22. Surat Penyataan

4 1 0
                                    

'Kalo mau bohong, briefing dulu temen sekamarnya'

Seketika Bona menyesal ketika tangannya berhasil mengirim sebaris pesan ke pacarnya dan langsung berubah menjadi centang biru.

Selama ini Bobby selalu bilang jika ingin main game dan Bona tidak pernah protes meskipun bermain sampai pagi. Kenapa sekarang harus repot-repot berbohong? Jangan-jangan Bobby berbohong karna chat Bona justru mengganggu pria itu selama di Jogja?

Bona melempar ponselnya ke kasur begitu melihat layar chatnya menampilkan Bobby is typing, ia tidak mau membaca balasannya, rasanya alasan apapun yang akan dijelasakan Bobby tidak akan bisa diterima oleh otaknya yang sedang memanas.

***

Sudah setengah menit tawa Hangga tidak berhenti bergaung di dalam kamar hotel yang mereka tempati selama di Jogja, Hangga pikir dengan wajah uring-uringan karena ketahuan membohongi Bona akan membuat Bobby langsung mengemas koper dan kembali ke Jakarta, ternyata Bobby tetap bersikukuh dalam ke event game sembari menungggunya selesai dinas.

"Lagian ngapain bohong sih?"

"Lupa ngabarin gue, pas tanding sengaja matiin hape, tadi pagi liat banyak chat dari Bona jadi ngga enak kalo mau jujur, eh lo kejujuran pake cerita ke mbak Nara pas ada Bona. Kan Apes."

Hangga tertawa, lalu menepuk pelan pundak Bobby seraya berkata, "Semanis apapun kebohongan ngga bakal sehat buat hubungan, Bob."

"Auk ah, ngga butuh ceramah gue."

"Yaudah tidur sana, gue berangkat meeting dulu ya." Pamit Hangga yang ditanggapi Bobby dengan anggukan kepala.

***

"Bon, kok masih kucel?" Protes Nara saat melihat Bona masih santai duduk di kursi makan saat ia keluar kamar.

Bona mengerutkan keningnya, lantas membandingkan dirinya dengan sang kakak yang sudah rapi dengan dress selutut berwarna pastel. "Mbak mau pergi?" Bukannya menjawab, Bona justru memberi pertanyaan baru untuk kakaknya.

"Emang kamu ngga mau jemput Bobby sama Mas Hangga di bandara? Pesawatnya sore ini sampe Jakarta."

"OH."

"Kok cuma oh, dek?" Tanya Nara gemas, "Buruan sana mandi, kamu yang nyetir ya!"

"Kan Bona ngga bilang mau ikut."

"Tangan mbak sa...."

"Iya iyaaaa," Bona memotong ucapan kakaknya lalu berjalan dengan malas menuju kamar.

Nara menggelengkan kepalanya pelan, Hangga sudah bercerita tentang perang dingin antara adiknya dengan Bobby, bahkan selama dua hari terakhir Bona tidak sadar kalau selama video call dengan Hangga diam-diam Nara selalu mengarahkan ponselnya pada Bona agar Bobby bisa melihat keadaan adiknya.

***

"Mbak beli kopi dulu buat mas Hangga ya, kamu tunggu sini aja." Ucap Nara lalu memberikan paper bag berisi sandwich pada adiknya. "Kamu mau apa?"

"Mau pulang."

"Dek," Nara mendelik pada adiknya yang masih saja memasang aksi cemberut karena diajak ke bandara.

"Greentea latte aja."

"Oke, mbak tinggal ya."

Bona menggangguk malas menanggapi kepergian kakaknya, Bona tau kakaknya tidak salah tapi untuk hari ini ia benar-benar tidak bisa menjaga moodnya dengan. Bahkan sudah 15 menit Nara pergi, Bona tidak meruba posisinya, hanya berdiri sambil menatap dengan gamang orang-orang yang berlalu lalang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

InfinitumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang