Chapter 12

23 5 0
                                    

"Iri! Kau tidak apa-apa? Apa kau terluka?" Ren menghampiri gadis yang baru tersadar setelah diselamatkan Ima.

Sejenak, Iri berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya yang sempat menghilang. Hingga akhirnya, dengan sangat pelan, Iri berkata pada Ima, "Te--Terima ... kasih ...."

"Kau tidak perlu berterima kasih padaku, Gadis Waktu," ucap Ima sembari melangkah melewati Iri. "Ujianmu sudah selesai, karena itulah aku menjemputmu ke dasar sana." Sang Ratu menambahkan, "lagipula Anak Waktumulah, yang membuat permohonan padaku agar menyelamatkanmu saat kau benar-benar terdesak." Dia sedikit berbisik, "padahal aku ingin melihatmu benar-benar sekarat sebelum aku turun tangan. Itu akan lebih membuktikan seberapa kuat kau di Dimensi ini."

Sang Ratu mengingat kembali apa yang terjadi di bawah tadi. Gadis itu mengeluarkan hampir semua kekuatan sihirnya hanya untuk menyerang pasukan Anak Buahnya. Dia bahkan berhasil memaksimalkan penhgunaan sihir pada busurnya--walau lantas busur itu menguap menjadi serpihan cahaya.

Menarik, pikir Ima. Tapi, ada satu hal lagi yang belum Ratu itu pastikan dari si Gadis Waktu.

"Iri," panggilnya. "Sebagai pilihan Sang Takdir, dan Ratu dari segala masa--Era--apa yang membuatmu rela melakukan perjalanan penuh resiko ini?"

"Alasanku, Yang Mulia?" Iri mengulang maksud pertanyaan Ima. Ia mengingat kembali waktu teman-temannya kehilangan waktu, juga pertemuannya dengan Era yang menjanjikan keselamatan waktu dunianya jika Iri berhasil menyelamatkan inti waktu. Pelan-pelan ia berkata, "Aku ingin teman-temanku kembali."

"Hanya itu?"

Iri mengiyakan.

"Gadis Waktu, apa kau yakin alasan itu bisa mendorongmu menyelesaikan perjalanan ini?" Ima bertanya sambil berjalan pelan ke sana kemari. "Perlu kau tahu, Iri, kami tidak membutuhkan manusia yang tidak punya tekad kuat untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan dunia tempat tinggalnya.

"Apa kau yakin, semua itu bisa membuat jiwamu bertahan dan tidak tumbang di tengah jalan?"

Iri tidak mengerti. Apa ada sesuatu yang salah dengan niatnya mencari inti waktu yang hilang? Apa salah jika teman-temannya memang menjadi alasannya?

Apa ... Ada sesuatu lain yang memang patut dijadikan landasan dan prioritas? Tapi, apa?

Iri membelalakkan mata. Tanpa aba-aba, Iri yang berusaha berdiri kembali terpelanting saat telapak tangan Ima menghajar dadanya. Tubuh si gadis pun membentur tembok di belakangnya, lalu terbatuk-batuk. Sedangkan, Ren menyerukan nama Iri dengan panik.

"Iri!!!" Ren menghadap Ima penuh amarah. Tangannya mengalirkan sihir sambil berucap, "Cukup, Yang Mulia! Sebenarnya apa maksudmu melakukan semua ini!?"

"Apa kau pikir kau bisa tetap hidup bersama teman-teman yang kau selamatkan saat dunia tempatmu tinggal tidak terselamatkan."

Ren tertegun, dan Iri tersadar.

Ima benar. Sempat ia memikirkan dunianya untuk diselamatkan, tapi fokusnya tetap saja pada teman-temannya.

Seharusnya dua prioritas itu berdampingan. Karena, bagi si gadis keduanya sama-sama penting.

"Maafkan saya, Yang Mulia Ima," ucap, Iri kemudian setelah menyadari kesalahannya.

"Baguslah kau menyadarinya." Ima lantas berbalik. Tombak hitam panjang itu ia hentakkan sekali ke atas lantai, dan membuat Iri sedikit tersentak. Sang Ratu tersenyum bangga. "Selamat Gadis Waktu! Kau berhasil menghiburku dengan pertarunganmu yang menakjubkan di bawah tadi," ujarnya. "Tak salah Era memilihmu, kau memang gadis yang spesial. Aku tidak pernah melihat seorang manusia biasa yang baru mendapatkan kekuatan sihir dan menggunakannya selihai itu."

Iri tersipu malu. Sekali lagi, ia berterima kasih kepada Ima. "Bangkitlah, wahai manusia terpilih! Ini adalah saatmu untuk menjadikan takdirmu kenyataan! Jadikan tekadmu yang membara sebagai penerang dalam perjalananmu."

Ima tak kunjung melunturkan senyumnya. Ia benar-benar puas melihat kemampuan Iri tadi. Kepercayaannya pada gadis ini untuk menyelamatkan inti waktu dan dunia semakin kuat. Ia tak mau lagi berlama-lama menahan gadis ini bersamanya.

"Iri, terimalah ini." Permata Masa tahu-tahu sudah melayang di atas telapak tangan Ima. Membuat bola mata si Gadis Waktu dan Anak Waktu berbinar cerah. "Kau telah lulus ujianku, kau sudah menghiburku, kau pun telah membuktikan tekad dan semangatmu dalam melalui perjalanan ini. Iri, kau berhasil meyakinkan diriku untuk semakin percaya padamu."

Iri menerima suguhan Permata Masa pada tangannya. Permata semerah darah yang indah itu memancarkan energi kuat yang seakan mengalirkan semangat baru pada tubuhnya. Ren meminta Permata itu untuk ia simpan, bersama dengan Permata Masa sebelumnya.

“Satu lagi, Gadis Waktu.” Ima mengeluarkan sihirnya dan membuat sebuah busur besar perak dengan gradasi merah di beberapa sisi. Senjata yang indah dan menawan dengan ukiran-ukiran api di beberapa sisi. Namun, juga terlihat begitu sangar dengan ukurannya yang hampir menyamai tinggi Iri.

“Terimalah ini sebagai bantuan dariku. Kelak kau pasti akan membutuhkannya. Gunakanlah sebaik mungkin.”

Gadis Waktu menerima busur itu dengan hati berbunga-bunag. Busur ini berbeda jauh dengan yang ia buat dipertarungan tadi. Terasa ringan, dan aura sihir yang dialirkan Ima pada senjata ini membawa kehangatan dan semangat yang sangat kental. Ia berterima kasih kepada Sang Ratu.

Ima pun lantas membukakan portal pada mereka, dan meminta mereka untuk segera melanjutkan perjalanan. “Ingatlah, Iri, Ren. Sesuatu tak pernah selalu sesuai dengan apa yang kalian inginkan dan harapkan. Niat dalam diri kalianlah, satu-satunya yang bisa membuat kalian bertahan,” ucapnya. “Sekarang, pergilah! Segera temukan apa yang harus kalian temukan, dan selesaikan semua masalah ini dengan segera!”

Mereka berdua memberi hormat. Busur yang diberikan Ima pada Iri tadi telah tersimpan di balik punggung Iri. Mereka pun melangkahkan kaki memasuki portal yang seakan dipenuhi oleh api semangat Sang Penguasa Waktu Masa Kini.

++++

Teleportasinya dari Memori Masa cukup membuat perutnya terkocok, tapi tidak separah portal yang dibuat Anak Waktunya. Akhirnya, Iri mendarat mulus di tempat berlangit biru muda yang luas.

Iri bisa merasakan sepatu coklat kopinya meginjak rerumputan di atas tanah. Ia pun memandang ke bawah, ke atas, ke kiri, dank e kanan, lalu berkata, “I—ini di mana?”

BRAK!

Iri menoleh cepat, dan mendapati bocah lelaki yang sedari tadi bersamanya jatuh telungkup di atas tanah.

“Ren!” Iri menghampiri si bocah. Dipangkunya kepala anak itu sambil berusaha membangunkannya. “Ren kau kenapa? Sadarlah!”

Mata Ren terpejam, namun ia sepertinya masih setengah tersadar karena napasnya yang naik-turun dengan cepat. Keringat dingin membasahi pelipis dan lehernya. Tangan kecilnya terasa dingin di kulit Iri.

Iri panik. Ia tak tahu tengah berada di mana mereka. Yang jelas—sangat-sangat jelas—kalau ini bukanlah di dalam Kota Nol. Ini tempat terbuka, yang Iri tak yakin masih ada di Dimensi Masa atau bukan. Iri celingak-celinguk mencari seseorang. Percuma, yang bisa dilihatnya sejauh mata memandang hanyalah hamparan karpet hijau yang luas.

Tiba-tiba pandangannya mengabur dan kepalanya terasa berta. Ugh! Ada apa ini? Ia harus mencari pertolongan. Ia harus mencari tempat aman untuk keduanya beristirahat.

Iri menggeleng-gelengkan kepala, berusaha menghilangkan pusing ini dan bangkit berdiri. Kakinya terasa lemas, membuatnya terhuyung ke sana kemari

“A—aku harus mencari seseorang…,” kata Iri. Beberapa langkah Iri masih berusaha memaksakan diri untuk tetap mencari. Namun, tubuhnya sudah benar-benar kehilangan energi.

Beberapa saat sebelum Iri benar-benar ambruk, iris hazelnya menangkap kabut putih berkumpul tak jauh di depannya, lalu sesosok makhluk muncul di baliknya. Sosok tak jelas itu perlahan mendekati Iri dan jam saku perak—yakni Ren—di sampingnya, hingga Iri pun sepenuhnya tergeleak tak berdaya di atas tanah.
++++

ZERO : The Lost Time #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang