0.7

427 79 25
                                    

Jenar merenung di kamar kost-nya. Ucapan Aira beberapa waktu lalu sepertinya benar. Ia harusnya bisa menurunkan gengsinya pada Deska. Mengingat segala macam usaha serta bantuan Deska untuknya. Apalagi pengorbanan Deska untuk menghadapi deretan cowok yang selama ini mendekatinya. Jenar sadar, ia memang sumber masalah bagi cowok itu. Dan hanya sebuah kalimat yang harusnya dapat dijawab dengan jujur, menjadi rumit karena ego dan gengsinya sendiri.

Urusan hatinya terhadap Deska maupun sebaliknya, sebenarnya hanya perkara waktu. Jenar masih belum yakin dengan perasaanya, dan ia pun belum yakin apakah pertanyaan Deska waktu itu memang bentuk dari ungkapan hatinya atau hanya pertanyaan iseng saja. Jenar terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri. Ia masih egois bahkan terhadap orang terdekatnya seperti Deska.

"Apa gue ke kost-nya si Deska aja, ya?" monolog Jenar setelah menimbang cukup lama.

"Deska bakalan ada di tempat gak, ya? Kenapa sih gue sama Deska mesti begini? Kenapa sih dia harus nanya hal itu? Apa dia gak bisa lihat sendiri jawabannya dari sikap gue ke dia selama ini?" dumel Jenar.

Ia masih menimbang keputusannya cukup lama. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang ia khawatirkan jika bertemu dengan Deska. Dugaan-dugaan lain yang hanya berputar di kepalanya tanpa menemukan jawaban.

Semakin dipikirkan, maka Jenar semakin penasaran. Ia semakin galau dan tentu saja pusing. Jika ini terus berlarut dan tidak segera di selesaikan, ia akan makin penasaran dan tentu ia akan tersiksa sendiri. Jenar kemudian menghela napas panjang. Ia putuskan mengganti pakaiannya lalu menghubungi Aira. Tidak mungkin ia ke kost laki-laki sendirian, jadilah ia meminta Aira turut serta. Beruntung Aira mau menemaninya bahkan menjemputnya dengan menggunakan motor pinjaman.

***

"Permisi," Aira mengetuk pos satpam kost-an Deska dengan sopan.

Tak lama seorang petugas satpam berseragam putih dan berkepala botak keluar dari dalam ruangan. "Iya, non. Mau cari siapa?"

"Deska ada, pak? Kami temannya ada perlu sebentar." Aira mewakili jenar untuk bertanya.

"Deska... bentar Deska yang mana, ya? Yang pake kacamata bukan?" tanya pak satpam sembari berusaha mengingat.

"Iya, pak. Yang itu. Yang punya motor bebek butut warna hitam." Aira menambahkan.

"Oh, kalo Deska yang itu udah pindah, non. Sekitar seminggu yang lalu. Katanya dia balik ke kota asalnya." Pak satpam memberikan informasi.

"Pindah? Bener, pak? Kok mendadak, sih?" tanya Aira penasaran.

"Iya, non. Deska yang itu sudah pindah. Kamar kost-nya aja udah diisi sama orang lain."

Aira menatap Jenar yang diam membisu. Ada rasa khawatir melihat Jenar yang seperti ini.

"Lu beneran gak dikasi kabar?" tanya Aira dengan hati-hati.

"Enggak, dia aja gak jawab telfon gue." Jenar menjawab. Aira jadi bingung sendiri. Apalagi kepergian Deska termasuk mendadak.

Jenar kembali diam. Bingung harus bereaksi seperti apa. Segala kecemasan di kepalanya. Juga segala kekhawatiran tentang hubungan mereka. Bahkan dugaan-dugaan yang ia pikirkan sejak beberapa waktu belakangan pun rasanya sia-sia. Deska ternyata memang pergi. Kali ini ia tak tahu alasannya. Tidak mengerti kenapa Deska pergi tanpa kabar dan tanpa pamit padanya.

"Jenar.. Jenarr..." Aira mengguncang bahunya.

Jenar menatap Aira. "Ai..."

"Kita pulang aja, yuk. Lu perlu mikir jernih. Deska gak mungkin pergi gitu aja cuma karena masalah waktu itu. Sekarang yang lu perlu lakuin adalah, doain Deska supaya apapun masaalah yang dia hadapi, dia akan baik-baik aja." Aira mengusap punggung Jenar, berusaha menenangkannya.

Jenar membuang napasnya pelan kemudian mengangguk.

"Eh, non ini yang namanya Jenar, ya?" tanya pak satpam sambil menatap Jenar.

"Iya, pak. Teman saya ini namanya Jenar, dia yang cari Deska dan ada perlu sama cowok itu." Aira menjelaskan.

"Tunggu sebentar," pak satpam masuk kembali ke ruangannya. Sesaat terdengar suara berisik dari dalam sebelum pak satpam keluar membawa sebuah kotak seukuran kotak sepatu. "Ini mas Deska nitip. Katanya kalo ada perempuan yang namanya Jenar kesini, dia nitip ini. Silahkan di terima, non."

Melihat kotak itu, Jenar langsung menerimanya. Kotak itu bukan kotak biasa. Itu adalah kotak hadiah yang dulu pernah Jenar berikan pada Deska saat hari ulang tahunnya. Dulu kotak itu hanya berisi sebuah kaos yang sudah lama Deska inginkan. Namun karena kotaknya terlalu bagus, Deska bilang sayang untuk dibuang. Terakhir yang jenar tahu, kotak itu dijadikan kotak penyimpanan oleh Deska.

Jenar menatap Aira. Ia buka kotak itu dan menemukan sepasang sepatu flat berwarna merah muda disana. Terselip sepucuk surat dalam amplop berwarna biru. Deska tidak mungkin memberinya sesuatu tanpa sebab. Mungkin ini adalah salam perpisahan darinya. Tanpa bertanya lagi, Jenar dan Aira mengucapkan terima kasih lalu pamit. Ia tak sabar untuk membuka surat itu dan membaca isinya ketika sampai di kost-an nanti.

***

Untuk Fazura Jenar,

Hai, Jenar. Maaf, ya. Kalo lu nerima kotak itu itu tandanya gue udah pindah.

Selama beberapa waktu belakangan, gue emang sengaja sibuk. Gue mau kuliah gue selesai semester ini tanpa ninggalin utang tugas.

Gue pergi tanpa pamit bukan mau nyakitin lu atau marah sama lu.

Semata ini karena gue gak mau lu lihat gue pergi.

Gue gak mau jadi berat perginya. Dan gue gak mau jadi beban beban buat lu.

Lu jaga diri baik-baik, ya. Belajar mandiri dan hidup teratur. Cukup makan dan jangan banyak jajan.

Jangan banyak bergaul sama cowok gak bener. Jangan keseringan jalan sama Aira kalo gak penting.

Kuliah aja yang fokus. Biar cepet lulus dan balik ke rumah.

Gue pamit, ya.

Selamat ulang tahun yang kecepetan gue ucapin. Kadonya seadanya, ya. Hehehe..



Salam,

Deska

_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______

Sampai bertemu dengan Deska dan Jenar

20202503

vynvion

Schicksal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang