BAB 4

70 11 5
                                    

Hi, Clarice. Good morning. Have a nice day. Oh, yeah! AFAIK, you took Digital Art class, right? I hope I could meet you in that class. -Jefferson Royce.

Clarice cepat-cepat mencabut sticky note pink yang menyebalkan itu. Bagaimana bisa ada cowok yang suka iseng mengiriminya sticky note tiap hari? Ia bahkan belum pernah bertemu dengan cowok bernama Jefferson Royce itu.

"Wow ... kemajuan besar, Clarice," ucap Miracle sambil membelalakkan matanya.

"Ini semua karenamu." Clarice segera meremas-remas sticky note tersebut dan membuangnya ke tong sampah terdekat.

"Huh ... bagaimana bisa karena aku?"

"Jangan pura-pura tidak tahu, sweetheart. Kau yang memperkenalkan aku kepada mereka," jawab Clarice sinis. Gadis itu tetap fokus pada pekerjaannya memasukkan sweater, makanan, dan mengambil buku di loker.

Miracle tak langsung menjawab pertanyaan Clarice. Cewek itu terlihat memutar kembali semua memorinya dan berusaha mengingat-ingat apapun yang pernah dilakukannya. "Eh ... omong-omong, tadi kau bilang 'mereka'? Memangnya kau dapat berapa sticky note setiap hari? Oh, damn, Clarice. You look like a player," ujar Miracle sambil memandang Clarice dengan sebelah mata.

Eergh ... anak ini hobi mengacau, pikir Clarice sebal. "Miracle, kembali pada topik. Bagaimana bisa kau memperkenalkan aku pada sembarangan orang? Apa, sih yang kau bicarakan saat berpesta?"

"Kami membicarakan apa saja," jawab Miracle cepat.

"Kau tahu itu bukan hal utama yang ingin kutanyakan." Clarice mengangkat bahu, kemudian mengunci lokernya dan lanjut berjalan menuju kelas bahasa Inggris bersama Miracle.

"Oke. Sebenarnya, aku tidak terlalu ingat bahwa aku pernah membicarakan banyak hal tentangmu selama pesta. Tapi, yeah ... mungkin aku pernah menceritakan perbedaan antara aku denganmu pada beberapa cowok," jawab Miracle dengan nada skeptis.

"Seperti apa cowok-cowok yang kau ceritakan itu?" tanya Clarice lagi.

"OMG! Kau harus mempersempit pertanyaanmu, Clarice. Aku tidak mungkin mengingat semua orang yang pernah kutemui." Miracle mengerang sambil meremas bahu Clarice.

"Aww ... oke, oke." Clarice berusaha melepaskan tangan Miracle dari bahunya. Bagaimana mempersempit pertanyaan? Apakah aku harus menyebutkan siapa nama cowok yang mengirimkan surat untukku? Tidak! Itu terlalu gila untuk diceritakan kepada Miracle. Clarice terus berusaha menyusun kata-kata. "Tapi, kau pasti pernah berbicara dengan mereka, kan? Tidak sulit untuk mengingat orang yang pernah berbicara denganmu."

"Mungkin bagi orang yang tidak terlalu membaur dengan banyak orang sepertimu, mengingat orang-orang yang berbicara denganmu adalah hal mudah. Tapi, tidak denganku. Bahkan, bisa jadi aku sedang mabuk wine ketika bicara dengannya," ucap Miracle sambil memajukan bibir bawahnya.

"What the hell? Kau bahkan belum mencapai usia legal minum wine, Miracle. Kau ... mengerikan," sahut Clarice.

"Melanggar hukum itu menyenangkan." Miracle tersenyum puas. "Oke. Jadi, siapa yang mengirim suratnya kepadamu? Mungkin ... aku dapat mengingatnya dan menjelaskan bagaimana karakter cowok tersebut," ucap Miracle dengan mata berbinar.

Clarice terlihat menimbang-nimbang sebentar. Ini keputusan yang cukup sulit. Ia tak yakin apakah menceritakan hal seperti ini kepada Miracle akan mendatangkan masalah. "Hmm ... baiklah. Aku akan menceritakan sedikit, tapi kau harus menjamin bahwa apa yang kualami ini tidak akan kauceritakan pada orang lain." Clarice mengulurkan jari kelingking, dan Miracle segera menautkan jari kelingkingnya juga, seolah berkata 'pasti'. "Jadi, aku menerima tiga surat cinta sialan itu ...."

Dear Clarice [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang