0.1

938 106 15
                                    


Deska Dewananda, cowok labil berusia 21 tahun yang terjebak dengan hubungan tidak jelas bersama Fazura Jenar. Sejak tahun pertama menjadi mahasiswa, Deska sudah bersama Jenar yang merupakan anak dari teman mamanya. Mereka diperkenalkan dalam sebuah pertemuan arisan yang berujung dengan Jenar yang dititipkan pada Deska.

Sebagai mahasiswa rantau yang pergi jauh dari rumah untuk menempuh pendidikan, Deska cenderung anak yang normal. Tidak pernah terlibat masalah apapun. Hidup Deska sangat normal dan apa adanya.

Tidak ada yang berubah dari rutinitas harian Deska. Hampir setiap hari dunia kuliahnya diisi dengan jadwal yang sama. Pagi hari dia akan menjemput Jenar di kost-an gadis itu. Mengantarnya ke kampus kemudian dia sendiri sibuk dengan perkuliahannya. Pulang kuliah, ia pun harus memastikan Jenar kembali ke kost-an dengan aman.

Deska tidak pernah mencampuri urusan pribadi Jenar, baginya cukup ia repot dengan urusan antar jemput juga kebiasaan buruk Jenar yang pelupa bahkan sering kali khawatir yang berlebihan. Deska hampir selalu jengah dengan kedua kebiasaan menyebalkan Jenar. Namun begitu ia tak pernah mengabaikan Jenar, ia selalu merasa bahwa gadis itu adalah tanggung jawabnya.

Segalanya berjalan normal hingga menginjak tahun ketiga saat Jenar mulai sibuk. Gadis itu memang cukup menarik sehingga bergelut menjadi model untuk beberapa peragaan busana juga kegiatan luar aktivitas kampus lainnya. Deska hampir selalu bersamanya sampai keduanya dianggap memiliki hubungan khusus. Awalnya Deska pikir Jenar akan merasa terganggu, nyatanya tidak. Jenar cuek saja dan masih menjadi Jenar yang biasanya.

Menginjak tahun keempat, mereka mulai saling menjauh. Saling sibuk dengan tugas masing-masing. Deska hanya mengantar Jenar ke kampus sesuai permintaan Jenar, lalu kembali ke tempat kost-nya sendiri untuk menyusun skripsi. Ini adalah tahun terakhirnya sebagai mahasiswa. Kesibukannya hanya berputar pada Jenar dan tugas skripsinya.

"Syukur, ya, Des. Ini tahun terakhir elu direpotin sama Jenar," kata Wahyu teman sekamar Deska.

Wahyu adalah pemuda berambut gondrong yang merupakan mahasiswa jurusan seni. Setiap hari hobinya berkencan dengan kuas, cat dan kanvas. Bahkan saat main pun ia selalu membawa buku sketsa dan pensil. Katanya, inspirasi bisa datang dari mana saja. Jadilah ia membawa untuk berjaga-jaga jika inspirasi itu muncul tiba-tiba.

Deska tersenyum kecil sambil memeriksa hasil cetakan bab ketiga skripsinya yang baru ia cetak. "Ya nggak gitu juga, sih. Udah biasa malah. Jenar tuh baik aslinya. Cuma ribet aja jadi cewek."

Wahyu tertawa. "Semua cewek juga ribet, Des. Nyokap sama nenek gue aja juga sama."

Wahyu kemudian mendekat mengambil keripik kentang di dekat Deksa lalu memakannya. "Lu tuh ke Jenar udah macam kuas sama cat tau ngga. Butuh satu sama lain. Lucunya cat-nya terlalu banyak warna. Jadinya ribet sendiri buat lukisnya."

Deska sekali lagi hanya tersenyum. "Seenggaknya, Jenar tuh nggak hanya hitam dan putih."

"Iya, tapi nyusahinnya bikin sebel. Inget pas dia kelupaan bawa map yang isinya tugas penting sampe lu kudu anter tu cewek balik ke kost-an? Sebegitu ribetnya sama urusan luar kampus sampe tugas penting dia lupa. Belom lagi, keribetan dia yang sungguh bikin gue keki yang dia sampe kudu ngecek 10x tiket kereta cuma karena dia takut salah. Padahal semua udah bener aja. Ya kalo dia ceknya sambil diem. Ini tiap ngecek dia ngomel. Bikin sakit telinga gue aja."

Deska melirik Wahyu lalu tertawa kecil. "Lu tuh ingetnya yang jelek mulu. Jenar tuh baik. Nggak sombong. Dermawan pula. Lu lupa siapa yang kasi dana ekstra buat pameran anak seni sampe acara itu sukses besar?"

Wahyu menoleh lalu tersenyum lebar. "Iya, Deska. Iya. Itu Jenar yang kasi dana tambahan. Dia tuh emang dewi penolong keuangan."

"Untung lu temen gue, kalo engga mana mau dia bantuin," kata Deska.

"Iya. Untung kita temenan. Dan muka gue pas itu melas banget kali, ya?"

"Emang. Super melas sampe Jenar enggak tega," kekeh Deska.

Wahyu ikut tertawa kecil sambil mengamati ekspresi Deksa yang selalu berbeda tiap kali membahas tentang Jenar.

Wahyu tersenyum lalu menepuk bahu Deska. "Kalo suka bilang aja, Des. Kasihan hati lu, nahan suka sendirian."

Deska yang sejak tadi fokus pada kertas hasil cetakan di hadapannya pun menoleh pada Wahyu. Ia menatap sesaat lalu tersenyum hingga matanya menyipit. "Ngomong apa sih, lu? Ngaco aja."


_______

Terima kasih sudah menanti Deska dan Jenar.

18 Agustus 2019, VYNVION

Schicksal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang