3. Bayanganmu

172 23 25
                                    

Bissmillah
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh

Yang kucetak miring itu harusnya ngomong bahasa asing. Supaya nggak repot terjemahan, jadi kuketik pakai bahasa Indonesia.

Mohon krisarnya

Suhu udara yang dingin semakin membuat tubuh malas sekedar bangun dari pembaringan. Itulah yang dirasakan Thau saat ini. Mengubah posisinya dari telungkup menjadi miring, menyesuaikan kenyamanan pada ranjangnya. Thau tidak peduli sudah pagi ataupun siang, yang ia tahu hari ini adalah hari liburnya setelah hampir seminggu belakangan sibuk dengan urusan kantor. Terdengar ketukan pintu dan tak lama suara pintu berderit.

"Pagi, Tuan Thau. Sarapan Anda sudah siap. Nyonya meminta saya untuk membangunkan Anda." Annisa, pelayan rumah yang berkebangsaan Indonesia itu segera menarik tirai yang menutup jendela kamar.

"Kenapa kau buka tirai itu, Nisa!" geram Thau saat tidurnya terganggu karena cahaya dari luar membuat kamarnya semakin terang. Walau tidak ada cahaya matahari karena sudah memasuki musim dingin tetap saja cahaya pagi membuat ruangan besar bak mewah ini menjadi terang.

"Maaf, Tuan. Ini sudah hampir mendekati akhir waktu sarapan. Dan juga, teman Tuan sudah menunggu di bawah," sahut Annisa setelah mengikat kedua tirai agar bisa saling terbuka.

"Teman, siapa?" Thau bangkit dan terduduk dengan mata menyorot tajam pada Annisa.

"Nona ... Syahirah," jawab Annisa takut-takut dengan senyum dipaksakan.

"Syahirah! Sejak kapan dia di sini?"

"Satu jam ... yang lalu, Tuan." Mata gadis itu terpejam sebentar lalu membuka kembali serta menggigit bibir dalamnya. Ia sungguh takut jika tuannya marah karena tidak membangunkan lebih awal.

Dengan segera Thau bangun dan keluar dari kamarnya. Annisa mengucap syukur berulang, setidaknya ia aman dari amukan tuannya pagi ini. Karena dulu saat Syahirah ke rumah tuannya, Annisa telat memberitahu. Annisa mengingat betul saat itu tuannya sedang bersama model cantik—Gisella. Untuk berdiskusi tentang model brand-nya. Dan hampir setengah hari Syahirah menunggu di ruang depan. Setelahnya Syahirah melihat Thau keluar dari sebuah ruang kerja bersama dengan Gisella. Lantas membuat Syahirah marah dan pergi begitu saja. Saat malam, setelah Thau pulang kembali ke rumah dan menjelaskan pada Syahirah, Annisa sontak mendapat amarah dari tuannya itu. Dari situ Annisa enggan bermasalah dengan tuannya lagi. Ternyata tuannya jika sedang marah sempat membuat Annisa ingin berhenti kerja.

"Sejak kapan di sana?" tanya Thau ia bergegas mencuci wajah di wastafel dekat ruang makan. Karena saat ini Syahirah berada disana.

"Satu jam yang lalu. Kamu tidur seperti kerbau? Ck! Aku bahkan sudah selesai sarapan dengan ibumu." Syahirah menyiapkan sarapan untuk Thau di piring yang kosong, bersisian dengan tempat duduknya.

"Tolong jangan pakai selai coklat, aku tidak suka. Tambahkan saja butter dan sosis. Dan secangkir kopi." Thau sudah duduk di sebelah Syahirah, memandangi Syahirah yang terampil menyiapkan sarapan untuknya.

"Yakin kopi di pagi hari?" Thau mengangkat bahunya asal, lalu memakan roti yang telah dioles butter. "Kamu juga harus makan buah. Supaya seimbang. Lihat wajahmu, pucat, seperti tidak ada aliran darah." Syahirah bergeleng pelan. Kekehan kecil didapat dari Thau.

"Kenapa kamu tertawa! Aku benar, kan? Kulitmu itu sudah seperti mayat hidup." Dan tawa Thau pun tak tertahan lagi. Sungguh, Syahirah seringkali membuat dirinya penuh dengan kebahagiaan. Memang benar Syahirah tidak sedang men-candainya, tapi nada perempuan itu seperti seorang ibu yang memarahi anaknya.

Kamu, Abu Thalhah-KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang