"Jeno"
"Jen"
Masih tak ada sahutan. Pemuda bersurai hitam legam tersebut hanya diam. Fokusnya masih terkunci pada jilid lembaran penuh rumus yang ada di hadapannya.
"Je—"
"APA?!"
Anma tersentak, dari semua hal yang sudah ia lakukan pada pemuda itu, tak pernah sekalipun Jeno membentaknya.
Selama tujuh belas tahun ia hidup di dunia, hanya ada dua orang yang berani membentaknya. Yang pertama kakeknya dan yang kedua adalah guru taekwondonya. Namun sekarang ada tiga dengan Lee Jeno.
Sekarang mereka tengah berada di perpustakaan. Tak seharusnya pemuda terpelajar seperti Jeno berteriak di tempat semacam ini.
Anma masih saja diam, bibir ranum itu masih bungkam. Hingga akhirnya ia tersadar saat pemuda Lee mulai mengemasi bukunya dan beranjak pergi.
"Gue sayang banget sama lo, Jen"
Gadis tersebut berdiri di hadapan Jeno. Bergeming melawan hening. Berusaha menahannya agar tetap tinggal.
Jeno hanya mendengus kemudian mendorong bahu gadis itu agar menyingkir dari hadapannya. Kemudian ia berlalu tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Anma hanya tersenyum kecut. Sampai kapan hati sedingin es itu akan mencair. Rasanya dia sudah ingin menyerah saja, namun apalah daya penyakit bucin sudah menggerogoti hatinya.
"Ngapain lo berdiri disitu kaya orang bego?"
"Stt berisik, Jaemin"
Setalah itu Anma langsung beranjak dari perpustakaan. Jaemin hanya mengendikkan bahu tak peduli. Sebenarnya dia tadi tak sengaja menyaksikan kejadian memilukan itu.
Oh ayolah dia manusia normal yang seluruh organ dan indranya masih berfungsi. Ia akui, Anma adalah gadis yang kuat, berulang kali diabaikan tapi masih tetap memprioritaskan.
"Anma lo bukan hujan yang rela datang hanya untuk dijatuhkan lagi dan lagi"
Jaemin berujar lirih. Lelaki tersebut tersenyum nanar. Merasa iba pada gadis yang dulu pernah ia puja. Ya, Jaemin pernah menaruh hati pada Anma pada saat masuk tahun pertama sekolah mengah atas. Namun lagi-lagi dengan alasan yang sama ia harus berlapang dada.
Menerima kenyataan bahwa dia sudah kalah, dengan pemuda bermata elang itu. Semua perhatian dan hati yang sudah ia berikan masih belum bisa membuat Anma untuk lepas dari jerat cinta beracun dari Lee Jeno.
"Anma, lo pantes bahagia"
Di lain sisi, kedua betis gadis itu terus menapak di jalanan berbatu taman belakang sekolah elit di jantung kota ini.
Langkahnya terhenti, tungkainya lemas, tubuhnya menegang dan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
Di depan sana ia melihat murid baru itu tengah berhadapan dengan sang pemuda es. Entah apa yang sedang mereka berdua bicarakan. Jarak Anma dan mereka cukup jauh, rungunya tak mampu menangkap suara kedua manusia itu.
Untuk beberapa saat Anma masih tetap pada posisinya. Sampai mereka berdua beranjak pergi dengan si gadis yang merangkul lengan sang adam.
Ini aneh, bagaimana bisa Jeno hanya diam saja? Padahal biasanya dia akan langsung marah apabila ada yang berani menyentuh barang seujung rambut saja tanpa seizinnya.
Apa Jeno sudah mengizinkan gadis tersebut menjamah kulit sepucat kertas itu?
Lagi-lagi rasa itu hinggap. Dadanya sesak. Tak bisakah sehari saja Anma tak kesakitan.
— K A R M A —
KAMU SEDANG MEMBACA
「 𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 - 𝐥𝐞𝐞 𝐣𝐞𝐧𝐨 」✔
Fanfiction[𝗟𝗘𝗘 𝗝𝗘𝗡𝗢 𝗙𝗔𝗡𝗙𝗜𝗖𝗧𝗜𝗢𝗡] 𝙸𝚗𝚐𝚊𝚝𝚕𝚊𝚑 𝚓𝚒𝚔𝚊 𝚔𝚊𝚛𝚖𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚊𝚍𝚊 𝚍𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚝𝚞𝚓𝚞 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚙𝚎𝚛𝚗𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑! ©nadlynx 2018