Daren terdiam sejenak. Selepas memerhatikan Mosa, mata Daren beralih melihat pembantu di belakang Mosa yang sudah membawakan barang-barang Mosa. Ia melirik arlojinya yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
"Taruh barang-barangnya di sofa aja dulu"
Huh?
"Siap Tuan." pembantu itu melalukan sesuai perintah Daren.
Daren menatap Mosa sebentar lalu berjalan meninggalkannya.
"Ikut gue."
Dengan pasrah, gadis itu mengikuti Daren. Dan tibalah di ruangan luas yang berisi meja besar dan kursi yang banyak. Di meja itu terdapat banyak hidangan makanan dan minuman yang terlihat lezat.
"Duduk dan cepetan makan." suruh Daren dengan kedua tangannya di masukan di dalam kantong jaket kulitnya.
Mosa mengedarkan pandangannya dari ujung meja satu dengan ujung satunya. Mengambil piring dan mengisinya dengan sedikit nasi dan sayur. Melihat itu Daren memutar bola matanya.
"Makan disini gak bayar. Pantes aja badan kecil, makan aja kaya ngasih makan binatang."
Mendengarnya Mosa berhenti sejenak. Ia melirik Daren dengan ekor matanya.
"Apa?" balas Daren mengangkat kedua alisnya.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. Terduduk dan mulai memakannya. Mosa jadi risih karena saat dirinya makan dengan lambat, Daren setia berdiri dengan mata yang tak lepas menatap Mosa.
"Bisa gak, gak usah diliat?" tanya Mosa tidak menatap Daren. Pandangannya terfokus dengan makanannya.
"Enggak."
Mosa menghela napasnya sebentar dan kembali melahap makanannya dengan sangat cepat. Sampai-sampai ia tersedak dengan kelakuannya sendiri.
Melihat itu, Daren tidak merespon sama sekali. Ia tetap berdiri dengan wajah datar nan dingin.
Mosa terus terbatuk dan tangannya meraih gelas yang disediakan di meja. Mengisinya dengan air putih dan meminumnya dengan tidak sabaran. Ia sedikit bernapas lega ketika ia sudah tidak terbatuk lagi.
"Enggak mati kan? Syukurlah."
Mosa mengertakan giginya. Sangat geram dengan laki-laki yang terus berdiri di depannya itu. Gadis itu pun berdiri tidak menatap Daren sama sekali.
"Aku mau pulang."
"Punya kaki kan?"
Mosa mengangguk.
"Yaudah."
Mosa mengangkat sebelah alisnya. Kini matanya bertemu dengan mata Daren yang mulai sayu. Menatap mata sayu itu seakan Mosa terhipnotis dan alhasil ia terhanyut ke dalam tatapan Daren untuk beberapa saat.
"Hey, what do you see?" tanyanya mendekati gadis itu.
Ia menggeleng dan segera pergi dari ruang makan menuju ruang tamu untuk mengambili barang-barangnya. Tetapi baru setengah ia berjalan, Daren menahan tangan Mosa.
"Langsung masuk ke mobil yang di luar. Barang-barang lo biar diambilin."
"Aku punya kaki dan tangan yang bisa ngambil barang-barangku sendiri." bantah Mosa.
Daren terdiam sejenak.
"Masuk ke mobil sekarang." suara Daren menjadi naik dan itu membuat Mosa merinding seketika.
Karna sudah sangat malam, Mosa tak ingin berdebat panjang hanya dengan masalah sepele. Ia pun meninggalkan tempatnya dan segera memasuki mobil sedan berwarna hitam pekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
that's A Incredible Life
JugendliteraturCerita ini mengandung unsur kekerasan. Sebaiknya berpikir dua kali sebelum benar-benar menyukai laki-laki kejam dan bodoh. Setidaknya berpikir dahulu sebelum benar-benar mengagumi seorang gadis pendiam, dengan sejuta luka yang dirasakannya, tidak ba...