Ketika engkau jadi suami, maka engkau adalah Abdullah. Hamba Allah. Engkau melaksanakan perintah-perintah Allah.
****
Derap langkah memenuhi gedung tinggi di pusat kota. Sebagian aktivitas telah dimulai dan beberapa karyawan ada yang baru saja datang.
Sepatu hitam mengkilap mengerungi penglihatan Syahirah. Ia yang baru saja hendak turun ke lantai satu mengambil beberapa berkas. Terlihat formal, jas dan dasi terpasang sangat baik. Pria bermata hitam dengan sedikit kumis tipis berdiri menjulang di hadapannya.
"Morning." Senyuman menghias pemuda itu. "Kamu Sulaimah Syahirah?" tanyanya dengan bahasa Inggris.
"Ya, siapa ya?" Syahirah terdiam. Ia seperti mengenal pria ini, tapi di mana.
"Aldo Enzo." Nama 'Enzo' membuatnya tercengang. "Bagaimana kabarmu?"
"B-baik," jawabnya ragu.
"Kakakku sungguh pelit, tidak memberi tahu keadaanmu. Aku pikir bahwa kamu tidak baik-baik saja." Melihat alis Syahirah terpaut, Aldo meminta maaf. "Sorry, bukan maksudku mendoakan yang tidak baik. Hanya saja, kamu tahu kan bagaimana hubunganmu dulu dengan kakakku." Syahirah terlihat tidak nyaman dengan percakapan itu. Apalagi beberapa karyawati yang berlalu-lalang melihat kedekatan dengan pemuda bule ini.
"Bisa kita cari tempat untuk bicara?" Syahirah terlihat ingin menolak. "Hanya sepuluh menit." Sebenarnya Syahirah enggan berhubungan yang terikat dengan 'pria itu' lagi.
Lobby kantor menjadi tempat perbincangan panjang mereka. Dua gelas kopi tersaji di meja. Panas, terlihat dari asap yang mengepul di atasnya.
"Kakakku mulai berubah semenjak mengenalmu. Aku pikir hanya bualan para pekerja kami, ternyata setelah pulang dari Amerika delapan belas bulan yang lalu aku melihat ia berusaha keras mengubah kehidupannya." Menghela napas sebentar Aldo melanjutkan.
"Kamu tahu bukan, sebelumnya ia hanya seorang yang haus kekuasaan dan tidak mengenal kasih kepada siapapun. Entah hal apa yang membuat kakakku begitu berubah drastis menjadi seorang malaikat. Kamu tahu, dia bahkan menyumbangkan bonus perusahaan kami untuk badan amal di Munich dan beberapa kota sekitar." Raut wajah Syahirah menyatakan keheranan. Syahirah sendiri tidak pernah melakukan apapun untuk Thau. Mereka hanya pernah dekat dan punya perasaan satu sama lain. Hanya saja tembok tak kasat mata memisahkan mereka.
"Aku tidak tahu apapun. Kau bisa tanya pada kakakmu sendiri." Syahirah melihat pergelangan tangan yang tersemat arloji, lima menit telah berlalu.
"Ya aku tahu. Hanya saja ini sebuah keajaiban. Dan bagaimana bisa kamu berakhir dengan bosmu bukan dengan kakakku, bukankah kalian saling mencintai?" Syahirah tidak suka dengan pertanyaan itu. Beberapa kenangan merasuk ke dalam pikirannya.
Salju tebal di malam pesta, tepat bulan Desember Syahirah bersama Anoel melakukan perjalanan penting ke benua Eropa. Bukan tanpa sebab, hanya saja Anoel mendapat undangan dari koleganya. Sebagai sekretaris, Syahirah harus siap jika dibutuhkan tenaganya termasuk menghadiri acara undangan itu.
"Kolega Bapak orang penting banget ya? Sampai Bapak harus ke Munich segala." Mereka duduk di mobil yang sudah di sewakan untuk perjalanan mereka selama di Munich.
"Tentu, kamu pasti akan terkejut melihatnya." Setelan jas hitam dan juga gaun maroon selutut tanpa lengan tampak serasi dipandang mata. "Bajumu, apa nggak kedinginan?"
"Sudah biasa Pak. Ini acara formal, saya harus kelihatan berkelas," balas Syahirah angkuh. Anoel hanya terkekeh. Melepaskan jas yang dipakainya.
"Pakai ini, di luar dingin sekali. Saya nggak mau ada karyawan yang sakit karena saya." Mau tak mau Syahirah memakai jas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu, Abu Thalhah-Ku
Romance[Mulai Revisi] ON GOING [Slow update] Sulaimah Syahirah namanya, perempuan kelahiran kota Jakarta itu menjadi sekretaris sebuah perusahaan manufaktur tekstil dan garmen terbesar di Indonesia. Beragam kisah terjadi dalam hidupnya, mulai dipertemu...