9. Perkara Hati

106 19 5
                                    


Setengah tahun yang lalu ....

Gumpalan-gumpalan putih jatuh, terasa dingin mengenai wajahnya. Desember, musim dingin itu tiba bersamaan dengan kehadiran kalbu yang sendu. Terkadang sesuatu yang diharapkan tak bisa jadi kenyataan, tapi pasti akan ada ganti yang lebih baik. Hati yang berharap kepada Sang Pencipta akan menuai cita, sedang hati yang berharap pada makhluk akan menuai duka. Begitulah hukumnya.

Bekas tapak kaki jelas terlihat pada tanah yang sudah tertutup tebal dengan salju seputih kapas. Syahirah melangkah perlahan menuju sebuah gedung tinggi, sesekali angin di Munchen mengeliuk begitu kuat, hingga menerbangkan sebagian outernya, karena udara begitu dingin Syahirah memakai baju berlapis ditambah jaket tebal. Agaknya cuaca di sini tidak begitu bersahabat dengan gadis itu.

Mengusap kedua telapak tangan yang tertutup glove, lalu meletakkan di kedua pipinya. Rambut dikepang seperti Elsa Frozen, mencuat beberapa helai.

"Gila sih! Dingin banget. Ketauan banget ya aku kampungan. Nggak cocok tinggal di luar negeri," monolognya. Melihat sekilas jam di pergelangan tangan pukul 09.00 pagi dan udara dingin masih begitu menusuk ditambah salju yang terus turun sedikit demi sedikit. Apalagi semalam terdapat badai. Sisa-sisa angin masih berdatangan.

Bunyi ponsel menghentikan langkah gadis itu, tertera nama 'Mr. Annoying', senyumnya merekah tak lama meredup saat diangkat bukanlah sang pemilik telepon yang menjawab.

"Hah? Yang benar? Ini lagi mau jalan ke kantornya. Sekarang dia di mana?"

"..."

"Oke, tunggu sebentar. Aku segera ke sana."

"..."

"Ya, tunggulah. Akan aku matikan."

Syahirah cemas bukan main, kenapa orang itu belum bisa merubah sifatnya.

***

Tertulis Boilerman Bar, bar bergaya hamburg yang didekorasi dengan rapih. Terdapat pada lantai lobi hotel Royal Bavarian. Syahirah melihat ke arah salah sudut bar. Di sanalah orang yang sempat membuat gadis itu merona hanya melihat nama di kontaknya.

"Albert, kenapa dia bisa di sini?"

"Maafkan aku Nona Syahirah karena memanggilmu. Tuan tidak sadarkan diri dan selalu menyebut namamu, maka kupanggil kamu ke sini." Dilihat Syahirah menghembus napas kasar. "Semalam Tuan Thau diajak makan malam bersama Nona Elyana. Aku pun tidak ikut, karena beliau tidak mengizinkan."

"Elyana? Siapa dia?"

"Sahabat Tuan Thau saat kuliah dulu. Dan juga aku mendapat kabar dari pihak bar bahwa tuan tidak sadarkan diri, sedang Nona Elyana tidak aku jumpai di manapun."

Syahirah menimang-nimang pemikiran yang ada di dalam otaknya. Begitu banyak pertanyaan tentang Elyana dan hubunganya dengan Thau. Sahabat mengajak makan malam sampai tidak sadarkan diri, wajarkah itu?

Selama dengan Syahirah pun, Thau tidak pernah membicarakan tentang sahabatnya. Dia hanya akan selalu bersemangat membahas pekerjaan dengan Syahirah, yang memang merupakan salah satu pekerja aktif dan kreatif. Ide-idenya seringkali masuk ke dalam perusahaan Anoel, tapi siapa sangka bahwa ia hanya seorang sekretaris yang merangkap menjadi asisten produksi.

"Ya sudah, ayo antarkan ke apartemennya. Oh ya, jangan bilang pada bosku kalau aku bersama tuanmu, oke!" Albert menyetujui dan mereka menuju apartemen Thau yang tidak jauh dari bar tersebut.

***

Sungguh, wanita mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun. Namun, tidak sanggup menyembunyikan cemburu meski sesaat. Begitulah perkataan Ali bin Abi Thalib.

Kamu, Abu Thalhah-KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang