Setelah kemarin upacara kelulusan diadakan, hari ini merupakan waktu dari acara prom night.
Semua wajib datang, mengenakan pakaian serba monokrom. Pasangan prom akan diundi pada saat acara dimulai nanti.
Tenang saja, jumlah siswa dan siswi di Crysantae Highschool dalam satu angkatan selalu sama, tak perlu risau apabila berpikir tak punya pasangan.
Berdo'a saja semoga tak ada yang izin maupun sakit. Agar mereka semua dapat berdansa dibawah sinar rembulan yang temaram.
Anma berangkat dengan para sepupunya, menggunakan Limousine milik keluarga mereka. Meskipun telah memiliki pasangan, mereka tak lupa pada saudara sedarah.
Itu bukanlah hal yang berlebihan. Event seperti ini menjadi ajang bagi para konglomerat menunjukkan seberapa sejahtera kehidupan mereka.
Walaupun mereka ramah dan dermawan, angkuh dan sombong tetap ada walau tak dominan. Penyakit orang kaya memang demikian.
Hyunjin turun terlebih dahulu, disusul Yunseong, Yeji dan yang terakhir Anma.
Persis seperti para bangsawan yang turun dari kencana. Siluet ke-empatnya yang berjalan berdampingan di lobby hotel menjadi pemandangan paling epik di Crysantae Hotel.
Sudah ada Nancy yang duduk anggun menunggu sang pangeran untuk digandeng bersama ke lantai acara.
Seperginya Hyunjin dan Nancy, Yeji pun ikut berlalu bersama Seungmin meninggalkan Anma dan Yunseong bersama yang lain.
"Gue mau ke atas, Yireon udah di sana katanya. Lo gimana?" Kata pemuda tersebut memecahkan keheningan yang sempat tercipta.
"Duluan aja. Sini gue rapihin dulu" kemudian Anma membenarkan tatanan rambut Yunseong serta dasi kupu-kupu pemuda itu.
"Lo yakin?" Tanya Yunseong memastikan.
"Iya bawel, udah sana cepet kasian temen gue nungguin" Yunseong pun melangkah ke arah elevator dengan penuh wibawa. Raut wajahnya yang biasanya nampak kosong, malam ini terlihat begitu bijaksana. Beda dari biasanya.
Selang beberapa saat datanglah orang yang ditunggu-tunggu. Sosoknya yang tinggi tegap semakin tampan dibalut setelan jas mahal dan dahi bangsat yang dibiarkan terlihat.
Aura yang dikeluarkan juga tidak main-main, kesan maskulin begitu mendominasi. Siapa saja yang melihat seakan enggan mengalihkan pandangan. Semempesona itu malam ini sosok tuan Lee.
Ya, dia adalah Lee Jeno.
Setelah semalaman berpikir, akhirnya gadis tersebut mengiyakan tawaran dari sang mantan pujaan.
Anma pikir mengapa tidak, mungkin ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya ia disandingkan dengan Jeno. Anggap saja ini kenang-kenangan sebelum perpisahan yang sebenarnya benar-benar memisahkan keduanya.
Dari jauh Jeno tersenyum, membuat matanya menjadi segaris selaras dengan bibirnya yang juga ikut melengkung ke atas.
“Sorry, buat lo nunggu”
“No prob”
“Seharusnya lo mau gue jemput”
Dibanding menjawab pertanyaannya, Anma lebih memilih untuk menggandeng lengan Jeno dan segera melangkah ke tempat acara.
Asal kalian tahu saja, Anma hanya perempuan. Ia juga lemah, hatinya mulai gundah. Diperlakukan bak tuan putri oleh orang yang pernah menjadi pusat dunianya.
Tapi Anma masih waras, gadis itu sadar betul siapa pemuda yang tengah mengapit lengan kanannya dengan erat seakan tak mau terlepas barang sedetik lambat.
Dia Lee Jeno, pusat dari semestanya, dulu kala.
Biar malam ini saja mereka berdua melupakan segalanya. Mengabaikan pedih yang diseduh hati. Menghiraukan semua yang pernah mereka alami sebelumnya.
Mereka juga ingin bahagia tanpa beban, ringan. Tanpa ada kenangan kelam dan jua lebam yang tak kunjung hilang.
Biar malam ini mereka saling mendekap. Berdansa dibawah sinar rembulan temaram dengan ribuan bintang. Seisi Bimasakti seakan jadi saksi. Bagaimana keduanya yang sama-sama menikmati, saling mencintai, tapi lebih memilih pergi.
Biar sasmita yang mengabadikan semuanya. Memori malam ini, begitu indah untuk dilupakan, namun sangat sakit untuk dikenang.
Kurvanya menutup, tak ada satu kata pun yang keluar malam itu. Untuk apa menguntai kata kalau keduanya sudah merasa.
Rooftop hotel seakan jadi lembah yang indah bagi keduanya. Saling merangkul dengan senyuman paling menawan, menyaksikan Andromeda yang tengah menatap iri pada mereka.
Hiraukan saja mereka yang tengah bersuka ria di Ballroom sana, lantai tertinggi gedung pencakar langit dan rasi bintang yang berkilauan menjadi landskap paling menajubkan.
Bersama dengan semilir angin malam yang menerbangkan anak rambut si hawa yang saat ini terlihat begitu menawa. Sang adam tersenyum menyaksikan, membuat dirinya berjuta kali lebih tampan.
Semua mengalir bagai air, saat manik keduanya bertabrakan dan dahi yang saling disandingkan. Dan puncaknya adalah saat sang adam memagut mesra bingkai tunggal milik hawa.
Keduanya sama-sama sadar, percaya bahwa ini semua nyata, membiarkan raganya bergerak sesuai apa yang semesta minta. Semuanya larut dengan khidmat tanpa ada sedikitpun keraguan.
Saat tautan keduanya terlepas, jatuh sebulir kristal dari manik ganda si adam. Anma tersenyum, menghapus jejak lara di pipi pusat dunianya dan kembali menyatukan pagutan mereka.
Malam berlalu dengan sunyi, seakan seisi alam tengah mengharu menyaksikan kisah pilu dua insan yang kasmaran.
Walau si empu mengelak, tapi Tuhan tau. Dia tahu siapa pemilik sebenarnya dari hatinya, meski yang punya selalu menampik, mencoba membakar habis semua rasa agar kisah keduanya tak semakin pelik.
Tapi seperti yang sudah-sudah, Yang Maha Kuasa selalu punya cara, mengembalikan apa yang sudah menjadi takdirnya.
Ingatlah bahwa karma itu ada, dan yang dituju tidak pernah salah.
Bagi Jeno, ini adalah bahagia selepas berduka.
Bagi Anma, ini adalah balasan selepas menahan.
Dan bagi Tuhan, ini adalah ganjaran dari semua perbuatan.END
KAMU SEDANG MEMBACA
「 𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 - 𝐥𝐞𝐞 𝐣𝐞𝐧𝐨 」✔
Fanfiction[𝗟𝗘𝗘 𝗝𝗘𝗡𝗢 𝗙𝗔𝗡𝗙𝗜𝗖𝗧𝗜𝗢𝗡] 𝙸𝚗𝚐𝚊𝚝𝚕𝚊𝚑 𝚓𝚒𝚔𝚊 𝚔𝚊𝚛𝚖𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚊𝚍𝚊 𝚍𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚝𝚞𝚓𝚞 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚙𝚎𝚛𝚗𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑! ©nadlynx 2018