BAB 21

19 3 7
                                    

Pertengahan September tahun itu, Clarice akhirnya memasuki masa tahun Senior. Tahun keempat sekaligus yang terakhir dalam masa SMA-nya. Tahun Senior bisa berarti apa pun, karena tak seorang pun dapat memprediksikan apa yang akan terjadi tahun ini. Tahun Senior berarti memasuki akhir masa SMA, akhir masa sekolah, dan akhir dari masa remaja. Namun, Clarice menganggap ini sebagai permulaan. Karena hidupnya pasti tidak akan semulus tahun Junior lalu. Ia akan bersaing mencari universitas, mengerjakan tugas-tugas dan ujian yang semakin padat, dan ia akan mendapatkan hak pilih di penghujung tahun Senior nanti. Ia akan bebas melakukan apa pun ketika usianya beranjak delapan belas tahun depan.

Hari pertama sekolah, Clarice menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengantre jadwal pelajaran dan mengambil buku. Oh ... ini sesuatu yang baru. Ia menjadi kakak kelas dari semua kakak kelas, angkatan Senior tahun lalu sudah lulus一ini berarti ia tidak akan pernah melihat Nicholas lagi一dan peserta didik baru masuk. Sekolah di hari pertama selalu rusuh dan melelahkan.

Sepulang sekolah pukul 10.00 a.m, Clarice berjalan menyusuri tepi lapangan lacrosse menuju Bunny's Café. Tangan kirinya membawa sekotak penuh taco yang dibuatnya pagi tadi, sementara tangan kanan membawa setumpuk buku baru yang tidak dapat dijejalkan ke dalam tas. Beberapa hari yang lalu, Jefferson mengajaknya bertemu di Bunny's Café sepulang sekolah untuk membicarakan sesuatu. Apakah 'sesuatu' itu? Tentu saja Clarice tak tahu. Jefferson selalu suka mengajaknya bertemu dengan alasan klise.

Ketika Clarice sampai di Bunny's Café, ia mendapati Jefferson tengah bermain kartu tarot bersama teman-temannya di meja besar di tengah ruangan. Waw ... ramai sekali. Clarice membuka mulutnya hendak menganga, tetapi lekas menutupnya kembali.

"Clary, kemari!" Jefferson menarik tangan Clarice untuk segera duduk bergabung dengan teman-temannya.

"Jadi ini yang bernama Clary?" tanya seorang cowok berkulit hitam sambil mengulurkan tangan ke arah Clarice. Clarice segera menyambut uluran tangan itu sambil tersenyum canggung.

Jefferson memperkenalkanku ke teman-temannya? Wow .... Clarice mengernyit bingung.

"Senang bertemu denganmu, Clary."

"Omong-omong, namaku Clarice Barrack," ralat Clarice cepat.

Semua orang tertawa mendengar ucapan itu. Ya Tuhan, apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Aku telah dilabel bodoh sebelum aku sempat berkenalan dengan mereka. Clarice memijat pelipisnya pasrah.

"Aww ... jadi ternyata Jeff sudah membuat panggilan mesra untuk Clarice Barrack?" Seorang cowok-penampilannya terlihat seperti gay, karena hidung dan telinganya dipasangi aksesori aneh-menepuk bahu Jefferson sambil tertawa terbahak-bahak. "Sejak kapan panggilan imut itu berlaku?"

Oh ... jadi mereka menertawakan Jefferson yang norak? Clarice sedikit tenang karena pemikiran itu.

"Sejak pertama kali kami bertemu." Clarice terhenyak di tempat duduknya. Jefferson, mengapa kau mengatakan yang seperti itu?

"Jadi mereka memang sudah so sweet sejak pertemuan pertama," simpul cowok gay tersebut. Clarice mendengus sebal.

"Sebenarnya tidak juga, chica. Awal pertemuan kami berlangsung sangat buruk. Kau ingat kejadian beberapa bulan lalu ketika aku sedikit pusing dan menangkis bola ke samping lapangan, lalu mengenai seorang cewek? Cewek itu adalah Clary," terang Jefferson. Semua teman-temannya pun mengangguk sambil ber-'oh' panjang.

Oh ... jadi mereka semua tim lacrosse? Dan, hei! Ada cowok gay main lacrosse. Apakah sekolahku buta atau bagaimana? Clarice memandangi sekumpulan cowok di hadapannya dengan pandangan menyelidik.

Dear Clarice [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang