Chapter 05 | Keinginan Menikah Muda

9.8K 964 88
                                    

Tujuan menikah adalah sebagai penyempurna agama. Maka, menikahlah denganku, wahai putri Ibu Hawa.


***

Karin memasak rendang malam itu. Kafka dengan senang hati menerima sodoran piring berisi nasi beserta lauk pauknya untuk makan malam mereka berdua. Mamanya itu duduk di depan Kafka sambil tersenyum. Akhirnya, setelah beberapa bulan dilanda keresahan karena sang Mama tidak mau keluar kamar sepeninggal Papa, Mama mau berbaur lagi dengan orang-orang sekitar. Mama juga ikut kegiatan ibu-ibu sosialita yang Kafka tahu isinya tidak melakukan hal yang macam-macam seperti minum-minuman keras atau sampai menggunakan narkoba.

Kafka selalu mengawasi apa yang Mamanya lakukan secara diam-diam, melalui teman Mamanya. Kafka menyayangi Mamanya, dia hanya ingin yang terbaik untuk beliau. Peran Kafka disini bukan hanya sebagai anak satu-satunya, tetapi juga sebagai pengganti Papa untuk mencari nafkah. Kafka sudah meminta Mama berhenti bekerja sejak Papa meninggal.

"Besok Mama mau arisan sama teman-teman Mama, kamu mau ikut?" tawar Mama, Kafka menyerngitkan dahi. "Jam berapa?"

"Jam dua siang, kalau kamu ada kerjaan gak apa-apa. Mama bisa sendirian."

"Besok Kafka mau ke Surabaya, ada kerjaan mendadak disana," ujar Kafka. Membuat Mama menatapnya. "Kok gak bilang? Kan Mama bisa masak banyak buat bekal atau buat teman-teman kerja kamu juga disana."

Kafka tersenyum tipis. "Kan mendadak, Ma. Kafka juga baru tau tadi Pak Arya nelfon. Gak usah repot-repot, Mama cukup jaga kesehatan biar gak drop lagi. Jangan sering-sering kefikiran Papa."

"Mama hanya rindu Papamu, Kafka," ucap Mama.

"Keadaan Mama bisa drop kalau seperti itu terus. Dokter bilang kan, Mama harus banyak istirahat dan bersenang-senang agar bisa lupa pada sesuatu hal yang selalu Mama pikirkan. Papa sudah pergi, Ma. Ikhlaskan Papa. Papa pergi karena kehendak Tuhan," tutur Kafka, menasihati Mama.

"Tapi Papa pergi tanpa kata, Kafka. Mama ingin mendengar permintaan terakhir Papa...," lirih Mama. Kafka menghembuskan napas pelan. Dia menggenggam tangan Mama lembut. "Ma, kita akan bertemu Papa nanti di surga. Mama udah siap? Kalau Mama mau bertemu Papa di surga, lebih baik Mama banyak pergi ke pengajian, Mama sering solat tepat waktu. Jangan menunda-nunda untuk melakukan kebaikan."

Kafka tahu, Mamanya adalah seorang mualaf. Mama adalah keturunan Tionghoa yang sebelumnya tanpa agama. Semenjak bertemu Papa yang beragama islam. Hati Mama terbuka untuk segera masuk islam dan mempelajari apa yang tidak Mama tahu sebelumnya. Kafka bersyukur, pendirian Papa mengenai agama sangat kokoh sehingga Papa tidak menikahi Mama disaat Mama beragama non-islam. Meski sebenarnya seorang lelaki boleh menikahi perempuan yang berbeda agama dari agamanya.

Hanya saja, Mama belum bisa berhijab. Itu yang Kafka sayangkan.

"Mama selalu solat tepat waktu kok, selain arisan Mama sama teman-teman Mama juga sering ngadain pengajian. Kamu gak perlu khawatir," jawab Mama.

Kafka mengecup punggung tangan Mama. "Itu bagus. Kafka akan sering mengingatkan jika Mama lupa."

"Umur Mama masih 50 lho Sayang, muka Mama juga tidak terlihat tua," ujar Mama sambil terkekeh. Kafka masih setia menggenggam tangan Mama. "Ma, ada yang mau Kafka bicarakan," ucapnya, sangat serius.

Kafka memang orang yang pembawaannya tidak bisa diajak santai dan bercanda. Dia mengikuti sifat Papa yang tidak menyukai hal-hal remeh. Kafka punya pendirian. Dia memiliki target yang besar untuk hidupnya. Seperti di umur 21 dia lulus dengan nilai cumlaude. Di umur 22 dia sudah memiliki restoran di salah satu Mall di kawasan Jakarta Selatan. Di umur 22 Kafka juga meneruskan bisnis Papanya yang bekerja sebagai Teknik Sipil. Dan di umur 23, Kafka berencana menikah. Niat mulia itu sudah ada sejak lama, bahkan saat Kafka SMA. Tepatnya saat melihat Almira, yang tak lain adalah adik dari sahabat karibnya.

"Mau bicara apa, Sayang? Kayaknya penting banget. Kamu mau buka bisnis lagi? Wah, bagus dong. Mama bisa bantu-bantu nanti," ucap Mama.

Kafka menggeleng. "Kafka mau menikah muda, Ma. Kafka mau menikah di umur 23."

Mama terkejut mendengar penuturan Kafka. Selama ini, Kafka tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan manapun. Bahkan, sejak masa SMA saja Kafka tidak pernah membawa perempuan untuk dikenalkan walau hanya sebagai seorang teman. Dan sekarang, Kafka meminta izinnya untuk menikah. Karin tidak bisa berkata apa-apa.

"Apa Mama memperbolehkan Kafka menikah muda?"

"Sama siapa Kafka? Kenapa Mama gak pernah tahu kamu dekat dengan seorang perempuan?"

"Dia adalah Almira, seseorang yang Kafka cintai sejak SMA. Mama tahu Azzam, kan? Almira adalah adik Azzam."

"Azzam yang orangnya pecicilan tapi ganteng itu? Yang mukanya kayak bule?" tanya Mama, yang selalu mengingat Azzam adalah sosok pecicilan namun berwajah tampan seperti orang luar negeri.

"Mama selalu ingat teman-teman Kafka yang ganteng doang," timpal Kafka.

Mama tertawa. "Habisnya emang ganteng. Jadi yang itu? Almira adik Azzam? Azzamnya aja ganteng, pasti Almira cantik kan? Pilihan anak maka gak mungkin salah."

"Insya Allah jika Allah merestui kami bersama. Kalau Mama memperbolehkan, setelah pulang dari Surabaya kita ke rumah Azzam untuk melamar Almira," ucap Kafka. Putranya yang dulu dia gendong saat masih bayi, kini sudah tumbuh dewasa. Tante Karin mengangguk. "Tentu saja boleh, Mama jadi penasaran secantik apa sosok menantu Mama yang sudah buat anak Mama yang kaku ini jatuh cinta."

"Dia cantik, Ma. Sangat-sangat cantik."

"Kamu paling bisa buat Mama makin kepo, nih." Kafka tertawa, lalu sungkem ke Mamanya. "Doain Kafka ya Ma, semoga lamaran nanti lancar dan keluarga Almira menerima kekurangan Kafka. Kafka tahu, keluarga kita berbeda dengan keluarga Azzam. Dia kaya, sementara kita masih merintis karir dari nol. Apalagi setelah Papa tidak ada. Kafka berharap Almira mau tinggal bersama Kafka yang baru belajar di dunia bisnis ini."

"Kalau Mama yang jadi Almira, Mama pasti mau menerima lamaran kamu."

"Aamiin," Kafka mengaamiinkan. "Yaudah, Mama habisin makannya ya. Maaf Kafka jadi buat Mama menunda makan malam hari ini."

"Kamu ini kayak sama siapa. Kamu juga makan. Jangan kerja keras terus tapi makannya sedikit. Kamu mau badan kamu nanti loyo pas kerja? Dikiranya kerja kamu gak enak."

"Enak kok, Kafka mensyukuri pekerjaan Kafka."

"Tapi kan orang lain melihatnya gak seperti itu, Sayang."

"Iya, Ma."

Mama tersenyum. "Habis ini kita packing. Mama akan suruh Pak Rinto beli makanan diluar buat kamu bawa besok."

Fyi, Pak Rinto adalah sopir di keluarga mereka yang kerjanya antar Mama kemanapun Mama pergi jika Kafka tidak ada di rumah.

"Makasih, Ma."

"Sama-sama, Sayang."

Kafka melanjutkan makan malamnya. Dia berdoa, semoga Almira mau menerima lamarannya. Kafka sengaja tidak memberi tahu bagaimna kondisi Almira yang duduk di kursi roda. Biarlah Mama sendiri yang nanti melihatnya.

🥀🥀🥀

Assalamualaikum...
Selamat hari raya idul adha..Kamu kurban apa tahun ini? Jgn kurban perasaan yaa kwkwkwk

Cerita LTA ini pembawaannya santai kok, dan rencananya gak sepanjang cerita ACA / MPD yah hehe mau dibuat ringan aja konfliknya. Semoga kalian suka dan gak bosan. Aku ingin menyelesaikan NUGRAHA SERIES sampai cerita Alyssa juga. Semoga tahun ini selesai.


Untuk tebakan umur Kafka, banyak yg salah ituuu 😋😋😋 umur Kafka 23. Dia sepantaran sama Azzam. Beda bulan aja. Kalau Fatih itu lebih tua 1 tahun dari mereka.

Maaf kalau ada salah kata.

Kapan mau update LTA lagi???? 😘😘😘😘

SEE U,
ARTHAR PUSPITA

[NUG's 4✔] Lukisan Tentang Almira (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang