6. Lo Lagi Lo Lagi

10 1 0
                                    

Waktu bergulir begitu cepat seolah tidak mau menunggu seorang Bobby berpikir bagaimana caranya melarikan diri dari pertemuan dengan calon istri. Astaga, calon istri? Membayangkannya saja sudah membuat perut Bobby mulas.

"Rambut sisir," ucap Ibu kala melihat Bobby turun ke lantai satu dengan gaya khasnya, celana jeans pudar dipadu hoodie warna hitam dan rambut super berantakan.

Bukannya menurut ucapan sang ibu, Bobby justru semakin mengacak rambutnya dengan tangan kanan. "Harus menerima apa adanya bu" jawab Bobby kalem.

Sebenarnya diterima atau tidak diterima memang begitulah keseharian Bobby, ia tidak mau merubah penampilannya hanya untuk membuat orang lain terkesan. Selama diri sendiri nyaman kenapa harus memusingkan pendapat orang lain?

Ibu hanya menggelengkan kepala tanda menyerah, karena berhasil membujuk Bobby untuk bertemu seseorang di hari minggu sudah merupakan suatu keajaiban, ibu tidak mau merusak mood Bobby karena kebanyakan mengintrupsi penampilan anak lelakinya itu. Lagipula Bobby tidak sepenuhnya salah, menjadi diri sendiri agar diterima orang lain adalah poin utama sebelum menjalin hubungan.

"Di Long Time Coffee bukan di rumah Arka atau di rumah Iban!" Ultimatum ibu pada si bungsu. "Namanya Bona, dia itu..."

"Adiknya mbak Nara, mbak Nara itu koleganya Bapak, awas kalo kamu bohong, ibu bakal pastiin langsung ke Nara kamu ketemu sama adiknya atau ngga." sambung Bobby yang sudah hafal kalimat sang ibu karena sudah diulang berkali-kali sejak pagi.

"Ya Allah ini anak ndak sopan banget ya sama orang tua."

"Habisnya ibu ngoceh mulu, udah ah aku berangkat, assalamualaikum," pamit Bobby setelah mencium tangan ibu.

"Wa'alaikumsalam." Jawab ibu tanpa melepas pandangannya dari punggung Bobby yang perlahan menghilang dari balik pintu.

Sungguh rasanya tak karuan melepas Bobby untuk menemui seseorang yang kemungkinan besar akan menjadi calon menantunya, ini adalah kemungkinan terbaik dari sudut pandangan ibu, bapak, Aleta dan Nara tapi belum tentu untuk Bobby dan Bona.

*

Suasana Cafe yang didominasi warna coklat itu terlihat cukup ramai, hampir setiap mejanya diisi oleh muda mudi berpasangan, dari sekedar haha hihi sambil menyeruput kopi sampai muka serius dan juga saling elus.

"Mas Bobby?"

Sapaan seseorang dari belakang membuat Bobby membalikkan badan, lalu ia menangkap figur seorang pria berumur sekitar 30 tahunan dengan kemeja semi formal sedang mengulurkan tangan padanya. "Apa kabar, mas? Dateng terpisah nih sama calon istri?"

Bobby menelan saliva dengan susah payah, apa ini? Kenapa ada orang yang mengenalinya dan pakai acara membahas calon istri.

"Bingung ya?" Pria itu tertawa pelan karena Bobby tidak juga menyambut uluran tangannya, "Gue Rey yang bakal bantu ngekonsep acara tunangan lo nanti," Pria itu memperkenalkan diri tanpa di minta, "Tadi mbak Nara bilang kalo ada cowok yang rambutnya berantakan itu namanya Bobby yang bakal meeting sama kita. Mbak Nara udah sampe mas katanya, yuk kita langsung ke meja aja." Ajak Rey lalu berjalan tanpa menunggu jawaban dari Bobby.

Tanpa punya waktu untuk menyangkal ataupun berpikir, pada akhirnya Bobby pasrah saja mengikuti Rey dari belakang. Rey membawanya ke lantai dua yang suasananya tidak seramai di bawah lalu berjalan ke meja yang ditempati seorang wanita berkemeja putih.

"Halo mbak Nara," Sapa Rey ramah hingga membuat wanita yang tampak asyik melamun itu menoleh "Sorry agak telat, mbak. Jalanan gila banget kalo hari minggu gini," oceh Rey tanpa menyadari tatapan Bona bukan tertuju padanya tapi pada pria di belakang Rey, pria dengan rambut kusut itu sedang berdiri dengan kening mengerut seolah menggambarkan isi kepalanya yang sedang semerawut.

InfinitumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang