11. Rindu Mommy

115 17 5
                                    


Disaat seperti ini yang teringat oleh Syahirah adalah mommy. Semenjak menikah, wanita itu jarang menjumpai keluarganya. Pekerjaan dan urusan rumah tangga selalu menyita perhatian. Memang benar, tempat ternyaman adalah keluarga sendiri. Tempat mengadu, bermanja, bahkan tempat berlindung dari mulut-mulut jahat. Resiko berumah tangga ada saja ujiannya bahkan dari orang terdekat sekalipun.

Pernikahan mereka masih terbilang muda, tapi keluarga Anoel justru mendesak agar mereka segera punya anak. Terlebih ibu Anoel, selalu mengatakan alasan yang sama.

"Kamu nggak berniat nunda kan, Sya?" Syahirah menatap sang ibu mertua dengan was-was.

"Maksud Mama?"

"Iya, nunda kehamilan. Nggak kan, Sya? Mama nggak suka ya kalau kamu sampe nunda. Lihat suami kamu usianya sudah nggak muda lagi. Umur segitu harus sudah punya dua anak."

Syahirah termenung, selalu saja ibu mertuanya menuduh bahwa ia yang tidak ingin punya anak dahulu. Padahal baik Syahirah dan Anoel tidak pernah ada rencana menunda kehadiran si kecil.

"Nggak Ma, kami nggak ada niat seperti itu. Memang belum waktunya." Syahirah membenahi beberapa adonan yang telah jadi.

Waktu itu mereka mengobrol saat mama datang berkunjung setiap dua minggu sekali sekaligus mengajari Syahirah belajar membuat kue. Maklum saja, sebelum menikah jangankan bmembuat kue ia bahkan tak pernah menjejalkan tangannya pada spatula dan bahan-bahan masakan. Sehingga setelah menikah Syahirah diajarkan habis-habisan oleh mama mertua tentang menjadi istri yang benar. Awalnya Anoel menolak, bagaimana pun ia tidak ingin membuat Syahirah merasa tak nyaman dengan ikut campur mama, tapi istrinya itu menolak niat baik sang suami. Bukan tidak menurut, hanya saja ia perlu mencari perhatian juga pada ibu mertua. Seperti kata orang, dekati dahulu keluarganya baru dekati anaknya.

Terasa tepukan lembut di bahu, tersadar dari lamunan, Syahirah melengok ke kiri.

"Kamu kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa, Mas." Begitulah wanita selalu bilang tidak apa-apa, padahal menyimpan banyak hal.

Mengerti keengganan sang istri untuk mengungkap hal yang dipikirkan, Anoel melangkah menuju lemari pakaian. "

Kalau kamu ada apa-apa bilang saja."
Syahirah tersentak membenarkan duduknya di sofa kamar. Anoel seperti tahu apa yang dipikirkan sang istri. "Aku berhak tahu keadaan kamu." Pria itu melepas kemeja yang sedari pagi terpasang di tubuhnya. Menyisakan kaos dalam putih. Ia bergegas menuju kamar mandi. Rasanya ia ingin menyegarkan diri, setelah hampir seharian berurusan dengan kerjaan. Dilihat sekilas istrinya itu masih enggan bercerita. "Aku tunggu cerita kamu setelah mandi ya," katanya lembut. Mengusap sekali puncak kepala sang istri yang rambutnya tergerai, lantas memasuki kamar mandi.

Sedang Syahirah tetap terdiam, pikiran ia berkelana entah ke mana. Ucapan sang mertua membuat gusar. Bagi sebagian wanita yang telah menikah kehadiran anak menjadi pelengkap kehidupan mereka. Dering gawai memecah keheningan. Terpampang nama 'Mommy Sayang' membuat Syahirah mengulas senyum. Diambilnya gawai yang terletak di ranjang—mengangkat panggilan.

"Wa'alaikumussalam. Mom!" sahut Syahirah. Ia membenarkan duduk di sofa.

"Eh, anak Mommy kayaknya lagi seneng banget." Syahirah tersenyum, ia memang sangat merindukan sang ibu. "Ada apa nih?"

"Mommy! Sya kangen banget banget banget!" jeritnya tak tahan. Disaat down selalu saja ada pelipur lara.

"Mommy juga kangen dengan Sya. Kamu semenjak nikah lupa ya punya orang tua. Mommy sudah sendiri, terus kamu tinggalin sendiri. Makin sendiri lah Mommy ini." Syahirah terkekeh. Manjanya mommy kumat.

Kamu, Abu Thalhah-KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang