Chapter 09 | Kamera Baru untuk Almira

8.5K 894 56
                                    

Jangan lihat dari harganya, tetapi hargailah perjuanganku hanya untuk bisa membuatmu tertawa.


- Kafka Radyana Putra

🥀🥀🥀

SUARA adzhan subuh berkumandang. Almira mengerjap. Ia terbangun dari tidurnya. Saat melihat ke arah samping, ternyata Kafka masih tertidur. Kafka yang dalam posisi tertidur sambil memeluk pinggangnya membuat Almira tersenyum-senyum sendiri. Alangkah lucunya wajah Kafka saat tertidur pulas seperti ini. Wajah lelahnya Terkadang membuat Almira kasihan. Berangkat pagi ke kantor, lalu pulangnya harus cek keadaan restoran hingga larut malam. Tetapi Almira salut, karena Kafka tak pernah mengabaikannya meski sangat sibuk mencari nafkah untuknya. Kafka adalah suami idaman, mungkin bagi semua wanita. Almira sangat-sangat bersyukur, Allah menjodohkannya dengan sosok Kafka. Almira menutupi bagian bawah tubuh Kado dengan selimut yang sudah acak-acakan entah kemana. Membelai rambut berponi suaminya. Almira sebenarnya tidak tega membangunkan Kafka, tetapi akan berdosa dia jika tidak membangunkan Kafka untuk sholat subuh.

"Kak, bangun. Solat subuh." Almira menepuk-nepuk pipi Kafka. Kafka bisa kesiangan sholat subuh ke masjid. Di masjid dekat rumah, biasanya adzhan paling terakhir. "Kak, bangun kak. Udah adzhan lho, masjid sebelah."

Kafka mengerjap. Kepalanya terasa pusing saat dia mulai membuka mata. "Eh, astahfirullah. Aku kesiangan ya?"

Almira mengangguk. "Gih mandi, aku siapin air hangat ya buat kakak mandi."

Almira tahu diri dia tak selalu bisa mengandalkan orang lain, maka dari itu dia mencoba beberapa kali untuk bisa naik ke atas kursi rodanya sendiri. Dan selama dia mencoba, Kafka sering memarahinya karena Almira seringkali terjatuh dan meninggalkan luka-luka meski ringan. Tetapi, Almira dengan kegigihannya tetap mencoba dan dia berhasil. Asalkan kursi rodanya tidak terlalu jauh dari jangkauannya.

"Mira, gak usah," cegah Kafka. "Biar aku sendiri aja."

"Tapi kak, Mira mau bantuin kakak siap-siap," ucap Almira pelan. Kafka jadi merasa tak enak hati. Dia takut menyakiti perasaan Almira jika Kafka selalu menolak bantuan-bantuan kecil Almira. Padahal Almira ingin berbakti pada dirinya. Tetapi sungguh demi Allah, Kafka melihat Almira tidak menangis saja sudah membuatnya tenang.

"Boleh, siapin baju sama sarung aku aja ya." Almira mengangguk. Kafka membantunya untuk duduk di kursi roda. Sementara Kafka membersihkan dirinya, Almira memilah baju koko berwarna putih, sarung dan juga peci hitam untuk Kafka melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid. Almira sendiri akan sholat sendiri di rumah. Menunggu Kafka pulang. Begitu setiap hari rutinitas mereka.

Kafka keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk di area bawah, hingga bagian atasnya tidak tertutupi apapun. Almira sontak menutup kedua matanya. Kafka terkekeh geli melihat tingkah istrinya itu. Tiba-tiba, muncul ide jahil di kepalanya.

"Muah." Kafka mencium bibir ranum Almira padahal bibirnya sendiri masih basah karena air. Almira berteriak. Membuat pipinya memerah karena malu.

"Kak!"

"Iya?"

"Cepetan ganti baju!" pinta Almira, tidak tahan melihat Kafka lama-lama hanya dengan memakai handuk seperti itu.

"Pakein, dong." Kafka berucap manja. Almira sebenarnya malu, tetapi karena suami yang meminta, dia ingin menurut. "Sini."

"Makasih, Mira." Kafka sudah rapi dengan pakaian yang disiapkan Almira. Tak lupa dia menyemprotkan parfume sebelum pergi ke masjid.

[NUG's 4✔] Lukisan Tentang Almira (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang