Chapter 22 | Bercerai?

7.9K 770 78
                                    

Assalamualaikum, bismillah update. Maaf kmrn saya gak update krn ada urusan. Jadi, sbg gantinya hari ini akan double update. Insya Allah :)

Siapa yang nungguin update dr kmrn? 😂

Dari judul part ini, kira2 siapa yg bakal muncul? Wkwk

Baca cerita saya yg lain ya, judulnya Bewonderaar. Update setiap hari 😂 krn pendek pendek dan konfliknya ringan haha

Baca juga Surat Cinta Dari Daniel yaaa. Akan rajin update setelah LTA selesai 💛

Udah siap baca?

Mau ketemu Mira / Indira? 😂

Kafka / Azzam?

Karin / Rumaisha? HAHAHA 😶

Happy reading ~

***

Minggu pagi. Rasanya sangat membosankan. Apalagi hanya berdiam tanpa ada yang saling bicara. Hanya hembusan napas masing-masing yang memenuhi ruangan. Mendadak ruangan itu terasa sempat dan pengap. Almira menoleh pada suaminya, yang berbaring di atas kasur. Menatap ponselnya, entah membuka apa.

Kafka sendiri bingung, dia harus bagaimana. Yang dia lakukan hanya menscroll menu ponselnya. Lagian, siapa yang dia telfon jika bukan Almira? Almira kini ada di sampingnya. Hanya saja, masih ada tembok di antara mereka yang diam-diam terbangun.

Masalah poligami itu memang tidak akan selesai jika Almira tidak menarik ucapannya.

"Kak."

"Mira."

Mereka memanggil bersamaan. Lalu, menunduk canggung.

"Kakak dulu."

"Kamu dulu aja."

Lagi, mereka berbicara berbarengan. Kafka menghela napas. Dia mengalah. "Ladies first, oke?"

Almira mengangguk. Mengerti. Dia memilih ujung bantal di pangkuannya. "Soal kemarin itu.. Mira.. Mira..."

"Ayo bahas. Biar nggak ada kesalahpahaman diantara kita." baiklah, Kafka akan mengalah. Entah berapa kali dia mengalah pada Almira. Dia menerimanya dengan ikhlas. Kafka mengabaikan ponselnya, ia menaruh benda pipih itu di atas nakas. Lalu menoleh pada Almira yang gugup dan canggung saat iris mata mereka bertemu.

"Mira.. Mira udah bilang alasan Mira meminta kak Kafka untuk menikah lagi. Mira..."

"Aku tidak keberatan, Mira. Maaf, karena merahasiakan apapun darimu. Tapi sungguh, saat aku memintamu langsung jauh sebelum aku mendatangimu di rumah Abi untuk mengkhitbah, aku sudah tahu bahwa.. rahimmu diangkat. Kecelakaan itu membuatku shock, aku takut terjadi apa-apa denganmu, sosok yang aku cintai diam-diam. Demi Allah, Mira. Aku hampir tidak percaya hal itu menimpamu. Tapi, saat berita itu sampai ke telinga, aku juga hancur. Sama hancurnya dengan perasaanmu saat kamu baru tahu kalau rahimmu diangkat dan kamu tidak bisa hamil lagi. Aku menerima kamu apa adanya, Mira."

"Kita tidak akan mempunyai anak, kak!" teriak Almira frustasi. Kafka kembali egois. Tidak mengerti perasaannya. Almira takut.. Almira tidak ingin Kafka tidak bisa memiliki keturunan. Kafka adalah anak satu-satunya di keluarga. Hanya Kafka harapan Tante Karin untuk memberinya cucu. Bukankah begitu?

"Mira, kita bisa mengadopsi dari panti asuhan. Hanya sebatas itu kan kekhawatiranmu? Kita bisa mengadopsi mereka menjadi bagian dari kelurga kita. Kita akan membesarkan mereka dengan senang hati dengan tulus. Kita bisa-"

"Kak! Tidak!" Almira terisak. "Mereka tetap orang lain, kak. Tidak bisa lahir dari rahimku. Mama pasti akan-"

"Hentikan, Mira! Harus berapa kali aku katakan, urus dirimu sendiri! Kamu harus bahagia! Jangan selalu memikirkan orang lain! Tidakkah kamu sadar, bahwa apa yang kamu lakukan selalu menyakiti dirimu sendiri? Jangan gegabah, Mira! Kamu egois! Kamu hanya berpikir apa yang kamu rasakan saja, tidak denganku!" Kafka menatap Almira penuh amarah. Lagi mereka berdebat pada satu masalah.

[NUG's 4✔] Lukisan Tentang Almira (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang