Teriakan panggilan untuk anak-anak menggema di setiap kamar yang di datangi oleh para guru pembimbing mereka, penginapan yang seharusan tidak boleh gaduh itu, untuk beberapa hari diizinkan menjadi seperti ini.
Satu persatu anak-anak pun keluar dari kamar mereka masing-masing. Ada yang sudah siap dengan pakaian rapi, ada yang baru bangun tidur dan bergegas mandi. Hal yang sama juga dirasakan di kamar Winia. Tiya yang baru bangun langsung bergegas menggedor kamar mandi yang masih dipakai oleh Vierna.
"Woy buruan woy. Lama amat dah lo dikamar mandi. Siapa sih di dalam?" Tiya ngoceh sambil terus gedor-gedor pintu kamar mandi. Lama tak ada jawaban Tiya kembali ke tempat tidurnya sambil memeluk bantal guling itu kembali.
Winia yang sejak semalam belum tidur hanya memperhatikan tingkah Tiya sambil terus mempoles wajahnya dengan make up agar sisa tangisnya semalam tidak nampak di hadapan teman-temannya. Namun nyatanya Ayu lebih peka, lebih teliti dengan hal yang seperti ini.
Ayu menyentuh wajah Winia dan dihadapkan kearahnya. "Lo nangis semalaman?"
"Enggak." Winia menggeleng dan melanjutkan membalut mukanya dengan bedak yang semakin tebal menutupi wajahnya.
"Sampai kapan lo bakalan bohong sama gue? Gue denger percakapan kalian tadi malam di luar, lo sama Kenn. Kebetulan gue ke kamar mandi saat itu, gue juga denger lo nangis semalam. Jadi lo nggak bisa bohong sama gue."
Tanpa perdulikan omongan Ayu, Winia masih mencoba mempoles wajahnya. "Win, lo kasih bedak berkali-kali pun mata lo masih menunjukkan kesedihan, bekas tangis lo masih tetep kelihatan. Lo nggak bisa sembunyikan itu semua."
"Apaan sih ini ribut-ribut. Gue tu ngantuk kalian bisa tenang dikit nggak sih?" Ujar Tiya yang berusaha bangkit dari tidurnya.
Merasa gemas Ayu mencoba menyadarkannya dengan melepar bantal yang tak jauh jaraknya dari tangan Ayu. "Woy sadar ini jam berapa? Yang ada lo tidur terus juga. Dasar kebo."
Tertawa terbahak Winia melihat ke gemasan Ayu pada tingkah Tiya.
"Ini jam berapa sih?" Tiya meraih Handphone yang ia letakkan diatas meja. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 07.25 WIB. "Gila, kenapa kalian nggak bangunin gue?"
"Dasar lonya aja ngebo mulu." Timpal Ayu ketus. Lucunya mereka selalu ada kegilaan yang dibuat, tingkah konyol Tiya, pencicilan si Vierna. Selalu ada tawa disela kesedihan meraka. Hal ini juga yang membuat Winia betah berteman dengan mereka bertiga, ia merasa bahwa bumi yang ia pijaki tidak seutuhnya runtuh begitu saja. Ada sisi yang membuatnya tetap berdiri kokoh hingga sekarang. Dan itu adalah teman-temannya sendiri.
Selepas memperhatikan jam di layar ponselnya, Tiya gelagapan bangun dan pergi ke depan pintu kamar mandi. "Woy lama amat dah. Lo mandi apa nguras bak kamar mandi sih? Buruan cepetan. Gue hitung loh ya, nggak selesai juga gue dobrak ini pintu."
"Udah dobrak aja." Ujar Winia dengan tawa yang ia tahan-tahan.
Ayu memandang Winia. "Emang Tiya kuat dobrak tuh pintu?"
Tawa yang ia tahan-tahan akhirnya meluap begitu saja mendengar pertanyaan Ayu. "Lah benerkan, yang ada dia yang mental lagi." Ayu terbahak juga setelah mengatakan pernyataan konyol itu.
"Bentar gue lagi pakai handuk." Teriak Vierna samar-samar dari dalam kamar mandi.
"Udah nggak usah pakai handuk, buruan keluar! Waktu gue nggak cukup nanti buat mandi."
Pintu kamar mandi itu pun terbuka, Vierna tengah mengenakan handuk berwarna putih yang berhasil membungkus badannya rapat-rapat. "Gila lo ya? Ya kali gue nggak pakai handuk keluar kamar mandi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mars & Pluto (Sudah Terbit)
Teen FictionPernahkah kalian merasa bahwa dunia ini tidak begitu adil, kebohongan bertebaran dimana-mana, kenyataan pahit yang diterima. Kisah ini mungkin tak akan habis, tak akan musnah. satu persatu mereka datang silih berganti. Kenyataan yang tak pernah ku t...