27. MAKAN SIANG

2.2K 159 2
                                    

Keysha tidak bereaksi apapun selama Rizal mengobati lukanya, bahkan sekadar meringis atau mengaduh. Setiap kali Rizal mengangkat pandangan untuk menatapnya, dia hanya melamun.

"Nggak sakit?" tanya Rizal, mungkin saja Keysha merasa sakit tapi tidak mau mengatakannya. "Key?"

"Selesaiin aja udah, gue nggak apa-apa," balas Keysha.

Rizal mengangguk, dia menyelesaikannya dengan cepat. Membersihkan luka, mengobati, dan menutupnya. Terakhir, Rizal mengusap obat merah yang menetes, lalu merapikan kembali alat-alat yang dia gunakan.

"Udah, nanti di rumah diganti lagi aja perbannya."

Keysha mengangguk patuh, menatap lukanya yang sudah bersih dan ditutup kasa. Rizal pergi untuk mengembalikan kotak P3K ke tempatnya, begitu kembali dia menyadari Keysha menunduk dalam dengan bahu gemetar.

"Key?" Panik, Rizal mendekat dan duduk di samping Keysha, menyentuh pundaknya. "Sakit?"

"Lo bukan Dokter." Keysha menggeleng pelan. "Terlalu susah ngobatin luka sambil nenangin gue kalau nangis dan ngeluh."

Rizal tersentuh, dia mengerti maksud Keysha. Benar dugaannya kalau Keysha menahan rasa sakit itu, dia tidak ingin membuat pekerjaan Rizal berkali lipat untuk mengobati luka sekaligus menenangkannya.

"Tapi lo juga nggak perlu nahan sakit selama itu, Key," kata Rizal.

"Ya udah, gue nangis dulu. Makasih udah diobatin, lo duluan aja ke kantor."

Bukannya pergi, Rizal justru menarik tubuhnya ke belakang, menahan dengan kedua lengan. "Izin aja."

Keysha meliriknya. "Kenapa?"

Rizal mengangkat bahu. Dia mengayunkan kaki, seolah menikmati jeda istirahat di UKS. Walau cideranya sudah sempuh, tapi dia masih tidak bisa memaksa untuk bermain lama, tempat ini cocok untuk beristirahat.

Di sampingnya, Keysha benar-benar lanjut menangis. Dia menunduk dan bahunya bergetar, isakan terdengar amat pelan. Rizal bangkit untuk duduk tegak, tangannya sudah terangkat, tapi dia ragu apakah harus mengusap punggung Keysha.

"Gimana ya cara musnahin manusia-manusia nggak berguna kayak mereka?" tanya Keysha tiba-tiba. "Levya dan Gita itu cuma nambah polusi udara."

Rizal mendengarkan, dia tahu Keysha tidak butuh jawaban untuk pertanyaan itu. Dia bertanya tapi tidak mengharap saran apapun, yang dibutuhkan hanya pendengar. Lagipula ini pertama kali Rizal melihatnya menangis dan mengeluh, sepertinya banyak yang ingin dia katakan.

"Zal, lo deket sama Bella kan?" Keysha menoleh, membuat Rizal terkesiap, terlebih pada pertanyaan yang diajukannya. "Lo tau nggak kenapa dia digituin sama Levya?"

"Enggak tau," jawabnya setelah jeda diam, bukan berpikir, tapi mencerna situasi macam apa yang terjadi. "Dan gue nggak dekat sama Bella."

"Ooh." Keysha mengangguk pelan.

Kemudiam diam. Ekspresi Keysha berubah beberapa kali, keningnya mengerut, kemudian dia berdecak. Tangannya mencengkeram selimut di pangkuan, dia seperti marah, tapi entah karena apa atau pada siapa.

"Key, boleh gue tanya?" Rizal bersuara setelah berpikir lumayan lama, ragu Keysha akan menjawabnya.

"Apa?"

"Lo… tadi kenapa semarah itu sama Gita?" tanyanya, lalu menambahkan, "Maksud gue, dia emang salah karena ngelakuin itu ke Bella. Tapi, Key, bukannya tadi lo berlebihan?"

Keysha menunduk, dia mengangguk amat pelan. Kemudian saat menoleh, dia justru tersenyum.

"Berlebihan, tapi pantas untuk iblis."

Keyshara Story [SEGERA TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang