MIMOSA 3

42 5 11
                                    

             Mimosa Laufacia.

Terbangun dari tempat tidurnya setelah menyelesaikan mimpi di alam bawah sadarnya. Cahaya masuk menembus gorden. Ia berdiri untuk menyibaknya dan membuka pintu kaca yang lumayan besar itu menuju balkon.

Menghirup dalam-dalam udara pagi dan mengeluarkannya dengan pelan. Matanya terpejam menikmati suara burung-burung yang menenangkan pikirannya. Beberapa menit berlangsung, Mosa memilih masuk ke dalam kamarnya dan menatap sekeliling kamarnya berserakan buku-buku, kertas-kertas, tisu-tisu, dan masih banyak lagi. Ia menoleh ke kaca sampingnya, memantulkan dirinya sendiri.

Mata sembab yang semakin hari semakin menghitam, rambut yang masih acak-acakan. Mosa menggunakan dress berwarna abu-abu dengan panjang dibawah lutut dan lengan sangat panjang, sehingga telapak tangannya tertutupi.

Ia membuka lengan bajunya dan menampilkan luka di pergelangan tangannya yang kian hari kian tambah goresannya.

Mosa tersenyum kecut. Ia tak peduli dengan apa yang sudah ia perbuat.

Terlalu gila untuk mengingat seluruh kebejatan yang telah mereka lakukan kepada dirinya.

Ia beralih ke meja belajarnya dan mencari sesuatu disana. Bergerak dan bergerak untuk mencari sesuatu, sampai pada akhirnya berhenti dan mencoba mengingat dimanakah terakhir kali ia menaruh makalah tugas yang hari ini harus dikumpulkan.

"Buka isi tasnya!"

Seluruh isi tasnya dibuang ke tanah taman sekolah. Sampai pada akhirnya semuanya diambil dan dihanyutkan di danau dekat sekolahnya.

...dihanyutkan di danau dekat sekolahnya.

Badan Mosa melemas seketika. Kepalanya tiba-tiba pening dan dengan gerakan cepat, ia mengambil obat yang ada di nakasnya. Menelannya dengan kasar, dan mencoba memejamkan matanya untuk mengusir rasa pening itu.

"Non!"

"Non buka pintunya,"

Mosa membasahi bibirnya yang kering dan mencoba berdiri walau raganya benar-benar rapuh. Ia berjalan dengan gontai dan memegang knop pintu. Perlahan ia membuka pintunya dan menampilkan seorang wanita baya menggunakan celemek di badannya.

"Loh? Non? Sakitnya kumat? Aduh! Pusing? Non, em gimana ini? Wajahnya pucat non." ucapnya dengan panik dan segera merangkul bahu Mosa memapahnya kembali ke kasur king sizenya.

"Udah minum obat kan? Udah buat surat ijin belum non? Em, Mbok buatin aja gimana? Gak usah masuk sekolah. Eh tapi Mbok lupa cara buat surat ijin. Pinjem ponsel coba non, Mbok coba buka google boleh ya,"

Mosa memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya.

"Gak usah Mbok."

"Yaudah kalo begitu. Mbok harus gimana ini? Telpon Tuan atau Nyonya Mawar?"

"Gak usah bilang papa mama. Sesuai perintah yang sering aku bilang."

Mbok Inem mendengarnya dan langsung mengangguk pelan. Mosa merahasiakan semuanya.

***

Sepanjang perjalanan ke sekolah, Mosa hanya melamun dan mengelus-elus pergelangan tangannya sampai tak sadar bahwa ia sudah tiba di depan sekolahnya.

"Non, beneran udah mendingan kan?"

Mosa mengangguk kecil.

"Oh oke." jawab sang sopir dengan tidak yakin

that's A Incredible LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang