"Aku tidak memaksamu dan aku juga sedang tidak terburu - buru"
Pria bermarga Kwon itu kembali mengamati. Mata elang pria pemilik nama lengkap Kwon Jiyong itu kini kembali mengamati gadis yang sedang mengulum bibirnya.
Ia sama sekali tak bisa membaca raut wajah gadis itu. Namun apapun yang sedang gadis itu fikirkan membuatnya penasaran. Dan semakin penasaran disaat gadis itu terus saja menggerakkan bibirnya namun tak juga mencoba menyuarakannnya.
Jiyong menghembuskan nafas panjang untuk kesekian kalinya. Ia masih betah dengan aktivitas tangan yang sedari tadi ia lakukan.
Ya, memainkan pena di tangan kanannya. Tepatnya sejak setengah jam yang lalu. Saat gadis itu datang menemuinya di studionya untuk memberi jawaban pada Jiyong.
Ah jangan fikirkan pernyataan cinta atau sebagainya.
Meskipun pada dasarnya Jiyong memang berniat menikahi Lisa.
Ya, Jiyong memang melamar Lisa!
Namun daripada di katakan lamaran, mungkin kesepakatan adalah kata yang paling menggambarkan hubungan mereka saat ini.
Ya, pria itu menawarkan sebuah kesepakatan pada Lisa. Kesepakatan yang ia balut dalam lamaran dadakannya.
Tentu saja bukan karena ia mencintai gadis berponi itu, ini terjadi karena sebuah kebutuhan. Karena mereka yang saling membutuhkan.
Karena Lisa si gadis ceria yang sudah kehilangan separuh dari dunianya, serta Jiyong si pria dingin yang mati rasa.
Tentu saja dengan alasan itu sudah cukup membuat Jiyong merasa bahwa Lisa adalah partner yang paling tepat untuk membantu nya.
Membantunya keluar dari desakan tak berujung yang di eluhkan oleh orang tuanya.
Sebenarnya Jiyong bisa saja menolaknya seperti yang selalu ia lakukan mulai beberapa tahun yang lalu. Namun, entah mengapa Jiyong merasa bahwa ia harus menikahi Lisa, setelah peristiwa pilu yang gadis itu alami beberapa bulan yang lalu.
Ia hanya merasa, kriteria yang seperti Lisa lah yang akan cocok menjadi partnernya. Karena, mereka tak akan mungkin jatuh cinta. Setidaknya Jiyong merasa, Lisa yang paling mengerti tentang luka takkan mungkin jatuh cinta padanya. Begitupun dengan si pria mati rasa seperti dirinya.
Ya, sejak kekasihnya memutuskan hubungan mereka secara sepihak beberapa tahun yang lalu, membuat Jiyong yang terbiasa hangat perlahan menjadi dingin.
Membuatnya tidak percaya lagi dengan sebuah hubungan, harapan dan ketulusan.
Baginya cinta adalah omong kosong.
Tak perlu ada cinta untuk menjalin sebuah hubungan. Tentu saja atas prinsip itulah ia mulai bernegoisasi dengan Lisa.
Siapa lagi orang yang akan cocok dengan nya selain seseorang yang juga bertemankan dengan luka seperti Lisa.
"Lis" Panggil Jiyong lagi yang sekarang membuat Lisa kembali menoleh padanya.
"Sekali lagi aku katakan padamu, aku tidak memaksa mu. Tetapi jika kau memang sudah memutuskan menyetujuinya aku akan segera mempublikasikan nya" ucap Jiyong penuh penekanan.
Lisa yang tadi masih menimbang - nimbang kini membuka matanya lebar "Woah, kau akan mengumumkan sekarang oppa? Tidak ingin di fikir terlebih dahulu?" tanya Lisa takjub.
Jiyong merotasikan matanya sebelum akhirnya mendecih pelan "Ck! Jangan temui aku kalau kau hanya ingin bercanda! Aku sedang tidak bercanda Lalisa!"
"Baiklah. Kabari kapan pun kau setuju. Dan ingat sekali lagi, aku tidak memaksamu. Keputusan semuanya ada di tangan mu. Tetapi begitu kau setuju aku akan langsung mempublikasikan nya" Jiyong membuang nafas kasar
Jiyong tahu, ini tidak akan berjalan mudah. Apalagi dengan Lisa, junior di agensinya.
"Sajjangnim? Apa oppa sudah berbicara dengan sajjangnim? Apa dia akan mengizinkan mu menikah?"
Lisa menatap kesal saat Jiyong mengayunkan penanya ke pucuk kepalanya. Namun gadis itu semakin kesal saat pria itu menarik cepat penanya lagi sebelum Lisa berhasil menangkapnya.
"Yak! Kenapa kau memukul kepalaku oppa!"
"Ck! Aku hanya mengayunkan pelan. Lagi pula, siapa suruh kau mengajukan pertanyaan tak berbobot seperti itu. Tentu saja aku belum mengatakan apa apa padanya" Ucap Jiyong menggantungkan kalimatnya agar dapat mengamati reaksi yang gadis berponi itu berikan padanya.
"Tentu saja aku belum mengatakakn apa apa. Namun, begitu kau menyetujuinya aku akan langsung bernegoisasi dengannya" Jawab Jiyong santai.
"Apa oppa yakin sajjangnim akan mengizinkan kita?"
Jiyong menatap Lisa gemas, gadis ini hampir membuat kesabaran Jiyong abis.
Ia terus bertanya panjang lebar perihal kesepajatan mereka,p padahal ia sendiri belum memberikan jawaban atas pertanyaan Jiyong.
"Jadi apa jawabanmu?" Ulang Jiyong lagi.
"Apa oppa bisa memberiku waktu sampai besok?" Tanya Lisa ragu srtelah mengamati perubhaan ekspresi yang pria itu berikan.
Jiyong yang tadi sempat terlihat kesal kini menghela nafas panjangnya "Ck! Aku bahkan tidak memaksamu, kau bisa menjawabnya kapanpun kau mau" Jelas Jiyong pada akhirnya.
Jiyong tidak memaksa Lisa, ia tidak ingin memaksa gadis itu. Jiyong sangat menghormati semua keputusan gadis berponi itu.
Hanya saja, ia memang berusaha agar Lisa mengatakan iya padanya.
Bukankah akan lebih nyaman jika yang menjadi istrinya adalah juniornya sendiri?
Setidaknya, meskipun mereka tidak saling mencintai, namun mereka juga tidak akan canggung bila tinggal seatap.
Meskipun ia harus beradu argumen terlebih dahulu dengan sajjangnim yang pasti takkan semudah itu menyerahkan berlian tersembunyinya pada Jiyong.
Namun tak masalah, asalkan Lisa menyetujuinya Jiyong pasti akan berusaha bernegoisasi dengan sajjangnim mereka itu.
Meksipun mungkin ia akan sedikit mengancam atau sedikit merekayasa skenario. Misalnya dengan mengatakan Lisa sedang mengandung anaknya mungkin?
Jiyong yang tadi sedang berkutat dengan fikirannya untuk merangkai skenario terbaik akhirnya kembali tersadar saat menatap Lisa yang terpaku pada layar ponselnya.
"Apa kau memang benar - benar berkencan dengan nya? Kenapa dia sudah berkencan dengan gadis lain? Bukan hanya kau saja yang menganggap kalian berkencan kan?" tanya Jiyong saat mengintip Lisa yang sedang membuka situs berita dari ponselnya.
"Ya oppa! Perkataan mu sangat pedas" kesal Lisa yang langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku jeansnya.
Jiyong menghela nafas panjang setelah melihag raut muka Lisa yang mendung "Maaf aku hanya bercanda. Jangan terluka hanya karena lelaki bodoh seperti itu"
"Dia lelaki bodoh yang tidak pantas untuk kau tangisi" Sambung Jiyong lagi.
Lisa yang tadi terlihat kesal kini menjadi melunak dan mengangguk pelan "Hmm"
"Aku sudah mengnggapmu sebagai adik sendiri dan aku tidak suka melihat anggota keluarga ku menangis"
Ya, Lisa tahu seniornya itu memang tidak memiliki maksud apapun. Namun siapa yang tidak akan meleleh mendengar perkataan manis seperti itu.
Apalagi dalam kondisi yang sedang patah hati, seperti sekarang ini.
"Ada apa? Jangan memandangku dengan tatapan seperti itu" tambah Jiyong saat Lisa tersenyum menatap nya.
"Ck! Tidak! Tidak ada apa - apa oppa" ucap Lisa malas.
"Hmm, Apa kau sudah makan?"
Lisa melirik nya sekilas "Apa kau akan mentraktirku jika ku katakan belum?"
"Tentu saja" ucap Jiyong sembari mengangguk.
"Baiklah aku belum makan oppa!" ucap Lisa bersemangat.
Jiyong hanya tersenyum mengejek sebelum akhirnya mulai berjalan keluar studionya.
"Oppa!!"