Maafkan hamba-Mu ini ya Allah, maafkan hamba yang jatuh cinta pada sesosok manusia yang Engkau ciptakan nyaris sempurna itu.
O Allah, berikanlah pelabuhan cinta untuk perjalanan cintaku sesuai dengan yang Engkau kehendaki.
Agar aku tidak tersesat dan sakit hati.***
MAKAN malam. Suasana yang begitu sepi Almira rasakan saat dia menuju ke ruang makan dengan ditemani Bi Ani. Bi Ani sudah seperti Uminya sendiri karena apapun yang Almira butuhkan selalu beliau siapkan. Meski Almira sendiri tak pernah memintanya.
Dulunya, rumah besar Abi ini memiliki 2 orang Asisten Rumah Tangga. Ada Bi Ani dan Bi Nah. Akan tetapi, Bi Nah memutuskan berhenti karena katanya, dia ingin bekerja sebagai petani saja di kampung. Suaminya juga sedang sakit keras disana. Bi Nah tidak mau meninggalkan suaminya sendirian di kampung. Almira menatap masakan Bi Ani yang ternyata adalah makanan favoritnya. Selalu begitu. Meski kesukaannya, entah mengapa Almira sama sekali tidak ingin menyentuh makanan itu. Rasanya akan sama, hambar dan sepi.
"Non, makan ya. Bibi udah masak makanan kesukaan Non Mira," ucap Bi Ani. Beliau dengan sabar menyiapkan makanan untuk Almira. Hendak menyuapi Almira sebelum gadis itu menolak. "Gak usah, biar Mira sendiri," tolaknya. Dia meminta Bi Ani pergi meninggalkannya sendirian. Almira bukannya sombong karena disaat kondisinya seperti itu, dia masih bisa jutek ke orang lain, terlebih pada yang lebih tua. Almira hanya tidak ingin, pandangan kasihan yang didapatinya akan semakin membuat rongga dadanya sesak. Almira tak bisa membayangkan jika hal itu terjadi. Maka akan sia-sia saja pertahanan yang ia bangun selama ini.
"Tapi, Non-" Bi Ani tidak mungkin meninggalkan Almira sendirian dengan kondisi seperti itu. Pastilah bukan hanya fisik Almira saja yang sakit, hatinya juga ikut teriris dengan kondisi seperti itu. Akan sangat menyedihkan jika Almira terlihat sendirian, tidak ada yang menemani.
"Gak apa-apa, Bi. Tolong ya. Mira mau sendirian," ucapnya, sedikit melembut. Bi Ani mengangguk, terpaksa dia pergi. Meski begitu, Bi Ani hanya duduk di sofa depan televisi. Beberapa kali juga beliau menengok ke arah dimana Almira duduk di kursi rodanya.
Almira lapar. Tapi rasanya sangat berat memakan sup dengan banyak sayap di hadapannya itu. Dia memilih mengambil segelas susu dan meminumnya hingga habis. Kemudian, Almira memilih menatap kolam renang di samping rumah. Melalui kaca, Almira tersenyum. Membayangkan disanalah dia bertemu dengan seseorang. Seseorang yang sampai detik ini, namanya masih tersimpan rapi di dalam benaknya.
Jika diingat-ingat, Almira sudah satu tahun tak pernah bertemu dengan orang itu lagi. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah dia baik-baik saja?
Saat itu, Almira tengah kesal karena sedang datang bulan. Apalagi, dia bocor di sekolah saat jam pelajaran terakhir, untung saja. Tetapi Almira tetap saja kesal. Padahal, dia sudah memakai pembalut yang paling panjang sesuai saran Uminya. Almira pulang dengan langkah seribu siap membanting tasnya di ruang tamu, tetapi dia urung melakukan itu karena ada sahabat-sahabat Azzam sedang belajar bersama di ruang tamu. Ada Fatih juga disana, yang mana Fatih adalah saudara sepupunya.
Karena kebanyakan adalah anak lelaki, Almira jadi tengsin lewat sana. Apalagi, dengan rok putihnya yang terdapat noda darah. Almira sudah membayangkan bagaimaan jika mereka melihat bendera jepang ada di belakang roknya. Pastilah akan sangat malu. Akhirnya, Almira memutuskan untuk lewat pintu samping saja. Atau lewat belakang juga tidak apa-apa. Selepas itu dia bisa ke kamar dan beristirahat dengan tenang.
Tetapi, Almira salah. Ternyata, di samping ada sahabat Azzam yang lain. Lelaki itu tinggi, kulitnya putih bersih, matanya sipit, rambutnya hitam legam. Seperti ada keturunan cina atau korea, Almira tidak paham. Almira kepergok lewat pintu samping dan lelaki itu melihatnya. Almira dengan cepat menutup bagian belakang roknya dengan tas ransel hitamnya.
