“Mas Wisnu ngajak kita makan bareng sama anggota tim lainnya, Jen. Lu ikut, kan?” kata Aira usai menutup tas berisi pakaian yang tadi Jenar gunakan untuk pemotretan.
“Loh, kok mendadak?” protes Jenar menghentikan kegiatan merapikan tas miliknya sejenak. Sambil merengut sebal, ia lanjutkan lagi memasukkan gawai, dan dompetnya ke dalam tas. “Lu kenapa baru kasih tau sih, Ai?”
“Ya, kan Mas Wisnu ngasih taunya juga tadi pas lu sibuk difoto. Gue gak ada kesempatan ngasih tau elu,” jelas Aira. “Tadi kata Mas Wisnu sambil nunggu studio selesai di sewa buat motret orang lain, dia ngajakin kita buat makan gitu sambil istirahat.”
Jenar menatap Aira lalu menyampirkan tali tas di bahunya. “Sampaikan aja ke Mas Wisnu, gue gak bisa ikut makan bareng. Gue udah ada janji. Dan orangnya lagi nunggu di depan.”
Aira menyelidik mengamati Jenar. “Janji? Sama siapa, kok lu gak bilang sama gue?”
“Sama Deska.”
Wajah Aira berubah senang mendengar nama Deska disebut. “Sama Deska? Bener? Wah, kemajuan nih. Baru sekali ketemu udah jalan bareng. Ikut seneng deh gue jadinya.”
“Cuma makan bareng, Aira. Bukan kencan, jadi gausah sesenang itu.”
Aira tertawa kecil. “Jadi lu mulai ngarep nih diajakin kencan? Perasaan tadi gue cuma bilang soal jalan bareng deh bukan kencan,” goda Aira.
Jenar yang tengah digoda oleh Aira pun jadi salah tingkah. “Apaan sih, Aira. Udah, ya. Deska udah nunggu di depan. Nanti gue langsung ke studio aja. Lu bisa bareng sama yang lain. Lu juga bisa bareng Mas Wisnu kalo lu mau. Kan dia juga lagi usaha buat deketin elu.”
“Ck, mulai deh ngaco. Udah sana berangkat. Keburu kelamaan Deska nunggu.” Aira mendorong Jenar ke pintu keluar. Sementara Jenar hanya tertawa kecil dengan tingkah Aira yang terkesan salah tingkah.
“Gausah dorong-dorong gitu, Aira. Nanti Mas Wisnu ngiranya lu lagi ngusir gue karena pengen berduaan sama dia, loh.”
Aira langsung menghentikan dorongannya pada Jenar lalu memukul bahu sahabatnya itu karena gemas. “Apaan, sih. Lu aja sana berduaan sama Deska.”
“Emang gue mau berduaan sama Deska. Mau apa hayo?” balas Jenar.
“Ck, dah sana pergi. Keburu waktunya abis buat debat kayak gini sama gue.”
Jenar tersenyum lebar. “Iya, yaudah. Sampai ketemu nanti.”
•••
Deska menjemput Jenar di studio tempatnya bekerja. Mereka berdua kemudian menuju sebuah restoran yang Deska pesan khusus untuk makan berdua. Sepanjang jalan, Deska yang lebih sering bertanya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang kegiatan yang Jenar lakukan sehari-hari atau tentang pekerjaan Jenar saat ini. Jenar pun meski awalnya merasa canggung, mulai terbiasa dengan obrolan Deska. Bercerita dengan santai dan mengalir begitu saja. Tidak ada yang berubah dari cara bicara Deska. Bahkan dari caranya mendengarkan cerita Jenar, Deska masih sama seperti dulu yang penuh perhatian. Jenar mulai pada dirinya sendiri, apakah ia salah menilai Deska karena mereka sudah lama berpisah.
Perjalanan mereka cukup singkat. Lima belas menit kemudian, keduanya sampai di sebuah restoran khas Jawa Tengah. Begitu turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran, seorang pelayan menyambut mereka dan mengantarkan keduanya menuju meja yang Deska pesan.
“Kamu mau makan apa, Jen?” tanya Deska sambil membuka buku menu. Sementara itu pelayan laki-laki berpakaian khas pakaian lurik itu berdiri dekat meja menunggu untuk mencatat pesanan.
“Yang enak apa, aku gak pernah makan disini soalnya,” kata Jenar sambil membolak-balik buku menu yang penuh dengan gambar jenis-jenis makanan yang dijual disana. Ia pun bingung untuk memilih. Semua makanan yang ada pada gambar terlihat enak dan menggiurkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal [END]
Novela JuvenilDeska dan Jenar terjebak dalam hubungan perasaan yang tidak jelas. Lalu mereka berpisah sebab salah satunya menghilang. Hingga dalam sebuah keadaan bernama kebetulan, takdir bekerja dengan kuasanya. START : 16 Juni 2019, di Indonesia. END : 01 Juni...