JILID X [THE SPACE BETWEEN]

627 123 34
                                    

[X] The Space Between

Cause even though I shouldn’t want it. I gotta have it! I want you.


***

Bugh! Bugh! Bugh!

Punggungnya terasa sangat nyeri, pasti akan banyak luka memar yang muncul di sana setelah ini, matanya yang semula terpejam itu kini sedikit terbuka. Dia khawatir pada pria yang sedang dia peluk erat ini.

Saat hendak bertanya pada sosok itu, suaranya kembali tercekat karena Namjoon kembali menendang punggungnya dengan keras.

Sial. Dia tidak kuat lagi. Pegangan tangannya di lengan pria itu sedikit mengendur, namun Junhee masih bisa merasakan pria itu sudah bergerak. Syukurlah.

“Lepas! Lepaskan aku! Lepaskan!” Namjoon harus merelakan dirinya tertangkap sekarang, dia diseret paksa untuk menjauh. Jaehwan memang selalu menjadi yang paling mengerti arti kata ‘saat yang tepat’, kini gadis itu terbebas sepenuhnya dari kebrutalan kaki seorang Kim Namjoon yang kekar itu.

Dengan sisa-sisa tenanganya yang hampir habis, gadis itu memberi intruksi terakhirnya, “Jaehwan, masukan dia ke sel tunggal di lantai tiga. Kurung dia dan buat dia tidak bisa bergerak bebas. Aku akan mengintrogasinya nanti. Dan tolong stabilkan lagi situasi dan kondisi di tempat ini. Kau sudah bisa me-non-aktikannya alarm dengan Nick-Name-mu sekarang.”

“Baik.”

Junhee sudah bisa mendengar suara terikan Nam Joon menjadi samar-samar karena pria itu kini menjauh. Dan dia kembali menjatuhkan pandangannya pada pria yang sejak tadi dipeluknya. Pria yang begitu terlindungi dalam pelukannya.

“Syukurlah, ya, Taehyung.” Tepat setelahnya gadis itu kehilangan kesadarannya dan menjatuhkan kepalanya ke dada bidang Taehyung. Pelukannya melemah meski kedua tangannya masih menelingkupi tubuh pria itu.

Kini giliran Taehyung yang menjadi tumpuan gadis itu. Taehyung yang sudah duduk itu dengan sigap menahan tubuh gadis itu yang mulai tekapar tak berdaya.

Posisi gadis itu memeluk—hingga Taehyung hanya bisa melihat bagian belakang tubuh gadis itu—yang kotor—karena tendangan Namjoon tadi. Kenapa juga Nam Junhee harus selalu betindak gegabah—tanpa pikir panjang?

Melindungi seseorang yang berharga.

Begitukah? Apa Taehyung adalah seseorang yang berharga untuk Nam Junhee?

Mata Taehyung memanas. Tubuh gadis itu begitu lemah. Kesadarannya hilang dan membuat tubuh itu begitu mirip dengan mayat.

Untuk pertama kalinya, Taehyung menangis terisak. “Bodoh. Nam Junhee yang bodoh. Kenapa kau harus melindungiku? Harusnya aku yang melakukannya. Kau selalu saja melukai harga diriku sebagai pria.”

Taehyung mengubah posisi tubuh gadis itu menjadi terlentang. Dan tepat setelahnya, beberapa oang dengan serempak masuk ke dalam sel miliknya dan menjauhkan gadis itu dari jangkauannya.

Dia membaringkan tubuh Junhee di lantai.

“Jun! Jun! Kau baik-baik saja? Jawab aku, Jun?!” seoang gadis yang memakai seragam sama persis dengan Junhee itu mulai menepuk-nepuk pipi Junhee. Gadis itu memakai jas dokter di luar seragamnya.

“Min Gyu. Dia harus di bawa ke Rumah Sakit. Tubuhnya lebam di semua tempat. Aku takut ada tulangnya yang patah,” ucap gadis dengan jas dokter itu. Ya benar. Kini ruam lebam itu mulai terlihat dari kulit Junhee yang pucat.

Min Gyu mengangguk. “Bereskan semua kekacauan di tempat ini. pastikan semua tahanan tetap ada di selnya masing-masing. Aku harus mengantar Kepala Pengawas untuk diobati.” Keadaan genting di tempat ini sudah bisa dikendalikan.

Min Gyu sebenarnya juga dibuat terkesiap. Dia pikir keadaan akan lebih buruk dari bayangannya. Nyatanya tidak. hanya satu lingkup saja yang kacau. Selebihnya normal, hanya pelu proses pe-non-aktifan alarm saja, dan selesai. Dia tahu, Junhee adalah tipe yang selalu mementingkan kepentingan sekitarnya.

“Siap.”

Min Gyu segera memanggil petugas Rumah Sakit yang sengaja dia panggil untuk bejaga-jaga. “Ayo pergi.”

“Um.”

Tanpa memedulikan Taehyung yang masih bediri di sudut ruangan, orang asing yang semula memenuhi ruangan ini kembali menghilang. Dan dia akan tetap berakhir di sini—tekunci—sendirian. Tubuh pria itu merosot ke lantai. Isakannya mulai terdengar saat kepalanya hanya mampu dia tumpukan pada lutunya yang terlipat.

“Jun…,” panggilnya di sela tangisan.

Sedangkan gadis yang namanya terus dia panggil itu kini sedang berada di dalam mobil. Tzuyu begitu panik setelah dia mendapat panggilan dan Nayeon dan hampir saja melupakan perlatan—pertolongan pertama miliknya jika saja Min Gyu tidak menyertainya ke tempat dinas gadis itu.

Mereka Min Gyu—Tzuyu dan tubuh Junhee yang babak belur sedang berada dalam mobil ambulance yang secepat kilat melaju menuju ke Rumah Sakit.

Min Gyu masih mengamati apa yang Chou Tzuyu lakukan. Gadis itu masih berkutat dengan selang, jarum, dan satu labu cairan infuse. Juga tangan Junhee yang tak bergerak.

Sesekali Tzuyu mencuri-curi pandang pada sosok di depannya, dan melihat apa yang pria itu lakukan, gadis itu hanya bisa menghembuskan napas kasar.

“Daripada hanya menonton, bukankah akan lebih baik kalau kau menolongku—memegang labu ini. Pak Kepala? Tidakkah kau melihat aku kesulitan karena hanya memiliki dua tangan?” Sakartis. Dingin. dan sedikit tedengar menjengkelkan. Itulah yang akan terjadi jika Min Gyu dan Tzuyu ada dalam tugas yang sama.

Min Gyu merubah posisi duduknya menjadi tegap. “Kau sama sekali tidak terlihat kesulitan karena kau sangat terampil. Dan kau tidak meminta tolong padaku. Jadi—“

“Ah, baiklah. Baiklah. Min Gyu, bisa tolong bantu aku memegang benda ini?” Tzuyu berucap sangat manis dan wajahnya berubah menjadi memelas. Namun tahukah kalian jika dalam hatinya dia ingin sekali muntah?

“Tentu saja, Nona cantik. Kemarikan padaku. Kau memintaku untuk memegangnya seumur hidup pun aku mau,” balas Min Gyu tak kalah manis.

Ah, Tzuyu semakin mual mendengarnya.

THE ARMOR PIERCING BULLET [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang