Chapter 12 | Memisah

7.7K 818 63
                                    

Tiga bulan berlalu setelah kejadian itu.

"APA kamu mau kita pindah rumah, Sayang?" pagi itu setelah shalat subuh berjamaah di masjid, Kafka bertanya hati-hati. Beberapa kali Kafka memergoki Almira yang sering melamun di dekat balkon entah memikirkan apa. Kafka rasa Almira seperti itu karena perbincangannya dengan Mama. Mama memang membenci Almira. Kafka mati-matian mengumpulkan uang dalam tiga bulan terakhir dan ia rasa itu sudah cukup untuk membeli satu unit rumah meski tidak di perumahan elite. Kafka membongkar celengannya di lemari tanpa sepengetahuan Almira. Istrinya pasti akan menolak karena uang itu rencananya akan Kafka gunakan untuk memberangkatkan Mama Umroh tahun ini.

Almira yang sedang melipat baju itu menghentikan gerakannya. Menatap suaminya dengan tatapan tidak mengerti. "Pindah rumah? Dari sini, kak?"

"Tentu saja, Mira. Kita akan tinggal berdua. Bagaimana?"

"Kenapa?" Almira menunduk. Dia tahu kemana arah pembicaraan ini. Kafka pasti merasa kasihan padanya lantaran selalu perang dengan Mama mertuanya. Meski pernikahan mereka sudah mau berjalan empat bulan, Almira tidak bisa berbohong jika dia tidak tenang berada di rumah ini. Meski Kafka selalu mengatakan baik-baik saja, Almira tetap selalu dibuat jantungan karena suara Tante Karin yang keras dan sangat kasar padanya. Terakhir, Mama mertuanya itu memecahkan piring lantaran tahu kalau Almira yang memasak makan malam. Alhasil makan malam bersama itu menjadi berantakan. Kafka yang harus menanggung membersihkan sisa-sisa pecahan piring agar tidak melukai siapa-siapa.

"Sudah cukup, Mira. Aku tidak mau membuatmu semakin terbebani. Kita pindah sore ini juga." keputusan Kafka sudah bulat. Mereka memang harus pergi dari rumah ini. Kafka akan menjelaskan pada Mamanya nanti. Semoga beliau mengerti.

***

Karin sedang bertelepon ria dengan temannya, entah membicarakan apa saat Kafka mengetuk pintu kamarnya. Karin menyudahi obrolannya dan menaruh ponselnya di atas nakas. Karin memutar kenop pintu. Wajahnya sumringah melihat Kafka yang mengetuk pintu. Karin menggiring Kafka masuk ke dalam kamarnya. Mungkin, Kafka ingin bermanja-manja seperti dulu. Benak Karin.

"Ma, Kafka sama Mira mau pindah dari rumah ini."

Apa?! Karin yakin pendengarannta tidaklah salah. Dia tidak tuli kan?!! Apa yang anaknya bicarakan?!

"Pindah? Pindah kemana, Kafka?" Karin menggeleng. Dia tidak setuju jika Kafka mau pindah dari rumah ini. Kafka adalah anak satu-satunya. Karin hanya punya Kafka sebagai harta paling berharganya. "Nggak! Kamu gak boleh pindah!" gertaknya.

Kafka menutup mata. Setelah sekian lama dia tidak bertengkar dengan Mamanya, siang ini mungkin dia akan sedikit mengecewakan wanita yang telah melahirkannya itu.

"Kafka udah beli rumah di perumahan yang jaraknya lumayan jauh dari sini, Ma. Alhamdulillah Kafka uda ada rezeki buat rumah untuk keluarga kecil Kafka. Sore ini Kafka akan boyong Almira kesana." Kafka menggenggam kedua tangan Karin yang sudah mulai keriput. Guratan-guratan halus di dahi sungguh Kafka sadari jika usia Mamanya sudah tak lagi muda. Sudah seharusnya Mamanya menggendong cucu. Tapi, apakah Mamanya mau menggendong cucu dari dia dan Almira? Mengingat seberapa benci Mamanya pada istrinya.

"Kita ini keluarga, Kafka! Kamu mau meninggalkan Mama sendirian di rumah ini?" mata Karin berkaca-kaca. Beliau tidak ingin ditinggalkan lagi.

"Ma.. apa Mama faham kalau sikap Mama ke Mira sudah terlalu jauh?" tanya Kafka. Membuat Mama jengkel. Baiklah. Karin paham mengapa putra kesayangannya ingin pindah dari sini. Tak lain dan tidak bukan adalah karena perempuan cacat itu! Menjijikkan! Apa yang telah perempuan cacat itu adukan pada Kafka sehingga Kafka berani meninggalkannya disini?!! Seorang diri?!!

"Kafka tidak ingin melihat Mama bertengkar terus dengan Mira. Kafka fikir dengan kami pindah, maka masalah akan selesai. Mama tidak perlu lagi repot-repot mengoceh setiap pagi saat melihat Almira." Kafka menghela napas perlahan. "Ma, Kafka tahu kalau Mira tidak sempurna. Tetapi itu tidak mengurangi rasa cinta Kafka ke Mira. Kafka mencintainya, Ma. Kafka tidak ingin membuatnya terluka."

[NUG's 4✔] Lukisan Tentang Almira (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang