Winia perlahan mengetuk kamar Kenzo, namun tak ada jawaban. Tak ada yang membukakannya pintu, terbesit dalam benaknya untuk membuka pintu itu sendiri. Mungkin dia masih tidur, apa gua balik ke bawah aja ya. Winia hendak membalikkan badannya namun ia urungkan, hatinya bertekad untuk masuk kedalam. Di bukanya pintu secara perlahan, ia edarkan pandangannya ke dalam kamar, dan Kenzo masih tertidur pulas di atas kasur dengan selimut yang membungkus badannya. Winia perlahan berjalan mendekati Kenzo yang masih tertidur pulas. Ia tersenyum, betapa manisnya makhluk di depannya ini, tidurnya begitu pulas, dibalik pucat wajahnya ia masih nampak mempesona, sama seperti saat pertama mereka bertemu. Winia perlahan duduk di sebelahnya.
"Bahkan disaat seperti ini kamu masih bisa semanis ini, Kenn." Ujar Winia tanpa ia sadari. Tangan Winia tergerak untuk menyentuh pipi Kenzo yang begitu lembut namun nampak begitu berwibawa. Kulitnya yang pucat tak memudarkan wibawanya itu.
"Jangan pergi ya Win." Tangan Winia seketika di genggam Kenzo begitu saja, ia terkejut ternyata Kenzo mengetahui kehadirannya.
"Ka-kamu nggak tidur?" Tanya Winia yang mencoba menarik tangannya namun di tahan Kenzo.
"Bagaimana aku bisa tidur, jika bidadari yang aku sayang ada di depan mata."
"Apaan sih Kenn, lebay ah." Wajah Winia mulai tersipu, ini kali bertapa ia mendengar Kenzo menggodanya dengan kata-kata yang tak pernah ia dengar selama ini keluar dari mulut orang yang ada di depan matanya ini.
"Lebay tapi kamu suka." Senyum jail Kenzo menggoda Winia.
"Udah ah lepasin, aku mau turun. Mau ketemu anak-anak." Kali ini kembali Ia menarik tangannya dari genggaman Kenzo, dan sekali lagi tak berhasil.
"Anak-anak siapa?" Tanya Kenzo.
"Ya anak-anak. Temen-temen ih..."
"Oh Aku kira anak-anak kita."
"Kenzo apaan sih, sumpah nggak lucu." Winia tersenyum tertawa lepas mendengar apa yang Kenzo katakan barusan.
"Jangan pergi ya!" Wajah Kenzo memohon.
"Terus temen-temen gimana?" Kenzo mengangkat bahunya pertanda tak mengerti.
"Kamu di sini aja, temenin aku ya, duduk sebelah aku sini." Kenzo merubah posisi tidurnya memberikan ruang untuk Winia.
"Duduk gih!" Winia mengangguk mengiyakan, lalu duduk di sebelah Kenzo yang masih dalam posisi tidurnya. Tangan Winia kini fokus mengusap-usap kepala Kenzo.
"Win, udah lama ya kita nggak sedeket ini. Berapa tahun ya? Dulu kamu itu orang yang paling cengeng yang aku kenal, dikit-dikit nangis, masak digigit lebah aja nangis."
"Ya nangislah, itu kan sakit Kenzo. Lebah itu kalau gigit sakit Ken."
"Ah emang kamunya aja yang cengeng." Merasa jengkel, Winia menjewer telinga Kenzo. "Sakit Win."
"Biarin, Wek...." Ledek Winia sambil menjulurkan lidahnya.
"Tapi bener loh, kamu itu dulu cengeng banget, tapi ngangenin, nggak ketemu kamu satu hari aja kayak gimana gitu rasanya. Serasa ada yang hilang, serasa ada yang sirna. Win mau berjanji nggak sama aku?" Winia menganggukkan kepalanya. Tapi sebelum Kenzo mengatakan apa yang ingin katakan, ia meletakkan kepalanya di pangkuan Winia. Tak ada canggung, rasa benci yang ada di hati Winia dulu telah sirna. Semua kembali seperti semula. Saling menyayangi, saling menjaga, saling mencintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mars & Pluto (Sudah Terbit)
Teen FictionPernahkah kalian merasa bahwa dunia ini tidak begitu adil, kebohongan bertebaran dimana-mana, kenyataan pahit yang diterima. Kisah ini mungkin tak akan habis, tak akan musnah. satu persatu mereka datang silih berganti. Kenyataan yang tak pernah ku t...