau kubantu?”

“IM KINAN!?”

THE ARMOR PIERCING BULLET [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang