Chapter 22

19 6 0
                                    

Cahaya bak kunang-kunang berterbangan mengelilingi ruangan sebelum akhirnya menembus kaca jam pasir yang merupakan Inti Waktu tersebut. Jiwa-jiwa rekan Ten dan Ren, telah kembali pada yang melahirkannya—dan semua itu dikarenakan Ratu yag seharusnya menjaga mereka dengan sepenuh hati.

Kata-kata itu kembali terngiang di kepala. "Aku sudah mendapatkan apa yang aku butuhkan, dan aku tidak membutuhkan pengganngu macam kalian."

Iri mengepalkan kedua tangan. Benar-benar tidak berperasaan! Dia membunuh anak-anaknya sendiri hanya demi mendapatkan apa yang ia butuhkan! Dengan keji Era menghabisi setengah dari kelompok Ten tanpa menujukkan ekspresi apapun di wajahnya. Seakan-akan di matanya anak-anak waktu tadi layak untuk dihilangkan dari dunia.

"Era!" Iri berseru tanpa lagi mempedulikan tata karma. "Tolong jelaskan maksud dari semua ini! Kau menyuruhku mencari Inti Waktu, dan sekarang kau memerintahkanku untuk berhenti saat tujuan sudah di depan mata!? Kau juga membunuh Anak buahmu sendiri. Sebenarnya apa tujuanmu!?"

"Tujuanku?" Era mengulang pertanyaan terakhir Iri. "Tentu saja untuk memperbaiki waktu di Bumi dan Dimensi Masa yang mulai kacau balau karena ulah kalian." Iris pelangi itu semakin memincing tajam pada si gadis manusia. "Para manusia, kalian telah membuang semua waktu berhargaku, dengan aktifitas-aktifitas kalian yang tak berguna! Bermain-main, bercakap ria, menonton, dan segala hala yang tidak membawakan keuntungan. Itulah mengapa Dimensi Masa menjadi korban dari kebodohan kalian."

Kebodohan?

"Tidak!" bantah Iri. "Kau tidak benar—"

"Hidup kalian telah terjadwal oleh semesta. BAhkan, para manusia kembali menyampaikannya agar taka da satupun dari waktu kalian terbuang sia-sia. Bekerja, mencari ilmu, mengurus anak—semua kewajiban itulah yang harusnya menjadi keseharian kalian."

Kau serius!? Era bahkan tidak menyinggung sedikitpun hal-hal yang berbau kesenangan atau hiburan. Semuanya hanya kewajiban, kewajiban, dan kewajiban. Era benar-benar berpikir kalau dunia ini hanya tentang bekerja keras tanpa henti—padahal karena terlalu berambisi itulah, yang membuatnya menjadi bahan bully selama di sekolah menengahnya.

Iri mendadak mendengar suara keluar dari mulut Ten. "Lalu, mengapa ... kalau kau memang benar sang Penyelamat kami ... lalu mengapa kau membunuh rekan-rekan kami!?" Ia berteriak. "Kau memberi kami jalan, kau memberi kami kekuatan, tapi kenapa akhirnya kau menghempaskan kami setega ini!?"

Walau sedikit, tapi Iri bisa merasakan getaran pada kalimat bocah itu. Mungkin, ia sedang menahan tangisnya—berusaha tidak mengeluarkan air mata yang sudah sedikit membahasi ujung mata. Teman-temannya yang lain terlihat menundukkan kepala, beberapa dari mereka telah menitikkan cairan yang kemudian membasahi pipinya.

"Kenapa ...." Era menjawab. "Itu karena aku ingin menguji seberapa hebat orang-orang yang telah lama membenci dan berniat untuk menghancurkan kekuasaanku serta Dimensiku."

Kedua bola mata sang penanya terbelalak. Ia bisa dengan jelas mendengar penekakan pada kata "telah lama"yang Era ucapkan. Jadi selama ini—bahkan sebelum ia bertemu sang Penyelamat—Era telah sadar!?

"Tapi, sayang, Ten. Kau sangat jauh dari harapanku yang bisa menjaga inti waktu ini lebih lama. Seharusnya, setelah mendapat sedikit bagian dari kekuatanku, kau bisa menghabisi Rend an Iri dalam satu kali pukulan."

Ren tidak percaya dengan yang didengarnya. Era mengharapkan dirinya lenyap juga? Ia mengharapkan orang yang telah menjalankan perintahnya dimusnahkan!?

"Dan, kau, Ren, Iri." Ia mengalihkan pandangan dari Ten yang diliputi kecemasan. "Terima kasih telah membawakanku ketiga Permata Masa. Ritual Pembersihan akan segera dimuali. Jadi berikanlah permata itu padaku."

Era turun menapaki tanahm dan berjalan perlahan menuju Iri juga Ren yang ketakutan. Dengan susah payah Ren mengumpulkan keberanian, ia bertanya sopan. "Maaf, Yang Mulia Era, aku tidak pernah mendengar ada ritual yang dilakukan di Dimensi Masa selama aku diciptakan. Apa itu Ritual Pembersihan?" tanyanya kemudian setelah berucap panjang lebar.

"Ritual untuk memulai ulang waktu di Dunia," jawab Era langsung ke intinya. Ratu itu sudah tak ingin lagi membuang-bang waktu dan terus memaksa dua orang di depannya agar memberikan apa yang dia inginkan.

"Tidak!" tolak Ren. "Aku tidak akan memberikan Permata Masa ini sebelum kau memberikan detailnya!"

Era mulai tak sabar. "Permata Masa itu kau dapatkan dari Tiga Penguasa Waktu yang merenggutnya dariku! Beraninya kau mencegahku memilikinya kembali!?"

"Tiga Penguasa Waktu memang bertugas menjaganya. Terutama dari seorang Ratu yang punya niat baik kepada seluruh Masa!"

Dari perkataan Ren itu, Iri baru menyadarinya. Sesuatu yang tersembunyi, penjahat yang akan menampakkan wujud aslinya ... dan soal Era. Mirai suda mencurigai Ratu itu, dan ia yakin kedua penguasa waktu yang lain juga sama. Hanya saja, Mirailah yang paling bisa merasakannya lebih kuat.

Ratu di depannya bukanlah orang baik, itulah alasan mengapa Tiga Penguasa Waku tidak memberikan kembali Permata Masa kepada pemimpinnya. "Ren, Permata Masa ada padamu, 'kan?" tanya Iri.

"Ya, ketiganya ada padaku."

Era diam. Tak menunjukkan ekpresi apa-apa selain wajah datarnya. Matanya sedikit memandang sinis, namun hanya sekejap dan dia pun berkata, "Satu lagi bahan yang kubutuhkan untuk ritual sudah di depan mata. Energi yang dibutuhkan inti waktu pun sudah mencukupi berkat kalian semua, Anak Waktu."

"Berkat kami?" Ten membeo.

"Tak sia-sia aku melenyapkan setengah dari kelompokmu, Ten," lanjut Era. "Anak Waktu berambut pirang itu juga ... benar-benar memberikan banyak energy pada Inti Waktu." Perkataannya berikutnya membuat Ren terkejut bukan kepalang.

"Sorang saudara kembar memang special, ya. Aku harap aku bisa membuat saudara laki-lai kembarnya bisa menysul dengan cepat."

"A-Apa—?" Ren mulai curiga. "Yang Mulia ... jangan-jangan kau—"

"Ya. Akulah penyebab hilangnya Anak Waktu beberapa saat lalu—termasuk saudaramu, Rin."

++++

ZERO : The Lost Time #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang