25

797 59 20
                                    

Jam didinding masih menunjukkan pukul 05:45.

Elis memasukkan dompet dan beberapa perincingan Bangtan ke tasnya, termasuk Armybomb yang beberapa hari lalu datang ke dromnya. Meninggalkan itu semua di ruang tengah, Elis kembali masuk berjalan masuk ke kamarnya.

"Eonni, aku akan berangkat" ucapnya di muka pintu kamarnya yang terbuka.

Yuji yang duduk di atas kasurnya menoleh "Apa ini tidak terlalu pagi?"

Elis tersenyum kecil, ya ini memang masih terlalu pagi. Tapi apa daya, Ana yang menyuruhnya untuk datang ke hotelnya dulu. Tiga hari yang lalu, Ana pindah ke hotel. Katanya tak enak jika terlalu lama di drom, padahal semuanya juga tak keberatan jika dia menginap sampai hari kepulangannya ke indonesia.

"Mau Eonni antarkan?" tanya Saara berdiri di sampingnya.

Elis menoleh ke samping "Tidak perlu Eonni,  aku bisa sendiri"

Saara hanya mengangguk dan berjalan melewatinya masuk ke kamar.

"Kalau begitu, aku berangkat" ucap Elis dan dijawab dengan anggukan serempak dari eonninya.

"Bawa jaketmu, diluar pasti dingin." seru Yuji.

Seperti yang dikatakan Yuji tadi, udara pagi ini cukup dingin sampai Elis memasukkan kedua tangannya ke saku jaketnya setelah sebelumnya merapatkan jaketnya. Padahal ini sudah masuk ke musim panas, tapi tetap saja pagi hari masih terasa dingin.

Setelah turun dari bus yang cukup sepi mengingat ini masih pagi, Elis berdiri di halte bis, mengambil ponselnya di saku dalam jaketnya. Lalu mengirim pesan pada Ana bahwa dia sudah sampai ke halte yang di suruhnya.

Mendengus sedikit kesal tak habis pikir, bagaimana bisa Ana mengganti tempat pertemuannya sesaat setelah ia sampai di depan hotelnya tadi. Dia sudah sampai, tapi harus berjalan memutar sekali lagi karna nyatanya Ana sudah pergi lebih dulu ke tempat yang bahkan tidak di ketahui Elis.

"Elis!" seruan suara yang sudah sangat ia kenal melengking memanggilnya dari arah kanan.

Elis menoleh, mendapati Ana yang tengah melambai dengan wajah sumringah. Dia mengenakan mantel hitam selutut dengan rapat dan scraff kuning melilit di lehernya juga sepatu merah yang sangat kontras dengan celana putih yang ia kenakan. Sebuah perpaduan warna yang benar-benar gila.

Elis sedikit tergelak sambil berjalan mendekat ke arah Ana, gadis itu sama sekali tidak malu dengan penampilannya yang terkesan nyetrik dan amburadul serta sangat mencolok. "Aku malu berjalan denganmu Na" ucapnya saat sudah di depan Ana.

"Jangan banyak komentar, aku tadi terburu-buru"

Elis tergelak lagi, dia melajukan langkahnya beriringan dengan Ana yang kini menggandeng tangannya. "Apa kau lupa sekarang sudah musim panas?"

Mengerti arah pembicaraan ini, Ana menatap Elis sambil tersenyum menampakkan giginya. "Hehe.. Tapi masih dingin di pagi hari. Jadi aku pake mantel ajah."

Keduanya tertawa kecil. Mereka berjalan, lurus lalu berbelok beberapa kali. Sebenarnya Elis ingin menanyakan kemana dirinya dan Ana akan pergi, tapi gadis itu memilih bungkam saat Ana menjawab "Langkahkan saja kakimu, jangan banyak tanya. Nanti juga tau sendiri sama tempatnya."

Elis menyernyit, melihat dimana kini dia berdiri.

"Sampai!" seru Ana.

"Taman?"

Mereka kini ada disebuah taman, Elis tidak tau pasti ini taman apa, yang ia tau dirinya tak pernah sekalipun pergi kesini.

Tempatnya cukup sepi, hanya ada beberapa orang dan beberapa pedagang yang menjual kacang panggang. Ana menarik lengan Elis, berjalan menelusuri taman itu lebih dalam dengan senyum ceria di wajahnya. Dia berhenti di tengah jembatan kayu–atau besi yang di cat seperti kayu. Mengekuarkan dua gembok kecil dari dalam tasnya, dia memberikannya satu pada Elis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Trainee (Hiatuuuusssss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang