19. Alfamart

12 3 0
                                    

Kenyataannya tidak banyak yang berubah dari hubungan keduanya. Isi laman chat mereka tetap saja tidak bisa dinilai sebagaimana pasangan pada umumnya. Bahkan Bona masih ingat ketika Binar tertawa mengetahui satu teman baiknya ini pacaran dengan Bobby.

"Kok kayak drama deh, Bon."

"Drama apaan sih, Bin. Lo aja kebanyakan nonton drama."

"Lah ya, bener. Dijodohin eh terus ujungnya pacaran."

Bona saat itu hanya bisa mencubit pipi Binar gemas. Rasanya intensitas Binar menonton drama Korea kesukaannya itu perlu dikurangi. Meski ia tidak bisa pungkiri kalau ia sendiri juga menikmati menonton drama korea, sih. Tapi kalau di drama ada paksaan dari kedua belah pihak keluarga biasanya, berbeda dengan dirinya dan Bobby yang masih memiliki pilihan.

Resiko memberi tahu teman baikmu mengenai statusmu sekarang? Tentu saja segalanya jadi dikaitkan dengan Bobby sekarang, atau lebih tepatnya rela menjadi bulan-bulanan Binar yang memang pada dasarnya kelewat iseng.

"Bin, gue duluan ya."

"Lah, katanya mau ke kantin?"

Bona tidak menjawab, alih-alih ia menunjukkan notifikasi chat yang menunjukkan nama Bobby dan sebaris pesan 'Gue di parkiran'.

"Oooh, dijemput abang~ ya pantes aja batal makan sate."

"Bin, kenceng banget itu suara," Bona dengan rikuh menggerakkan tangannya hendak membekap mulut Binar karena suaranya bisa saja terdengar hingga ke ujung koridor kampus meski tatapannya galak tertuju pada Binar. Sedangkan Binar tentu saja tertawa puas karena berhasil menggoda Bona hingga salah tingkah begitu.

"Ya udah, duluan sana. Eh, tapi satu, Bon."

"Apaan?"

"Jangan kebablasan ya nak."

Binar bahkan melengkapi gerakan menggodanya dengan mengelus rambutnya seolah ia seorang ibu yang sedang menasehati anak gadisnya yang akan pergi malam mingguan. Sial.

"Binar!"

Pekikan kesal Bona justru membuat tawa Binar semakin lepas. Keduanya berpisah di dekar kantin sebelum Bona melanjutkan langkahnya ke arah parkiran. Mendapati Bobby yang sedang duduk miring pada mobilnya di sisi pengemudi dengan pintu yang sengaja ia buka lebar.

"Itu kantong mata apa kantong kresek item banget, By?"

Komentar itu yang pertama kali Bona lontarkan ketika mendapati raut wajah Bobby yang berantakan dan dengan mata setengah terpejam. Sementara tangannya sudah sibuk merapikan rambut Bobby yang —seperti biasa— kelewat berantakan.

"Habis push rank sampe subuh gue. Lo bisa nyetir kan, Na?"

Bona berdecak kecil sebelum menanggapi dengan wajah kelewat gemas dalam konotasi negatif, "Ya terus ngapain sok jemput, By."

"Pengen ketemu."

'Duh, ini orang. Ngegombal tapi lempeng amat, mana gombalnya nyusahin,' batin Bona. Tapi tetap saja menghasilkan senyum di bibir Bona.

"Terus subuhnya lewat nggak?"

Alih-alih menjawab Bobby tampak pura-pura tidak mendengar. Bona memicing curiga.

"Kalau sekarang udah dzuhuran belum?"

"Udah mau ashar, Na."

Bona segera melihat ke arah pergelangan tangannya. Setengah tiga. Bona menepuk lengan Bobby keras.

"Ya makanya udah mau ashar, dzuhur dulu ntar gue setirin."

* * *

Perjalanan dari kampus ke rumah sewaan Nara dan Bona, Bona hanya ditemani suara radio dan nafas halus beraturan dari Bobby yang dengan lelapnya duduk di kursi penumpang di samping. Sebenarnya Bona ingin sekali menjitak kepala Bobby, tapi urung karena setidaknya Bobby sudah mau menunaikan sholat dzuhur sesuai permintaannya tadi. Bahkan ia yang mengusulkan menunggu sampai ashar sekalian sebelum beranjak pulang, meski kejadian menunggu yang ada adalah Bobby yang tertidur lagi di mobil membuat Bona harus membangunkannya lagi ketika adzan ashar berkumandang.

InfinitumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang