Lika- liku hubungan antar pasangan itu bermacam-macam. Ada yang hubungannya terlalu baik-baik saja dan berakhir dengan kata jenuh kemudian memilih berpisah. Ada yang hubungannya dibumbui kerikil namun mereka bertahan sampai akhir karena sudah terbiasa ditempa. Dan ada juga yang hubungannya diwarnai kekerasan fisik dan mental yang akhirnya membuat mereka menyerah terhadap keadaan.
Hubungan dengan pasangan, semua orang berharap adalah sebuah hubungan yang sehat, saling mendukung, dan saling memahami satu sama lain. Meski tidak seratus persen memenuhi kriteria itu, setidaknya ada satu atau dua hal yang membuat mereka nyaman dan memutuskan untuk bertahan bersama.
Dalam perjalanan hubungan antara Jenar dan Deska, semua itu berjalan seperti pada umumnya. Deska berusaha mengejar Jenar dengan normal. Menunjukkan kesungguhannya kemudian memutuskan untuk memulai hubungan mereka selangkah demi selangkah tanpa paksaan.
Tidak ada yang mudah. Dan tidak pula ada hubungan yang instan. Semua adalah mengenai proses dan usaha. Bukan hanya dari sisi Deska namun juga dari sisi Jenar yang benar-benar membuka diri dan memberikan Deska kesempatan untuk meyakinkan dirinya.
“Kamu udah bilang ke mamaku apa belum soal rencana kita?” Jenar memeluk Deska yang duduk di sofa apartemen miliknya. Pria kesayangannya itu masih asik duduk sambil memilih beberapa desain undangan yang ada di komputer tablet di tangannya.
“Sudah. Mama dan papa kamu setuju, kok. Kamu tenang aja. Mereka percaya sama keputusan kita.”
“Terus, mama dan papa kamu. Juga mama tiri kamu gimana?” tanya Jenar lagi kini menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Deska dengan manja.
“Udah diatasi, Jenar sayang. Semua udah beres.” Deska mengelus lembut rambut panjang Jenar.
“Terus, deretan perempuan yang ngejar kamu itu gimana? Kamu emangnya udah ngasih mereka penjelasan biar mereka gak ngejar kamu lagi? Kamu udah janji sama aku, katanya mereka bakalan kamu urusin. Kalo enggak, biar aku sama Aira yang turun tangan.”
Deska tertawa mendengar kata-kata Jenar yang sarat akan rasa cemburu. “Emang kamu sendiri udah ngurusin fans cowok yang kamu punya itu? Mereka udah relain kamu buat sama aku?” balas Deska.
Jenar berdecak. “Kenapa malah balik nanya, sih. Soal itu kan udah diurus sama aku sama Aira. Mereka udah ngerti. Udah paham kalau aku juga manusia biasa yang normal dan perlu seseorang buat ada disamping aku. Sekarang tuh masalahnya, aku gak tau masalah cewek-cewek yang suka sama kamu itu udah beres apa belum.”
“Sayang, kamu tuh tenang aja. Soal itu kamu gak perlu khawatirin lagi. Mungkin kita gak bisa memaksa orang buat berhenti suka sama kita, tapi aku usahakan agar mereka gak menganggu rencana kita. Aku juga berusaha supaya gak ada yang ganggu semua prosesi pernikahan kita. Dari awal sampai akhir semua bakalan beres tanpa kesalahan sedikitpun. Percaya sama aku.”
Jenar melepas pelukannya dan mengangkat wajahnya menatap Deska.
“Kamu yakin? Gak kayak acara tunangan kemarin, kan?” Jenar menaruh keraguan. “Aku gak mau kalau tiba-tiba ada yang nerobos masuk terus ngerusakin hiasan pesta, ya.”
Deska mengangguk meyakinkan.
“Iya, janji Jenar. Gak akan lagi ada kejadian kerusakan lain. Semua udah aku persiapkan termasuk soal urusan keamanan.”
Jenar lalu tersenyum dan kembali memeluk Deska dengan begitu sayang.
“Des, kamu gak akan berubah pikiran buat nikahin aku?”
Deska balas memeluk Jenar dengan lembut. “Berubah pikiran, kenapa?”
“Ya soalnya kerjaan aku seperti ini. Terus juga aku masih banyak kekurangan. Aku masih bergantung sama orang lain dan belum mandiri sepenuhnya.”
Deska tersenyum. “Aku gak perlu Jenar yang mandiri. Dengan kamu seperti ini, aku merasa dibutuhkan. Cukup berusaha jadi yang terbaik. Lakukan yang kamu bisa lakukan, kerjakan yang bisa kamu kerjakan, tidak lalai dengan tanggung jawab, dan selalu sayang sama aku. Apapun yang tidak bisa kamu kerjakan sendiri, sekarang ada aku. Kita bisa melakukannya bersama.”
Jenar tersenyum mendengar ucapan Deska barusan. Ia merasa sangat senang. Terasa ringan dan merasa beruntung. Satu per satu rasa khawatir yang menyelimuti dirinya perlahan hilang. Berganti dengan sebuah harapan dan semangat yang baru.
“Tapi, aku gak bisa masak. Nanti kamu makan apa kalau aku gak bisa masak.”
“Kamu bisa belajar sama mama. Bukan berarti kamu gak bisa masak. Kamu cuma belum belajar yang bener aja.”
“Mungkin. Tapi aku juga gak bisa nyuci baju.”
“Kan ada mesin cuci, minta mama ajarin nanti. Lagian, kita bisa juga nyewa asisten rumah tangga buat bantuin kamu ngurus rumah.”
“Emm.. gitu? Tapi aku---“
“Ck, kok tapi-tapi melulu, sih! Kamu sengaja cari alasan buat ninggalin aku, ya? Sengaja balas dendam karena waktu itu?” kali ini Deska lepaskan pelukan mereka dan menatap Jenar dengan raut wajah kesal.
Jenar tertawa kecil kemudian memegang bahu Deska. “Gak, kok. Aku gak akan ninggalin kamu. takut banget emang aku tinggalin?”
“Iya, aku takut kamu tinggalin. Sekarang aku cuma maunya kamu dan mama aja di samping aku. Gak mau yang lainnya.”
Jenar kembali tertawa kemudian mengangkup wajah Deska yang terlihat menggemaskan saat kesal.
“Sayang, tenang aja. Kita bakal sama-sama. Aku dan mama gak akan ninggalin kamu sendiri. Kita udah janji.”
Deska lantas terdiam. Menatap Jenar dengan lembut lalu menempelkan dahi mereka kemudian memejamkan mata.
“Aku gak ingin jauh dari kamu lagi. Kehilangan kamu adalah sesuatu yang gak aku harapkan.”
“Kamu gak kehilangan aku, Deska. Kita kan segera menikah, bukan?”
“Iya, dan akan memiliki anak yang lucu yang mirip dengan kita berdua.”
“Memangnya kamu ingin anak berapa nanti setelah menikah?”
“Sebelas, biar bisa bikin tim sepak bola sendiri,” jawaban itu terucap begitu saja dari mulut Deska. Membuat Jenar seketika mendorongnya dan memukulnya dengan bantal sofa.
“Enak aja kalo ngomong. Kamu pikir aku mesin produksi anak apa gimana, dua aja cukup.”
“Ih, jangan. Minimal enam deh. Buat bikin tim voli.”
“Gak ada, dua aja cukup.”
“Ya jangan, dong. Kalo dua nanti sepi, Jenar. Lima deh lima,” tawar Deska.
“Bodo amat. Sekali dua tetap dua.”
Dan Deska pun tertawa. Menjahili Jenar menjadi kesenangan dan hiburan sendiri untuknya. Membuat wajah cantik itu cemberut sungguh rasanya membahagiakan dan juga merasa gemas disaat bersamaan.
Deska bahagia. Jenar pun sama. Keputusan mereka untuk bersama adalah jalan terbaik bagi keduanya.
Deska membutuhkan Jenar, begitupun sebaliknya. Jadi tidak ada alasan lain untuk menunda sesuatu yang baik, kan?
[End]
_______Hai teman-teman semua.
Kali ini benar-benar sudah End, ya.
Tidak ada part tambahan atau apalah itu.
Saya hanya ingin mengakhirinya seperti ini seperti bayangan di kepala saya.Terima kasih atas dukungan untuk cerita ini.
Terima kasih untuk pembaca setia dan apresiasinya.
Terima kasih untuk mendukung Jenar dan Deska.
Sampai jumpa ditulisan lain saya selanjutnya.
Salam sayang dari Deska dan Jenar.
01062020
•peachest•

KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal [END]
Genç KurguDeska dan Jenar terjebak dalam hubungan perasaan yang tidak jelas. Lalu mereka berpisah sebab salah satunya menghilang. Hingga dalam sebuah keadaan bernama kebetulan, takdir bekerja dengan kuasanya. START : 16 Juni 2019, di Indonesia. END : 01 Juni...