"Eh, adiknya Azzam ya?" tanya lelaki itu. Almira mengangguk kaku. Ternyata, lelaki itu sangat tampan. Wajahnya teduh, tidak seperti kakaknya yang nampak garang. Lebih lucunya lagi, matanya sangat sipit. Tapi, bibirnya yang merah merona. Melihat itu, Almira langsung beristigfar. Dia menunduk, menatap lantai keramik dengan menyenbunyikan senyumnya.
"Iya, Kak," jawab Almira malu-malu.
"Baru pulang sekolah?" tanya lelaki itu lagi. Almira mengangguk lagi.
"Ah iya, maaf ya aku lancang disini. Tapi, udah izin sama Azzam kok. Mau nyegerin fikiran dulu sebelum kerja kelompok. Kamu mau?" lelaki itu menyodorkan sebuah minuman dingin. Ternyata, dia memang sengaja sedang memisahkan diri dari yang lain untuk makan dan bersantai sebentar. Sebelum kembali bergabung dengan yang lain dan kembali mengerjakan tugas kelompok mereka.
Almira menatap minuman itu dengan mata berbinar. Mogu-mogu rasa anggur. Kesukaannya selain jus strawberry. Tapi, apa benar jika dia langsung menerima minuman itu dengan cuma-cuma? Almira menatap lelaki itu ragu.
"Kaaaf, woi! Masih aja disini. Ayo kesana kita-eh, Mira! Udah pulang, dek?" tanya Azzam, yang entah darimana tiba-tiba ada disana. "Laper gak? Makan sana, biar makin gendut!"
Diejek seperti itu, Almira tidak terima. "Apaan sih, Kak! Mira gak gendut tau! BB Mira aja 50. Pas kan? Wleekk!" ledek balik Almira. Azzam tertawa terbahak-bahak. "Jadi maksudnya kurus? Kurus dilihat dari ujung sedotan kali! Hahaha!"
Mereka berdebat panjang. Hingga akhirnya lelaki tadi yang melerai. "Udah-udah, berantem terus daritadi. Kayak kucing sama tikus. Ayo Zam, kita balik sama yang lain."
"Oke, bawa kacang gue di toples itu ya!" balas Azzam, lalu melenggang pergi.
Lelaki tadi menatap Almira dan menyerahkan minuman yang sama seperti tadi. "Nih, ambil."
"Tapi-"
"Gak apa-apa. Ambil. Kebetulan aku beli banyak. Buat teman-teman juga. Nih, buat Mira," ucapnya, terdengar sangat fasih mengucapkan nama Almira. Almira terkejut jika lelaki itu tahu namanya. Ah, paling juga dikasih tahu Azzam, kan?
"Makasih, Kak," balas Almira setelah menerima minuman itu.
"Sama-sama. Diminum ya, kalau habis ya beli lagi. Di alfa banyak kok," canda lelaki itu. Dia terdengar sangat ramah dan sangat sopan. Almira menyukai kepribadiannya.
"Kakak bisa aja." dibilang demikian, lelaki itu tersenyum, dan Almira menahan napas melihat lesung pipinya yang terlihat manis saat tersenyum. Oh, jangan lupakan suaranya yang serak-serak basah. Jika di SMP Almira, sudah bisa ditebak jika lelaki di depannya ini akan jadi idola dadakan.
"Yaudah aku kesana dulu," ujarnya. Lelaki itu mengambil bungkus plastik dan toples yang dimaksud kak Azzam tadi. Almira menatap punggung berbalut seragam putih SMA itu dengan jantung yang berdebar-debar.
Bisa dibilang, sejak saat itu Almira sudah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Pada sosok yang dia tahu dari Azzam bernama Kafka Radyana Putra.
🥀🥀🥀
Assalamualaikum💝💝💝
Hmmm, gatau yaa aku harus blg apaa wkwk intinya seneng bisa update LTA. Soalnya banyak yg neror wkwk kapan cerita ini update.Fyi, yg gakenal Almira bisa baca SAUF (Senpai Ana Uhibbuka Fillah) dulu yak. Yang udah tau? Berarti kalian pengikut ACA dariawal!
Ini tetralogy of Assalamualaikum Calon Abi.
Jadi urutannya itu,
1. Assalamualaikum Calon Abi
2. My Prince Doctor
3. Senpai Ana Uhibbuka Fillah
4. Lukisan Tentang Almira
5. .... (RAHASIA KWKW) 💝💝💝Suka karakter Almira disini gak? Apa suka dia yg judes di cerita SAUF? HAHA
Aku tunggu vote dan komen dari kalian yah 😘
Makin bayak komen aku akan serng update.With luv,
ARTHAR PUSPITA
KAMU SEDANG MEMBACA
[NUG's 4✔] Lukisan Tentang Almira (COMPLETE)
Spiritual[Tetralogy of Assalamualaikum, Calon Abi!] #1 spiritual (25/02/2020) *** Yang kembali bangkit karena cinta-Mu. Almira hampir putus asa akibat kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan dan menjadi seorang Fotografer...