Tek,
Tek,
Tek,
Tek,
Mosa membuyarkan lamunannya ketika ia merasa seluruh kelas memerhatikannya termasuk gurunya sendiri. Melamun, tangannya yang satu menopang dagu, satunya lagi memegang pensil dan di pukul-pukulkan ke meja pelan.
"Apa ada masalah?" tanya guru berparas cantik kepada Mosa.
Sebuah gelengan kepala dan senyuman tipis berhasil ditunjukan walau terpaksa. Tatapan mata yang tadinya menatap guru itu, kini berkeliling menatap wajah teman-temannya yang menunjukan wajah berbeda-beda. Ada yang menatapnya iba, penuh kebencian, datar, dingin, dan lain-lain.
"Keluar dan cuci muka sekarang."
Ia menangguk lalu beranjak dari tempatnya.
Dubrak!!
"Astaga.. makanya kalo jalan pake mata." ucap siswi berambut panjang bergelombang.
Mosa terjatuh di lantai karena tersandung salah satu kaki murid yang sengaja mengahalangi jalan Mosa. Banyak murid yang menertawakan seakan-akan Mosa murid tertolol di kelasnya. Padahal.. ya gitu.
"Sudah cukup! Mosa berdiri dan segera cuci muka!" tegas guru itu sekali lagi.
Ia keluar dari kelasnya disusul gadis berambut pendek, memakai rok di atas lutut berdiri dari bangkunya.
"Ijin." ucapnya sembari mengangkat tangannya.
Setelah mendapat ijin, ia langsung keluar dan sepertinya hendak menyusul Mosa yang sudah keluar lebih dulu. Gadis itu berjalan cepat untuk menghampiri Mosa yang berjalan lambat menuju kamar mandi.
Sret,
Mosa sedikit terkejut ketika Icha menarik pergelangan tangannya dan menggandengnya menuju ke suatu tempat.
"Lepasin," cicit Mosa yang diacuhkan.
"Icha sakit."
Keduanya berhenti berjalan ketika Mosa mulai mengaduh kesakitan. Icha menarik pergelangan tangan Mosa agar dapat melihat lukanya dengan jelas.
"Menyedihkan." gumam Icha tersenyum miring.
Mosa diam saja menatap gadis itu datar. Membiarkan Icha, gadis kecil sama seperti dirinya menarik tubuhnya kembali hingga matanya menangkap tulisan 'UKS'.
"Duduk." suruh Icha dan Mosa pun duduk disalah satu kursi UKS.
"Lo pinter tapi bodoh. Eh gimana sih, ya gitu deh." ujarnya mengoles obat merah atau sejenisnya ke pergelangan tangan Mosa.
Icha terus mengoles bahkan dengan kasar, tapi Mosa tetap diam saja tak menatap Icha yang berjongkok di depannya. Matanya menatap ke sembarang tempat.
"Stupid."
"Yes, i'm a stupid girl."
Icha berdecak kesal menatap Mosa yang masih saja berwajah datar. Pada akhirnya Icha berdiri dan hendak pergi ke suatu tempat, lagi.
"Jangan kemana-mana, gue mau beli minum dulu."
Ia tak merespon.
"Lo manusia bukan patung. Mungkin kalo lo jawab 'iya' atau bahkan cuma 'hem', gitu aja gue udah seneng." sindirnya lalu keluar dan menutup pintu UKS dengan kencang.
Mosa berdiri, berniat pergi dari UKS dan kembali ke kelas. Terlalu takut keluar kelas lama-lama. Sebenarnya banyak faktor-faktor yang memengaruhi ketakutannya. Tetapi Mosa hanya bisa diam, merasa tidak punya tempat untuk berlindung dari ketakutannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
that's A Incredible Life
Teen FictionCerita ini mengandung unsur kekerasan. Sebaiknya berpikir dua kali sebelum benar-benar menyukai laki-laki kejam dan bodoh. Setidaknya berpikir dahulu sebelum benar-benar mengagumi seorang gadis pendiam, dengan sejuta luka yang dirasakannya, tidak ba...