Clarice berjalan cepat keluar dari Analog Brooklyn. Ia memang tak seharusnya datang ke kelab malam. Jika ia tidak melihat PDA di kelab itu, hubungannya dengan Jefferson akan berjalan normal. Mungkin, ia masih dapat berteman dengan Jefferson. Tetapi, semua itu tidak dapat diperbaiki kembali. Ia sudah melihatnya.
"Hei, hei, hei. Clarice, aku di sini," panggil Miracle sambil melambai-lambaikan tangan. Ketika itu, Clarice sudah berada di depan pintu Analog Brooklyn.
Clarice memandang Miracle sekilas dengan matanya yang sembap. Ia pun berjalan memutar untuk menghampiri bagian kiri mobil. "Pindah ke samping. Aku tidak mau ditangkap polisi."
"Kau yakin tidak apa-apa? Aku tidak terlalu mabuk, kok."
"I'm okay," jawab Clarice singkat. Lalu, ia pun mengambil alih jok pengemudi dan mengendara menuju rumah Miracle.
***
Noah, Bisakah aku bertemu denganmu sekarang di Bunny's Café? Setelah itu, Clarice mematikan mesin mobil Miracle.
"Kau yakin masih ingin ke café malam-malam begini?" tanya Miracle khawatir. Clarice mengangguk. Miracle pun menghela napas berat. "Aku tahu aku bukan penasihat yang baik di situasi seperti ini. Tetapi, kau tidak harus mencari Noah untuk berbicara padanya sekarang. Mungkin kau bisa bicara padanya besok pagi."
Clarice menggeleng singkat. "Mengapa harus menunggu besok pagi jika cafénya buka 24 jam?" Kemudian, Clarice turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah Miracle.
Miracle pun membuka pintu rumahnya, lalu Clarice segera melenggang masuk tanpa memedulikan apa pun. Clarice mengambil salah satu kaus yang paling rapi dari tumpukan pakaian-pakaian di dekat tasnya, lalu masuk ke kamar Miracle untuk berganti baju.
"Terkadang kau menjadi lebih kacau dariku ketika sedang sakit hati," komentar Miracle seraya mengunci pintu rumah.
"Aku tidak kacau. Bunny's Café bukan kelab malam," sahut Clarice sambil mengempaskan gaun koktail satin merah sialannya ke tempat tidur. Ia pun segera mengenakan kaus katun dan celana jeans. Tiba-tiba, handphone yang diletakkannya di meja konter kamar Miracle bergetar.
Sambil mengancingkan celana, Clarice berjalan menuju konter dan melihat notifikasi yang masuk ke handphonenya. SMS balasan dari Noah.
Hei, NP. Kau penyelamatku. Orang tuaku ribut lagi sekarang. Bagus sekali jika aku bisa pergi. Aku akan menjemputmu. Clarice tersenyum ketika membaca pesan tersebut. Ia masih bisa menjadi penyelamat orang lain ketika dirinya sendiri perlu diselamatkan dari keterpurukan? Itu kenyataan yang luar biasa.
Tnx. Jemput aku di rumah Miracle. Clarice berjalan keluar dari rumah Miracle dan menunggu di patio.
"Clarice ...," panggil Miracle ragu. "Aku tidur, ya. Good night."
"Good night. Noah akan menjemputku. Jangan khawatir. Have a nice dream," sahut Clarice sambil mengulas senyuman terpaksa.
Miracle berlari ke arah Clarice, lalu memeluk leher gadis itu. "Aku benar-benar minta maaf. Aku tak seharusnya mengajakmu ke kelab. Kau benar. Tempat itu wabah masalah."
Miracle mulai mengendurkan pelukannya, lalu menatap Clarice. "Aku tak tahu apa yang sebaiknya terjadi. Tapi, mungkin melihat kenyataan itu sekarang bukan yang terburuk."
"Aku menyayangimu, Clarice," ucap Miracle sambil melayangkan kecupan singkat di pipi Clarice, lalu melenggang memasuki rumahnya.
Untuk sesaat, Clarice merasa bahwa ia telah menemukan kebahagiaan baru dari masalah ini. Sepertinya tidak ada yang lebih indah di dunia ini selain mendengar seorang sahabat yang berkata: "Aku menyayangimu." Merasa dicintai oleh beberapa orang yang benar-benar tulus kepadamu adalah kebahagiaan, kebanggaan, dan sukacita terbesar. Sampai beberapa saat kemudian, Noah menghentikan mobilnya di depan garasi rumah Miracle. Ia pun kembali teringat dengan masalah yang harus dinetralkannya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Clarice [COMPLETED]
Teen Fiction(15+) ©The unusual cover by @ReonaLee Clarice Barrack adalah cewek yang disiplin dan rajin. Ia mempersiapkan masa depannya dengan baik dan menyusun to do list setiap hari. Namun, semua tatanan hidupnya berubah sejak tiga surat cinta asing tiba di l...