sechzehn

1.1K 91 27
                                    


hidup seperti skenario
film bedanya skenario kita bukan di rancang oleh sutradara
melainkan tuhan yang maha kuasa:)


🍁🍁🍁

"Alessa," Tasya menghampiri Alessa yang tengah sibuk berkutat dengan rumus fisika di depan nya.

"Hmm?" Alessa berdehem pelan menanggapi, jujur saja ia agak kesal ketika sahabat satu satu nya ini tak mengucap kan nya selamat ulang tahun kemaren.

Tak usah selamat, doa saja Alessa senang.

"Maap kemaren gue lupa ngucapin hbd buat lo," Tasya meringis pelan, dan menggaruk tengkuk nya yang tak gatal.

Halah pret, sahabat sendiri tak ingat kapan ultah nya, heran.

"Hmm iya gapapa Sya," Alessa tersenyum lebar, saking lebar nya seperti senyuman psycho gila.

"Nih buat lo," Tasya memberikan sebuah totebag cokelat.

"Ha? gausah repot repot kali sya,"

"Sekali kali gitu gue beliin lo hadiah, entar kalo gue ultah awas lo ga kasih gue hadiah," Alessa tak kuasa menahan tawa.

Perasaan tak ada yang lucu, hanya saja humor Alessa itu cuman sebatas uang logam.

Apa apa di ketawakan.

"Idihhh ketawa," Tasya mendelik.

"Ehehehehe," Alessa cengengesan. Wajah wajah minta di tabok.

"Btw tadi anak osis di suruh ngumpul di ruang Osis," Tasya duduk di sebelah Alessa.

"Ha? kapan?" Alessa menaikkan alis nya.

"Barusan, buruan sana gih," Tasya mengeluar kan handphone nya.

"Tugas gue belum selesai, lo mau nyelesein?"

"Idihhh, ogah, punya gue aja belom satu pun yakali gue ngerjain punya lo," Tasya menggembungkan pipi nya.

"Kampret ah," Alessa mengumpat.

Alessa segera menutup buku nya dan melongo kan kepala nya kesana kemari.

Mencari sesosok manusia super sensi yang pernah ia temui di bumi.

Alessa menatap ke penjuru kelas, tak mungkin manusia itu di kelas ini, ia pasti keluyuran entah kemana.

Juan, dan Revan, ia ingat Biru pernah menyebut kan nama mereka.

"Eh Tasya."

"Paan?"

"Lo tau ga kelas Juan sama Revan?" Alessa menatap penuh harap, jika sampai kali ini Tasya tidak tahu kelas dua orang tersebut.

Maka Alessa tidak akan sudi lagi repot repot berkeliling sekolah untuk mencari si manusia Biru.

"Revan? Revan yang kemaren jadi raja Mos bukan sih?" Tasya mengingat ngingat sosok tinggi putih dengan mata sipit minimalis dan bibir yang memiliki warna semerah delima.

Kata orang dia mirip pangeran pangeran dari negeri gingseng korea. Mata nya sipit, badan nya atletis, dan yang pasti kulit nya lebih putih dari kulit perempuan di Sma Cakrawala kebanyakan.

"Gatau, pokok nya nama nya Revan," Alessa menggeleng tak tau, nama Revan kan banyak bisa jadi kan Revan yang Biru maksud waktu itu Revan anak Bahasa.

Atau Revan penjual beras di pasar loak, atau Revan mana kek Alessa juga bingung.

"Kalo Revan yang itu sih kelas nya noh di Ipa 5,"

"Kalo juan?"

"Juan mana lagi seh? disini Juan ada dua, Juan anak Ips sama anak Bahasa," Tasya bingung sendiri.

RASA (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang