EPILOGUE

509 57 0
                                    

[XVIII] EPILOGUE


Crazy for myself, like everything will be come true when I opened that door. Like I can set a good example, I went out from home. Hoping all this imagination doesn’t end as illusions.


Waktu berjalan dengan sangat lambat bagi Junhee. Dia sedang harap-harap cemas. Pagi-pagi sekali Junhee sudah bersiap untuk menghadiri persidangan sesuai yang dijadwalkan. Harusnya Junhee bisa mengacau di apartment Kinan, tapi berhubung gadis itu masih dalam perjalanan menuju Seoul, Junhee harus bersiap dan datang seorang diri ke pengadilan.

Ya, Kinan sudah pergi selama tiga minggu, dengan Jungkook tentunya. Itu tentu membuat Junhee kesepian, namun tidak terlalu sih, dia sudah mulai menerima berbagai tugas sekarang.

Waktu menunjukan pukul 09:00 KST. Satu jam lagi sidang akan dimulai. Junhee harus bergegas.

Junhee melihat layar besar yang menampilkan jadwal sidang hari ini, lengkap dengan siapa hakim ketua, hakim pendamping juga terdakwa yang bersangkutan. Dan begitu melihat nama Taehyung terpampang di sana, Junhee mampu bernapas lega. Akhirnya dia bisa melihat pria itu.

Setelah menunggu satu bulan lamanya, akhirnya dia bisa hadir juga di sini. Memang, setelah kunjungan Junhee ke penjara khusus, Junhee tidak pernah lagi ke sana. Dan ini adalah persidangan pertama yang dia hadiri, Junhee tiba-tiba gugup.

Gadis itu duduk di kursi—yang berada tepat di belakang Taehyung. Sejak tadi tangannya saling bertaut guna untuk meringankan kegelisahan, perdebatan antara jaksa penuntut, pengacara Shin, hakim dan Taehyung sendiri membuat kepala Junhee pusing. Dia takut, dia takut semua tidak bergerak ke arah yang baik. Namun sepertinya ketakutannya tidak terlalu berarti.

Bukti-bukti yang pengacara Shin bawa untuk pembelaan mampu sedikit meringankan Taehyung dan semua sah di mata hakim ketua.

Dan putusan akhir akan dibacakan.
“Masa tahanan terdakwa dipersingkat. Terdakwa masih harus menjalani masa tahanan selama satu tahu. Dengan ini sidang selesai.” Palu diketuk sebanyak tiga kali dan ruangan mulai ricuh karena pembubaran.

Sidang berjalan dengan lancar, tidak ada keributan di sana, meskipun Junhee sedikit kecewa dengan hasil akhirnya. Taehyung masih punya satu tahun masa tahanan lagi, itu adalah jumlah pasti karena masa tahanannya sudah dipotong masa remisi dan lain-lain. Pengacara Shin—yang diutus Kinan tidak membuatnya kecewa terlalu dalam.

Satu tahun…, bukan waktu yang lama, ‘kan?

Junhee berlari mengejar Taehyung dan kedua petigas yang dengan setia mengapit lengan pria itu, meminta ijin pada mereka untuk memberikannya sedikit waktu, dia ingin bicara dengan pria itu, sebentar.

“Permisi, bolehkan saya bicara dengan Kim Taehyung sebentar saja?” tanya Junhee hati-hati.

“Tentu, mari ikuti saya.”

Junhee tersenyum sembari mengangguk, lalu dengan langkah pasti dia mengekor di belakang ketiga orang itu menuju sebuah ruangan yang sepertinya memang disediakan khusus bagi mereka yang ingin berbicara setelah persidangan selesai.

Ruangan yang sama sekali tidak berbeda dengan ruang kunjungan di penjara khusus.

Taehyung yang duduk di hadapannya tersenyum penuh arti, benar-benar membuatnya mengingat saat itu—saat pertama kali Taehyung diputuskan untuk dikirim ke penjara khusus.

Junhee mendengus kesal, bisa-bisanya pria itu tersenyum seperti sedang mendapat lotre. “Kau senang?”

“Tentu saja. Melihatmu selalu membuatku senang,” jawab Taehyung sembari mencondongkon tubuhnya.

“Astaga, bisa-bisanya. Masa tahananmu masih tersisa satu tahun!”

“Itu tidak akan lama, ini sudah keajaiban bahwa aku tidak harus memintamu menungguku lima tahun lagi—seperti putusan awal. Kau harus bersyukur!”

“Yak! Siapa yang mau menunggumu, hah?!” mata bulat gadis itu semakin melebar mendengarnya.

“Kaulah, siapa lagi memang,” jawab Taehyung sambil tertawa. Tangannya yang masih terikat oleh borgol itu maju untuk meraih tangan Junhee yang tergeletak rapih di atas meja.

“Kau harus menungguku Nam Junhee. Harus. Satu tahun lagi, aku mau kau yang datang untuk menjemputku.”

Junhee mengangguk,  dia balas menggenggam tangan Taehyung, menyalurkan kehangatan pada kedua tangan dingin itu.

Mata Junhee kembali meredup, ada satu pertanyaan lagi yang membutuhkan jawaban. Hatinya masih terasa janggal jika belum mendapatkannya.

“Tae, apa sekarang masih terasa sakit? Bukankah katamu; memelihara peluru runcing di hatimu itu menyakitkan? Kau baik-baik saja?”

Taehyung mengangguk, “aku baik-baik saja karena ternyata yang peluru itu hancurkan bukan sang terget—tetapi dinding yang membatasinya dengan target yang ditujunya itu. Peluru runcing itu lebih kuat dari dugaanku. Kau hebat, My Piercing Bullet.”

“Huh, tentu saja!” dan mereka tertawa bersama.

***

Junhee berjalan gontai—melewati pintu masuk dengan tubuh lunglai namun wajah tanpa ekspresi. Pikirannya terbang entah ke mana, mungkin masih tertinggal di sana—di penjara khusus untuk menemani Taehyung. Junhee mengabaikan sekitar yang tengah menatapnya aneh. Hingga suara ketukan dari alas sepatu boot seseorang membuatnya menatap lurus ke depan.

Di sana, Im Kinan tersenyum lebar dan merentangkan tangannya—seakan menyambut Junhee dengan suka cita luar biasa.

Dan Junhee tidak tahu apa yang merasukinya sehingga dia tiba-tiba masuk dalam pelukan sahabatnya itu dan menangis, menumpahkan segala gundahnya yang berganti dengan rasa lega juga bahagia.

“Selamat, Jun. Kau menang. Kau mengalahkannya. Kau hebat. Kau yang terbaik,” ucap Kinan tepat di telinga gadis itu, tangannya dengan lembut mengusap punggung Junhee guna untuk menenangkannya.

“Im, aku rasa aku tengah bermimpi. Tapi begitu melihatmu aku sadar bahwa itu nyata. Aku tidak pernah mau melibatkanmu dalam semua mimpiku, jadi kurasa aku tidak sedang bermimpi.”

Kinan tertawa kecil, Junhee lucu sekali. Bisakah dia meluapkan rasa bahagianya dengan cara yang lebih normal? Astaga.

“Im, aku tidak pernah berterima kasih padamu sebelumnya, jadi aku akan melakukannya sekarang.”

“Hah?”

“Terima kasih atas semuanya. Kau yang selalu ada untukku, meyakinkanku dan membantuku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak memilikimu sebagai seorang teman. Aku mungkin akan mati putus asa.”

“Tidak. kau yang melakukannya dengan baik. Berterima kasihlah dengan cara hidup bahagia, okay?”

***

Apa hal yang membahagiakan bagi kalian? apa salah satunya adalah ketika harapan kalian terkabul? Jika iya, Junhee pun merasakannya sekarang. Rasanya bahkan lebih menakjubkan dari saat itu—saat Junhee dinyatakan lulus ujian dan masuk dalam ruang lingkup NIS yang sejak dulu dia impikan. Junhee rasa berkat Tuhan padanya terus mengalir.

Junhee sempat berpikir apakan di kehidupan sebelumnya dia sudah menyelamatkan satu negara? Hingga Tuhan mengabulkan semua harapannya sebaik ini—meski, meski beberapa rintangan dari mulai yang kecil sampai besar menghalangi kedatangannya dan hampir membuatnya menyerah. Tapi, seperti yang Junhee bilang sebelumnya—bahwa melepaskan tidak semudah itu.

Beberapa waktu lalu mungkin adalah ujian atau tes yang harus dia jalani untuk mendapat gelar lulus—membuktikan diri bahwa dia berhak mendapatkannya.
Junhee rasanya ingin menertawai dirinya sekarang, dia akui dia bodoh dan terlalu tanpa perhitungan. Tanpa sadar dia bergerak menjadi pemberontak dan nyaris saja membuat apa yang dia perjuangkan dan dia dapatkan terhempas tanpa sisa.

Itu benar—bahwa manusia harus siap dengan segala situasi dan kondisi apapun yang bisa saja muncul. manusia juga harus tahu akan konsekuensi apa yang akan dia dapatkan jika sudah memilih satu keputusan besar.

Junhee mencitai Taehyung. Itu benar. Junhee tidak akan mengelak. Bahkan setelah mengalami beberapa peristiwa yang tidak bisa dibilang baik, Junhee malah semakin dibuat mengerti akan apa arti seorang Kim Taehyung bagi dirinya, terlebih hatinya. Namun seperti yang kalian tahu, Kim Taehyung bukan seseorang yang bisa dicintai segamblang itu. Status mereka menghadiahkan sebuah dinding yang menjadi pembatas.

Junhee pernah merangkak naik untuk bisa melewatinya, Junhee juga pernah dihempaskan hingga dia kembali menapak tanah saat dia hampir sampai, tapi saat mendapati ada seseorang yang kini mengulurkan tangan padanya—membantunya untuk sampai di titik itu,  itu membuatnya tidak pernah menyesali bahwa dulu dia sempat terjatuh.

Ya, pepatah itu memang benar. Seseorang terjatuh untuk kembali bangkit dan berlari.

Junhee tidak akan pernah menyesal karena sudah mengenal Taehyung. Junhee tidak akan marah pada hatinya yang terarah pada Taehyung. Junhee tidak akan menyalahkan perasannya karena sudah jatuh pada Taehyung. Junhee hanya akan bersuyukur karena sudah diberi kisah yang luar biasa dengan Kim Taehyung sebagai pemeran pendamping. Meskipun perannya adalah sebagai peluru dan Taehyung adalah targetnya.

Setiap tinta yang terukir dalam kisah hidupnya menakjubkan. Tidak semua orang bisa mengalaminya. Sekarang Junhee akan dengan bangga menutup kisah perjuangannya dalam buku, kini semua akan berganti dengan judul baru—kisah yang mungkin akan menceritakan tentang hasil akhir. Pohon yang Junhee tanam sudah berbunga, dan kini Junhee memetiknya dan bisa membaui bunga yang beraroma menakjubkan itu.

Ah, satu lagi, selama ini sebenarnya Junhee keberatan dengan namanya di NIS, The Armor Piercing Bullet—bukankah itu terdengar terlalu mengerikan? Ya, The Armor Piercing Bullet adalah peluru berbentuk runcing yang digunakan untuk menghancurkan segala sesuatu yang melahan lajunya. Perumpamaan terbaik bukan?

Rasanya dia seperti sedang memerankah kisah dari nama salah satu peluru paling mengerikan itu. tapi sekarang, Junhee bersyukur, nama itu adalah nama yang hebat. Dan Junhee bangga nama itu tersemat di belakang namanya.

Nam Junhee—The Armor Piercing Bullet.
Ini adalah salah satu pencapaian terbaik Jungee sebagai peluru. Ya, Peluru runcing itu berhasil menghancurkan diding perbedaan yang menghalanginya dengan sang target. Dan karena target utamanya sudah dipatkan, kisah ini pun selesai.

The End.

THE ARMOR PIERCING BULLET [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang