"Buruan naik ke motor, lo harus ke rumah gue hari ini."
Mosa mendekat dan berusaha menaiki motor sport milik Daren. Mosa sudah menaikan sebelah kakinya tetapi tetap saja tidak bisa menaikinya. Ia telalu pendek.
Sementara Daren yang menunggu lama merasa geram lalu turun dan membopong Mosa naik ke motor sportnya. Merasa diperlakukan seperti itu, Mosa menatap tak suka pada Daren.
"Salah siapa pendek."
Mosa memutar bola matanya. Dia sudah duduk di atas motor lalu Daren pun menaikinya lagi dan segera beranjak pergi. Kecepatan laju sepeda motor Daren sangat cepat jadi Mosa yang tidak membawa helm bak diterjang angin dengan rambut yang terbang-terbang tak karuan. Saking cepatnya, Mosa refleks melingkarkan tangannya di leher Daren.
"Kenapa sih? Leher gue lo cekik, bego." teriak Daren mencoba melespaskan tangan Mosa yang berada di lehernya.
"Ntar aku jatuh bego." balas Mosa berteriak lebih kencang daripada laki-laki itu dan alhasil membuat Daren terdiam seketika.
Mosa kembali mengeratkan pegangan di leher Daren. Ia memejamkan matanya, terlalu takut jika ia harus jatuh di jalanan.
CITT...
Sebuah rem mendadak membuat wajah Mosa menubruk punggung Daren dengan keras.
"Turun."
Mosa melompat dari motor dan langsung bermuka sangat kesal.
"Kalo ga bisa pake motor, gausah pake!"
Daren yang melihat cewek semungil dia marah-marah hanya bisa menahan senyumnya karna bagaimanapum Daren tidak bisa memungkiri, Mosa begitu imut ketika dia marah. Melepas helmnya dan berteriak minta dibukakan gerbang rumah mewah yang sangat besar itu.
Mosa melihat dari bawah hingga atas, dan ia langsung terkesima dengan rumah mewah itu. Melebihi rumah mewah yang ia punya. Ini bahkan jauh lebih bagus untuk rumah Mosa yang sudah terbilang bagus.
Mengingat dia adalah anak dari kepala sekolahnya, jadi tidak heran lagi jika rumahnya bak istana kerajaan. Mosa tak henti-hentinya menatapi setiap lekuk rumah itu hingga tak sadar jika Daren sudah menghilang dari pandangannya. Ia menuju pintu utama dan menekan bell.
"Hello. Who are you?"
Mosa mendengar suara bak operator itu muncul ketika ia menekan bell. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Apakah harus dijawab?
Mosa kembali menekan bell tersebut.
"Please tell me what your name and your business...."
Mosa ditarik dengan kuat menjauh dari tempatnya. Ia melihat laki-laki itu dengan gagahnya menuntun Mosa menuju belakang rumah. Mosa yang masih saja bermuka kesal ketika melihat Daren pun lama-kelamaan memudar, terganti dengan raut muka yang datar. Raut muka yang datar itu menunjukan sikap terkesima (lagi) untuk rumah Daren.
Mosa dibawa ke belakang rumah dan membuka pintu belakang. Mosa terdiam lama ketika ia mengetahui apa yang ada di dalam sana. Sebuah tangga gelap menuju ruang bawah tanah. Sangat gelap bahkan Mosa hanya bisa melihat satu, dua anak tangga yang di hadapannya.
Daren maju beberapa langkah untuk menuruni tangga itu. Namun terhenti ketika dirasa Mosa tidak mengikuti menuruni tangga itu. Daren menoleh dan menatap Mosa yang kaku.
"Apa kamu mau bunuh aku?" tanya Mosa.
Laki-laki itu pun mengernyit dan meraih tanggan Mosa untuk mengajaknya menuruni tangga gelap itu. Alih-alih menjawab pertanyaan Mosa, Daren hanya diam membisu dengan wajah yang dingin seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
that's A Incredible Life
Novela JuvenilCerita ini mengandung unsur kekerasan. Sebaiknya berpikir dua kali sebelum benar-benar menyukai laki-laki kejam dan bodoh. Setidaknya berpikir dahulu sebelum benar-benar mengagumi seorang gadis pendiam, dengan sejuta luka yang dirasakannya, tidak ba...