0.2

618 92 7
                                    

"Jadi, lu beneran enggak ada hubungan apa-apa sama Deska?"

Sebaris pertanyaan yang sudah lebih dari 10x keluar dari mulut Aira selama satu minggu ini. Mungkin dari sekian banyak teman dalam lingkup pergaulan Jenar, Aira-lah yang paling dekat dengannya juga paling sering menghabiskan waktu bersamanya.

Kedua mahasiswa semester akhir yang sedang mengerjakan skripsi itu sama-sama sedang menghadap laptop masing-masing di perpustakaan kampus. Duduk bersebelahan disebuah meja kayu, menghadap langsung ke sebuah jendela besar yang menyajikan pemandangan taman hijau di luar sana.

Jenar sedari tadi sibuk menyusun daftar pustaka yang sudah ia siapkan, kini melirik Aira sesaat lalu melanjutkan kegiatannya. "Kalau ada hubungan sama dia, udah dari kapan tahun gue jadian sama dia. Buktinya enggak, kan? Di sibuk sama kerjaannya. Dan, gue sibuk sama dunia gue sendiri. Kami bukan seperti yang elu dan yang lainnya pikir."

Aira tersenyum kecil masih sambil menghadap laptopnya dan mengarahkan kursor ke beberapa bagian yang ia periksa lebih detail. "Hubungan itu enggak melulu pacaran, Jen. Bisa HTS alias Hubungan Tanpa Status, atau Teman Tapi Mesra. Atau... Friendzone mungkin. Siapa tau aja. Habisnya kalau gue lihat, kalian berdua terlalu deket buat disebut sebagai teman biasa tapi terlalu jauh juga untuk dianggap memiliki hubungan. Gue aja sampe bingung kalian ini apa. Hubungan kalian terlalu ambigu."

"Teman," balas Jenar singkat dan yakin hanya selang sedetik setelah Aira mengeluarkan pendapatnya.

"Dari awal, lu tahu sendiri kalau gue di titipin ke dia karena kita berdua berasal dari daerah yang sama. Orang tua kami juga berteman baik. Wajar kalau kami dekat. Tapi, kami cuma teman, Ra. Enggak lebih." Jenar menegaskan sambil menonaktifkan layar laptopnya hingga berbubah warna menjadi biru sebelum benar-benar mati.

"Deska mungkin enggak akan suka kalau tahu dia sering diomongin dan jadi bahan gosip karena terlalu dekat sama gue. Tapi, gue sendiri pun enggak bisa jauh dari dia. Lu tentu tahu alasannya. Gue sejujurnya ngerasa jadi beban buat Deska, tapi sekali lagi gue bilang gue enggak bisa. Cuma Deska yang bikin gue ngerasa aman selama 4 tahun kuliah. Tinggal dikit lagi, Ra. Dan semua bakal selesai."

Aira menatap Jenar setelah mendengarkan ucapan panjang sahabatnya. Ia benahi letak kacamatanya lalu menatap Jenar menyelidik. "Selesai? Maksud lu selesai gimana? Lu mau ninggalin Deska? Lu mau jauhin dia setelah manfaatin dia selama ini?"

Jenar balas menatap Aira kemudian menghembuskan napasnya kasar. "Aira, bukan gitu. Maksud gue, selesai gue jadi beban dia. Gue bakal balik ke Jakarta. Enggak akan ngerepotin dia lagi."

"Dan ninggalin dia tanpa dia tahu perasaan lu ke dia?" Aira langsung menyahut.

Jenar langsung terdiam. Menghembuskan napasnya teratur dan tenang. Mencoba menyelami dirinya sendiri lalu tersenyum kecil. "Perasaan apa maksud lu? Kalau yang lu maksud adalah perasaan yang lu puja itu, perasaan semacam itu enggak berlaku di gue."

"Lu yakin, Jen? Lu tuh emang sengaja engga mau ngakuin atau lu emang enggak mengenali diri lu sendiri?" Aira bertanya sambil tersenyum dan menopang dagunya diatas meja.

"Lu nolak Ari, Fahrul, Baldi, bahkan Eros yang jelas jauh diatas standart anak kampus pada umumnya demi Deska. Memilih naik motor butut Deska kemana-mana daripada ikut mobil mereka yang gue yakin berkali lipat lebih nyaman. Lu bahkan tanpa sadar menghabiskan lebih dari setengah waktu lu buat Deska. Nemenin dia, atau di temenin dia kemana-mana. Lu selalu senyum lepas kalo sama dia. Lu bisa jadi Jenar yang lain kalo sama Deska. Jenar yang cuma gue liat pas lu sama dia." Aira tersenyum kecil.

"Apa lu akan selalu menolak mengakui bahwa lu ada perasaan sama dia? Sampai kapan, Jen? Sampai dia akhirnya suka sama cewek lain? Apa saat itu terjadi lu udah siap?"

Jenar mulai ragu. Ia lantas membuang pandangannya kearah jendela. Kini ia mencoba memahami keadaan dalam diamnya. Mencoba mengingat dan merasakan, apakah benar rasa itu ada dalam dirinya.

"Akan ada masanya manusia memang tidak merasakannya saat bersama. Tapi mereka baru sadar setelah saling kehilangan." Aira mengusap bahu Jenar lembut. Ia dapat melihat bahwa Jenar pun mulai ragu.

"Kenali diri lu sendiri. Selami perasaan lu sendiri. Mungkin itu satu-satunya jalan buat lu bisa menemukan arti Deska buat hidup lu." Aira berusaha meyakinkan. Mencoba memberikan alasan untuk Jenar supaya berpikir dan merasakan dirinya lebih dalam. "Inget, Jen. Cinta datang karena terbiasa. Klise memang. Tapi ini fakta."

_______

Terima kasih sudah menunggu Jenar dan Deska.
Update special 2x.

18 Agustus 2019, VYNVION

Schicksal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang