Chapter 19

16 7 0
                                    

Iri tenggelam. Bagai ditelan sang lautan paling dalam, ia menghembuskan semua oksigen dalam kesesakkan yang melingkupi dirinya. Tak ada yang bisa ia lihat, taka ada yang bisa ia rasakan, taka da yang bisa ia dengar. Terlalu sunyi hingga membuat telinganya berdenging, terlalu gelap hingga membuat bola matanya sakit. Kehampaan ini, seakan membunuhnya perlahan.

Tapi tak lama kemudian, secercah cahaya menyilaukan matanya. Membuat kedua kelopak itu terbuka dan menampakkan iris hazel yang bersinar. Cahaya itu semakin bersinar. Dalam palung kelam ini Iri melihat sinar itu seperti jalan keluar. Ia berusaha mengangkat tangannya dan menggapai-gapai tujuannya. Hantaman demi hantaman menghajar tubuhnya dari dalam, mengeluarkan rintihan yang hanya bisa terdengar samar di telinga.

"Aku ... aku harus meraih cahaya itu ...."

Semakin berusaha, rasa sakit semakin menghajarnya, namun cahaya itu semakin menyilaukan. Sampai-sampai matanya tak dapat lagi melihat, karena cahaya putihnya berhasil membuyarkan pandangan.

++++

Masa Lalu, dan Masa Sekarang,semua kenangan berputar bagaikan film pendek yang ditayangkan ulang. Menghasilkan perasaan campur aduk antara suka dan duka, sakit dan bahagia dalam dada.

Iri melihat semuanya. Memori beberapa tahun kebelakang, tiba-tiba saja nampak di depan mata—dalam keadaan Iri yang melayang dari atas ke bawah dengan cepat.

Beberapa kali air mata dan tawa keluar. Denyut perih dan debaran bahagia menggetarkan jiwa. Iri melewati putaran kilas balik hidupnya dalam emosi yang tak dapat dijelaskan.

Hingga datanglah Masa Depan.

Sangat singkat hingga Iri tak bisa melihatnya dengan jelas. Pandangannya sedikit memburam, dan beberapa bagian hanya terlihat seperti siluet saja. Tetapi, ada satu hal yang menarik perhatian gadis itu. Sebuah benda yang berkilau cerah, dengan warna emas di tengahnya, dan sesosok orang melayang di bawah beberapa orang yang memegangi senjata.

Pakaiannya mirip dengan seseorang. Dan, senjata yang dipegang orang-orang di bawah sosok itu, salah satunya mirip dengan senjata Iri.

Laju Iri semakin cepat, sampai rambutnya berterbangan ke atas kepala. Lalu, semua kilas waktu itupun menghilang. Meninggalkan jejak hitam dalam rasa penasaran yang membakar jiwa.

++++

Kelopak mata terbuka dengan tiba-tiba. Beberapa kali mengerjap, sebelum mengedarkan pandangan pada apa yang ada di sekelilingnya. Iri berada di atas titian bercahayakan api biru. Tanah hijau menjadi dasarnya, dibeberapa tempat terdapat batu-batu besar dengan permata biru yang bercahaya di tengahnya. Ia menoleh sedikit ke belakang, dan pandangannya langsung terhalang oleh tebing yang tak dapat diukur tingginya. Tanaman-tanaman lebat menempati tebing itu sehinngga terlihat hijau kehitaman.

Kemudian, kepalanya kembali mengarah ke depan. Memandang kasil megah yang tak dapat tergambarka lagi oleh kata-kata. Iri hanya bisa bilang, kalau kastil itu sudah mirip gedung pencakar langit, hanya saja lebih luas dan lebar, dengan beberapa tumbuhan yang menghias.

"Apa ... aku sudah sampai?" Iri tiba-tiba sadar. Ada sesuatu yang menghilang di dekatnya. "Eeng ... Ren? Hey, Ren, di mana kau?" serunya sambil mencari. Mungkin gadis itu akan terus mencari sampai ke bawah jembatan, kalau saja sesuatu di genggaman menyilaukan mata.

Iri melihat benda apa yang tanpa sadar dipengangnya dari tadi. Ternyata, Ren—dalam wujud jam saku peraknya. "Ren, kenapa kau menyusut? Cepatlah kembali! Aku membutuhkanmu."

Seketika, telapak tangan Iri yang menyandang jam itu berbinar, kemudian melayang dan turun menapaki tanah. Ren pun muncul dengan wajah cerahnya.

"Oh, waw. Kau terlihat lebih ceria saat ini," goda Iri.

Ren gelagapan. "Ti—tidak! Aku baisa saja, kok! Sama seperti sebelumnya!"

Iri terkekeh. Melihat seburat merah di pipi anak itu membuatnya benar-bena gemas sekarang.

"Tapi, Iri. Kalau jujur, aku memang benar-benar merasa senang sekarang," ucap Ren mengejutkan. "Melihatmu yang sekarang berdiri di depanku—menghadapi segala bahaya demi sebuah alasan kecil yang berharga—dengan Iri yang dulu kerap bersembunyi di balik kegelapan memendam rasa sakit, aku benar-benar bahagia kahirnya kau bisa bangkit dari masa-masa kelammu itu." Ren melebarkan senyum. "Kau bahkan berhasil melewati kilasan waktu di gerbang tadi, Iri! Aku benar-benar bahagia!"

Iri terpaku sesaat. Sontak, keadaan berbalik menjadi "Senjata makan tuan". Iri menundukkan kepala dengan pipinya yang sedikit memanas. Anak ini .... Bisa-bisanya membuat hatinya luluh dan takluk seperti ini! Dasar Bocah!

Melihat Iri yang tidak beucap sepatah kata, Ren menjadi panik. "I—Iri, kau tidak apa-apa!? Apa kata-kataku menyakitimu? Atau tiba-tiba tubuhmu merasa sakit lagi!?" tanyanya sambil berseru.

"Aku tidak apa-apa! Jangan hiraukan aku," ucap Iri sambil memalingkan muka. Ia mengalihkan topic. "Jadi ... di mana kita sekarang?"

Ren ikut melihat kastil besar di depannya. Keningnya mengernyit dan tatapannya menyorotkan kebingunga. "Ini ... Kastil dari Sang Penguasa Seluruh Waktu—Kastil Era."

"Hah? Tunggu, apa?"

"Kenapa ... kita di bawa tiga Permata Masa ke tempat ini?" Ren sama-sama bertanya tak paham. Tangannya menopang dagu sambil memasang mimic wajah yang tegah berpikir keras.

"Kenapa kita ke Kastil Era? Seharusnya kan kita datang ke tempat para Pencuri yang mengambil Inti Waktu?" tanya Iri tak paham.

"Ya, itu memang benar. Kita seharusnya datang ke tempat pencuri yang menyimpan Inti Waktu..." Rnem memberi jeda sesaat, "kecuali kalau Inti Waktu dan sang pencuri ada di tempat ini."

++++

Langkah tergesa-gesa terdengar menapaki anak tangga yang ada di dalam kastil itu. Iri dan Ren dengan terpaksa harus menjelajahi kastil ini dengan berjalan kaki dan berlari, karena Ren tidak bisa menteleportasi mereka langusng ke tempat tujuan.

"Maafkan aku, Iri. Tempat ini membatasi sihirku. Maafkan aku!"

"Tidak apa-apa, Ren," sahut Iri dengan napas cepat. "Setidaknya seidkit demi sedikit kau telah membantu dengan meloncati beberapa lantai."

Mereka terus melangkahkan kaki, walau tenaga sudah hampir habis. Tapi, mereka berdua sama-sama tak mau membuang-buang waktu dengan berisitirahat di tempat yang tidak diyakini keamanannya ini.

Ren mencoba menbuka portal lagi saat jarak mereka dengan lokasi yang dituju sudah cukup dekat. Untunglah, kali ini sihir si anak tidak setengah-setengah dan berhasil membawa mereka sampai di aula luas dengan altar kosong di tengahnya. Ada lantai atas yang sepertinya diperguanakan untuk memperhatikan ruangan ini dari sudut yang lebih tinggi.

"Wah wah wah, ternyata datang juga ya kalian, Para Penjelajah Waktu."

Iri dan Ren memutar badan dengan sigap. Seseorang muncul dari sudut ruangan. Sosoknya kecil sepantaran dengan Ren. Pakaiannya pun sama persis dengannya. Namun, tatapan matanya ... tida kemngisyaratkan kalau dia berada di pihak mereka.

"Siapa kau!?" teriak Ren.

Bukannya menjawab, anak misterius itu kembali menceloteh tak jelas. "Waktu yang hilang, takdir yang tertulis, Dimensi yang di ambang kehancuran." Ia meneyringai. "Sebuah hiburan yang benar-benar menyenangkan! Aku tidak menyangka takdir benar-benar mempertemukan kita!"

Cahaya benderang muncul dari atas latar setinggi dada Iri. Perlahan memercikan gemerlap warna-warni dengan suara khasnya, lalu apa yang terlihat kemudian membuat Ren membelalakkan mata. "I—Inti Waktu!"

"Apa!?" Iri terkejut.

"Selamat datang, Gadis Waktu. Di tempat persembuyian kami beserta Inti Waktu yang telah dicuri."

+++++

ZERO : The Lost Time #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang