8.2 Berubah

164 21 44
                                    

Rinai itu mungkin menutupi pemandangan di depan sana, tapi aroma tetesan yang jatuh ke bumi seakan menggantikan suasana menjadi sendu. Petrichor. Bukan hal yang tabu bagi sebagian orang, aromanya mampu mengingatkan kembali kenangan-kenangan yang terkubur.

Bahkan di artikel dalam jurnal Nature, Isabel Joy Bear dan Roderick G. Thomas menjelaskan bahwa bau tersebut berasal dari minyak yang dikeluarkan oleh tumbuhan tertentu saat cuaca kering, kemudian minyak tersebut diserap oleh tanah dan batuan yang terbentuk dari tanah liat. Ketika hujan turun, minyak tersebut dilepaskan ke udara bersama senyawa lain bernama goesmin, produk sampingan metabolisme aktinobakteri yang dikeluarkan oleh tanah basah dan menghasilkan bau yang unik.

Sesekali tangan itu mengulur ke arah luar jendela, menikmati rintik yang jatuh di permukaan kulit. Merasakan air yang meresap hingga ke bagian dalam. Nampak terasa segar, dilihat kedua mata itu memejam, lengkungan dari kedua sudut menguar, siapapun yang melihatnya pasti akan tertular dengan sindrome lengkungan itu.

"Loh, kamu masih di sini?"
Seseorang berbalik arah menatap pintu yang terbuka.

"Iya, aku pikir lebih baik tunggu kamu. Bagaimana, apa sudah selesai?"

"Sudah kok. Ayo kita makan!" serunya semangat.

"Kamu tahu, tadi Pak Anton saat rapat mau menginvestasi sahamnya ke perusahaan."

"Serius, Mas? Kok bisa?" Wanita itu memakai sabuk pengaman dan mobil mulai berjalan.

"Bisa, aku sudah menyiapkan memang jauh-jauh hari untuk presentasi kali ini. Kamu tahu kan Pak Anton salah satu orang terkaya di kota ini?" Syahirah mengangguk. "Makanya itu, aku, Martini, Dion dan Gofar sudah mempersiapkan dengan matang agar Pak Anton mau berinvestasi di sini. Dan alhamdulillah-nya beliau mau." Anoel mengatur gigi mobilnya, mulai hari ini dan kedepannya Anoel sudah tidak diantar oleh Andra, pria itu ditugaskan menjadi sopir kantor. Tentu saja Andra senang, ia tak akan kerepotan lagi dengan segala curhatan bosnya.

"Makan apa?" Melihat sekeliling jalanan dari dalam mobil, mereka berada di sebuah pasar, seperti pasar malam hanya saja ini baru jam lima sore di dalamnya banyak sekali jajanan. Mulai dari makanan ringan dan berat.

"Aku lagi kepengen bebek goreng itu deh, Mas. Pake sambal ijo, enak kali ya?" Syahirah menatap Anoel dengan memohon. Pasalnya Anoel tidak begitu suka makanan dari olahan bebek.

"Kamu tumben mau bebek, pas aku yang nggak suka." Raut Anoel masam.

"Ayolah sekali ini aja temenin makan bebek. Aku nggak minta setiap hari juga kan? Ya ya ya?" Wanita dengan pashimana merah jambu itu menarik lengan suaminya.

"Tapi aku nggak makan ya, cuma nemenin. Aku mau makan yang lain saja," balasnya.

"Yah, kok gitu? Aku maunya kamu juga makan. Ayolah, sekali aja kok. Ya, Mas!" Itu bukan lagi pertanyaan, tapi penegasan dari istrinya. Lagipula aneh sekali Syahirah, tidak biasanya bersikap manja. Anoel hanya mengangguk lesu, sedang sang istri tersenyum lebar.

***

Satu piring bebek goreng sambal ijo tertata di depan mereka. Ya hanya satu piring. Anoel memaksa agar makan satu piring berdua saja, dikarenakan lelaki itu mana mungkin menghabiskan satu porsi bebek goreng, secuil pun dia tak akan mau.

"Mas aaa! Buka mulutnya." Syahirah sejak tadi memaksa suaminya, tak mengindahkan tatapan orang-orang yang melihat mereka. Mungkin ada yang berpikiran bahwa itu romantis mungkin juga ada yang berpikiran itu norak. Hati manusia siapa yang tahu kecuali manusia itu sendiri dan Tuhan-nya.

"Sudah ya, aku sudah tiga suap loh, Sya. Nggak sanggup lagi. Aku memang nggak alergi, tapi kejadian masa kecil buat aku trauma sama bebek. Sudah ya?" Anoel mengarahkan tangan Syahirah agar turun dari depan mulutnya.

Kamu, Abu Thalhah-KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang