18. Jadi?

16 2 0
                                    

Ini terlalu asing, batin Bona dan Bobby kompak. Entah siapa yang salah dan patut dipersalahkan atas keadaan ini, keduanya tidak bisa saling tunjuk. Keduanya tidak ada status, memangnya pantas untuk saling mengutuk?

Ataukah keduanya harus saling melontarkan tanya 'kita ini apa?' Ah, jangan bercanda, memangnya keduanya sudah ada rasa.

Mereka hanya merasa jarak ini begitu menyiksa, padahal mereka saling melirik ketika ada kesempatan namun saling membuang pandangan ketika berpapasan. Ego dipupuk, sementara mulut ditutup dan berakhir kesalahpahaman terjadi berlarut-larut.

Bona berhitung dalam diam, jika sampai hitungan kelima Bobby tidak bergerak, ia akan keluar dari kamar ini atau mungkin keluar juga dari kehidupan Bobby.

Satu,

Dua,

Tiga,

Empat,

Empat setengah....

Baiklah, Bona siap melangkah.

Li....

Dan tiba-tiba saja cowok dengan rambut semerawut itu pindah posisi menjadi duduk melantai di samping Bona, kepalanya disandarkan pada ranjang lalu ia tengklengkan ke arah Bona, mata kecilnya menatap Bona tanpa jeda, membuat Bona semakin bingung harus berbuat apa.

"Mukanya ngga usah kayak mau mukulin gue gitu dong," kata Bobby dengan suara serak dan langsung dihadiahi Bona dengan bertubi-tubi pukulan di pundak.

Bobby tidak menghindar, ia hanya membiarkan Bona menghajarnya dengan wajah tertunduk tertutupi rambut. Ketika pukulan Bona melemah, barulah Bobby menangkap pergelangan tangan Bona.

"Tuhkan merah," ucap Bobby sambil mengusap-ngusap telapak tangan Bona, bahkan cowok yang masih bermuka bantal itu meniup-niup telapak tangan Bona tanpa menyadari si pemilik tangan sudah membeku di tempat. "Bar-bar banget jadi cewek," lanjut Bobby, kali ini sambil menoleh ke arah Bona yang sedang menatapnya dengan mata membulat.

Menyadari ada semburat kemerahan yang menyebul di pipi Bona membuat Bobby justru mendekat telapak tangan Bona ke bibir dan sedetik kemudian ada bunyi yang membuat Bona nyaris terkena serangan jantung.

CUP

Kecupan itu begitu singkat namun sukses membuat Bona menjadi makhluk terbodoh di dunia. Bagaimana bisa ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri? Bahkan setelah insiden kecupan sialan -yang membuat hatinya berdebar tidak karuan-, Bona menurut saja ketika Bobby membimbingnya untuk pindah duduk di pinggir kasur lalu cowok itu berlalu masuk kamar mandi.

***

Bona bergeming di pinggir kasur, bibirnya mengerucut, pandangannya merunduk, sedangkan pikirannya sibuk merutuki orang yang berdiri dengan lutut di hadapannya. Wajah setengah basahnya menguarkan aroma yang membuat Bona nyaris gila, tidak cukup sampai di situ, tangan si makhluk menyebalkan itu berada di kedua sisi tubuh Bona seakan-akan sedang memenjarakan Bona.

"Mau ngapain?" Pertanyaan itu kembali menyapa telinga Bona. Bahkan saking kesalnya Bona terang-terangan mendengus di hadapan Bobby. Jelas, pertanyaan itu seolah menyiratkan Bobby tidak ingin Bona terlalu lama berada di rumahnya.

Dengan cepat Bona mengambil secarik undangan groomsmen dan menyerahkan ke hadapan Bobby, "Kalo ngga dateng juga ngga apa, nanti gue bilangin kalo lo sibuk. Minggir, gue mau pulang."

"Terus nanti baju gue?"

Pertanyaan itu sukses membuat Bona terkejut hingga tanpa sadar membulatkan matanya.

Baju gue?
BAJU GUE BANGET?
LO GA MIKIRIN PERASAAN MBAK NARA DAN MAS HANGGA?
ATAU PERASAAN GUE GITU?

Namun, Bona segera mengendalikan diri agar tidak meledak dan mencoba bersikap tidak peduli, "Nanti gue jual di online shop."

InfinitumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang