Yeonjun meletakkan mugnya di atas meja. Total mengabaikan ponselnya yang berdering sejak satu jam yang lalu.
Matanya lurus memandangi pagar balkon yang membeku. Pikirannya melayang. Tak bisa berhenti memikirkan bocah yang ditemuinya di pagi kemarin.
"Mirip seperti kristal. Yang mana akan hancur begitu tersentuh."
Yeonjun tersedak ludahnya sendiri. Itu adalah kata-katanya.
Entah sejak kapan Hyunjin berada disana. Bersandar pada tepi balkon, dengan note kecil berada di tangannya. Ia membaca isi note tersebut, tanpa perlu takut kepada sang pemilik yang wajahnya sudah memerah malu dan siap memukulnya kapan saja karena lancang.
"Menggenggamnya adalah kemustahilan."
"Dia adalah Sebuah keindahan yang tercipta hanya untuk diamati."
Segera Yeonjun merampas benda itu. Sebelum temannya itu berbuat lebih jauh lagi.
Hyunjin sempat memberikan perlawanan. Tapi gerakan Yeonjun itu terlampau gesit seperti rajawali.
"Teman ter*anjing."
Yeonjun mengumpati sembari mengantungi notenya. Dan Hyunjin terbahak keras setelahnya.
Yeonjun akui, memiliki teman yang usil itu memang asik. Tapi lebih banyak kesalnya.
"Tidak kusangka rekanku ini punya sisi yang lembut juga." Ledeknya. "Menggelikan sekali. ewh" Ejeknya yang dihadiahi lemparan bungkus rokok di kepalanya. Hyunjin melotot ganas kepada si oknum yang malah abai dengan beralih membaca koran.
"Sumpal saja mulutmu dengan itu. Habiskan. Sangat dianjurkan Sampai paru-parumu rusak dan mati setelahnya."
"Heh!!.. bibir dower disengat tawon!!, hilih, sok-sokan. Kau saja berhenti merokok karena putri saljumu membencinya kan?"
Mendengar itu alis Yeonjun terangkat satu, sebelum obsidiannya melebar ketika Hyunjin melemparkan dua lembar tiket perjalanan ke namsan tower untuk pekan depan.
"Perubahan dari seorang Fuckman ke Gentleman memang butuh proses. Tapi bukan berarti jadi pecundang dong."
"Kau gila?" Tanya Yeonjun tak percaya, yang kadang suka heran dengan temannya yang satu itu.
Meskipun Hyunjin terkesan menyebalkan, bagaimanapun Hyunjin itu tetaplah temannya. Dia yang paling mengerti Yeonjun ketika sedang dalam masa terpuruknya.
Yeonjun tidak bisa berkata apa-apa melihat tiket itu sebelum pada akhirnya dia memutuskan pergi demi menemui seseorang.
_________________________________________
"Aku tidak tau kau sudah sebesar ini nak."
Berpisah lama membuat naluri mereka memerintah untuk mendekap tubuh satu sama lain. Pelukan yang sangat wajar bagi paman-keponakan ( hanya saling menganggap ) yang sudah hampir 5 tahun lebih tidak bertemu.
Bagi Vernon, Hueningkai tidak banyak berubah, ( dalam konteks sikap ). Ekspresi jahil anak itu masih tak lepas darinya ketika tersenyum.
Dan ia sudah siap siaga bila anak itu melemparkan berbagai pertanyaan mengesalkan yang ada di otaknya.
"Sudah bertemu bibi Yoona?"
"Tidak."
"Tidak kangen?"
"Tidak."
"Woahh!!. Sudah move on berarti ya? Sudah ada gandengan baru paman?"
Sebuah jitakan yang sedari tadi ditahan pun melayang tepat ke kepala Hueningkai karena kata-kata licin yang di keluarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself : YEONBIN
FanfictionChoi Yeonjun adalah mahasiswa psikologi yang tinggal sendiri di Seoul. Sejak usia 7 tahun, ayahnya meninggal dunia. Sehingga ia tumbuh dan dibesarkan oleh ibunya seorang diri. Namun, ibunya juga tak bisa mengurusnya sepenuh waktu. Dikarenakan ibunya...