sechs­und­zwanzig

1K 93 41
                                    

Komet dan angkasa
Bulan dan bintang
dan sekitar nya mungkin akan ikut menangis ketika tahu sebenar nya tentang kau tentang aku tentang kita.
🍁🍁🍁

"Alessa!" Alessa menoleh kan kepala nya.

"Apa sih astaga," Alessa memegangi dada nya, adrenalin nya terpacu tinggi, ia terlonjak kaget ketika Biru memanggil nya tiba tiba.

Dan rencana Alessa untuk melihat pasien di kamar itu pun gagal, Alessa kembali menoleh kan kepala nya untuk menatap pasien yang ada di kamar itu.

Alessa tak bisa melihat wajah nya yang tertutupi oleh seorang perawat, tapi Alessa bisa melihat jika banyak alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuh pasien tersebut.

"Sa lo ga tuli kan? lo dengerin gue ngomong apa engga si hah," Biru mengomel di samping nya.

Alessa terkesiap dan kembali menoleh ke arah Biru.

Biru menatap nya kesal, apa lagi sih salah Alessa heran.

"Apa?" Alessa menaik kan alis nya.

"Bolot anjir, gue dari tadi ngomong ga lo dengerin? buang buang tenaga nying, tau ga lo suara gue mahal, sekali nya gue ngomong malah ga di dengerin kan kambing," Biru mengumpat kesal.

"Sory," Alessa menggaruk tengkuk nya yang tak gatal.

Biru masih mengomel pelan, Alessa malas mendengar kan ocehan tak bermutu Biru.

Ia berjalan meninggalkan Biru dan kembali mengamati sekeliling nya.

Alessa berhenti pada sebuah objek yang berdiri di dekat lift.

Ia meneguk saliva nya kasar dan adrenalin nya kembali terpacu.

Jantung nya berdetak keras, Alessa menghembus kan nafas nya kasar.

Ini kesempatan nya untuk mengetahui si hodie putih jangan sampai hilang.

Saat Alessa ingin melangkah, lelaki itu lebih dulu masuk ke dalam lift, Alessa mempercepat langkah nya.

Pintu lift tertutup, gila! Alessa sudah hampir mengetahui lelaki itu.

Alessa menatap angka lantai yang terpampang di atas pintu lift.

Lantai 20? ia sedang berada di lantai sepuluh, jika naik tangga darurat kira kira ia tak akan cepat sampai.

Dan jika ia menaiki tangga darurat otomatis waktu yang ia butuh kan semakin lama.

Tapi tunggu dulu! apa brnar yang tadi laki laki berhodie putih yang memberi kan nya payung dan datang di dalam mimpi nya?

Tapi untuk apa ia mengikuti diri nay hingga sejauh ini? mengapa semua terasa tak lagi menantang melainkan menyeram kan? bagaimana jika selama ini ia di buntuti seorang psycho gila? jika benar lebih baik Alessa loncat dari gedung saja.

Alessa melemas kan bahu nya, kemungkinan kemungkinan mengerikan mulai hinggap di fikiran nya. Alessa jadi resah sendiri.

"Lo tuh kemna aja sih? dari tadi gue nyariin lo, jadi orang gausah nyisahin sekali aja bisa ga," Biru berdiri di depan nya.

Nyusahin? kata kata itu terngiang di otak Alessa.

Apa benar ia selama ini menyusah kan prang orang? Alessa menundukkan kepala nya.

Biru memang sering memarahi nya, tapi ia kebal, lalu mengapa sekarang hati nya terasa sakit ketika mendengar Biru mngatakan diri nya menyusah kan? mengapa?

Kenapa diri nya jadi lemah begini sih.

"Kalo orang ngomong tuh di liat! muka gue di lantai? engga kan?" Biru kembali melotot dan memarahi Alessa.

RASA (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang