11. 4 Digit

8 1 0
                                    

Kadang Bobby ingin sekali kakaknya cepat-cepat menikah lalu dibawa suaminya pindah sehingga Bobby bisa menikmati pagi dengan suka cita tanpa intrupsi dari Yang Mulia Aleta. Suara Aleta di pagi hari dapat merusak mood siapapun yang mendengarnya.

"BOB TEMENIN MBAK NARA DULU GUE MASIH MAKE UP!"

Bahkan tanpa membuka pintu kamar pun Bobby dapat mendengar suara Aleta yang tidak ada merdu-merdunya. Kadang Bobby menyesal kenapa dulu ia tidak menolak saat kamarnya persis bersebrangan dengan kamar Aleta.

Bobby yang memang sudah rapi -- semoga celana jeans pudar, kaus biru super buluk dan rambut setengah kering bisa dikatakan rapi-- segera keluar kamar tanpa menjawab ucapan kakaknya. Ia mengusak rambutnya yang sudah berantakan -dan tentu saja semakin berantakan- seraya berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga.

 Ia mengusak rambutnya yang sudah berantakan -dan tentu saja semakin berantakan- seraya berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gerakan tangan Bobby yang sedang mengusak rambut terhenti ketika melihat sosok Nara yang sedang menoleh ke arahnya.

ANJIR KENAPA GUE GA NIKAHIN SAMA MBA NARA AJA SIH?

Ya tentu saja teriakan itu hanya di dalam hati seorang Bobby. Menurutnya sosok Nara ini adalah sosok wanita dewasa dan anggun hanya dengan sekali lihat, mungkin Bobby bisa tambahi bijaksana setelah melihat senyum manis terbit dari calon kakak ipar belum tentu jadi itu.

"Hai," Nara menyapa sekaligus menyadarkan Bobby akan eksistensinya di ruang keluarga Dwicaksono. Bahkan cowok dekil itu tidak menyadari kalau Nara sudah berdiri dari tempat duduknya. "Bobby, kan?" Tanya Nara memastikan, siapa tau sosok Bobby yang digambarkan adiknya itu terlalu berlebihan dan cowok dihadapannya ini hanya tukang kebun keluarga Bobby.

"Mbak Nara?" Kini gantian Bobby yang bertanya setelah menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Nara. "Ngga sabar ketemu adek ipar, mbak?"

Nara hanya bisa menggelengkan kepala seraya tertawa kecil mendengar pertanyaan Bobby. "Ternyata Bona benar ya soal kamu."

"Kalo gue dekil?"

"Hahaha, kok pesimis gitu sih? Bona bilang kalo kamu tuh ngeselin. Oh iya sebelum mbak lupa nih, kamu nanti sore temenin Bona ambil cincin nikahan mbak, ya? Seminggu ini mbak harus ajarin Aleta dan ada urusan kerjaan juga jadi butuh banget bantuan kalian buat wakilin mbak urus perintilan pernikahan. Terus kalo ga ngerepotin, besoknya anterin Bona ke butik, mau bikin baju buat Bona---eh sekalian kamu bikin juga Bob biar couple gitu sama adeknya mbak."

Bobby melongo mendengar rentetan ucapan yang keluar dari mulut wanita yang ia bilang anggun beberapa menit yang lalu. Bagaimana bisa wanita itu bisa hanya dengan satu tarikan napas?

"Bob?"

"Eh--iya mbak, bisa kok bisa. Tapi masalahnya gue ngga punya nomer Bona jadi bakal ribet janjiannya gimana. Gue minta nomer Bona deh mbak, males kalo minta langsung." Bobby mengeluarkan ponsel dari saku celana bersiap mengetik deretan angka yang akan disebutkan Nara.

InfinitumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang